Pertanian sangat bergantung pada cuaca. Hujan yang terlalu banyak bisa membuat kebanjiran. Hujan yang terlalu sedikit bisa membuat kekeringan. Oleh karena itu, segala kemungkinan terkait cuaca, harus lah diantisipasi. Jangan meremehkan cuaca.
Termasuk kabar mengenai ancaman el Nino pada tahun ini. Meskipun banyak pihak yang tak yakin akan terjadi el Nino di 2019, namun harus dipersiapkan semua kemungkinan dalam menghadapi fenomena alam yang menyebabkan berkurangnya curah hujan tersebut.
Dalam lokakarya pertanian beberapa waktu lalu, disebut peluang terjadinya El Nino sebesar 55-60%, sementara 25,5% wilayah berpotensi musim keringnya maju. Adapun sebanyak 24% wilayah keringnya di atas normal dan Juli - September 2019 iklim diperkirakan lebih kering.
Dampak El Nino berupa kemarau dapat berpotensi mengganggu produksi padi pada musim tanam kedua, dan mengubah pola tanam untuk musim tanam berikutnya.
Memang pada saat ini terlalu dini untuk memprediksi ringan atau beratnya El Nino. Apalagi beberapa kabupaten dan provinsi memiliki iklim yang berbeda sehingga dibutuhkan lebih banyak stasiun pengamatan cuaca. Sebagai gambaran, Perancis yang luasnya hampir setara dengan Pulau Bali memiliki 4.000 stasiun pengamat cuaca, sedangkan di Indonesia masih kurang dari 5.000 stasiun.
Kementerian Pertanian (Kementan) selaku leader di sektor ini juga jangan bekerja sendirian. Setidaknya lembaga yang dipimpin Amran Sulaiman ini bisa bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi membangun prasarana pertanian.
Bahkan bila perlu, secara jauh-jauh hari Kementan bisa bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk mempersiapkan rekayasa cuaca apabila terjadi kemarau ekstrem lantaran El Nino tadi.