Mohon tunggu...
Tantri Pranashinta
Tantri Pranashinta Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Hanya orang biasa yang masih terus belajar menyelami kehidupan ...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Terpikat "Lelaki-lelaki Tampan"

5 April 2010   02:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:59 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_110620" align="alignleft" width="300" caption="sampul buku Lelaki-lelaki Tampan (http://stat.ks.kidsklik.com/files/2010/03/tampan-sekali.jpg)"][/caption]

Berawal dari salah satu postingan (lihat di  sini) tentang bedah buku satu jam di TVRI Jambi bersama penulis buku kumpulan cerpen “Lelaki-lelaki Tampan” yaitu Letkol S. Ibana Ritonga. Saya mengenal Pak Ritonga, salah satu sahabat Kompasianer yang acapkali menulis di Kompasiana tentang kisah-kisah selama beliau bertugas. Sungguh saya tak mengira, beliau kemudian berkenan mengirim buku berikut tanda tangannya ke alamat saya.

Kisah pertama Lelaki dari Titian Nibung langsung membuat saya terpikat. Topografi alam berikut hutan tempat Suku Rimba bermukim sebagai latar belakang cerita digambarkan begitu detail, pertanda sang penulis memang paham betul daerah ini. Seakan-akan fisik saya benar berada di situ dan menikmati pesona jembatan kematian itu. Terasa emosi penulis mengalir melalui guratan kata-kata yang dipilihnya. Akhir cerita yang menyentuh mengharu biru rasa saya yang kebetulan membacanya saat menjelang tengah malam, membuat saya tak sabar untuk segera melanjutkan ke kisah berikutnya.

Ternyata kisah-kisah selanjutnya tak kalah menariknya. Kampung Mardugu yang terisolir karena alamnya yang sulit ditempuh, dengan warganya yang dikenal sebagai orang-orang Mardugu digambarkan begitu hangat dan mendambakan pendidikan bagi generasi penerusnya lewat Setangkai Anggrek Gunung. Ibu guru Maida, yang baru datang itu dihormati bagai Dewi di suatu tempat yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, di kampung di balik Dunia itu.

Pak Ritonga menulis tentang banyak hal mulai dari soal lingkungan hidup, persahabatan, kerja keras, fenomena menjelang Pilkada sampai ke roman dan konflik. Saya tersentak dengan perhatian penulis terhadap keberadaan Suku Rimba yang begitu terasa seperti ia gambarkan dalam tulisannya, “… yang lebih menjengkelkan lagi adalah kelestarian hutan hanya dikaitkan dengan isu paru-paru dunia dan habitat hidup binatang langka, tak ada pertimbangan sedikitpun mengenai nasib Suku Rimba yang juga berdiam dalam hutan yang sama.”

Dalam kisah lainnya, Lelaki-lelaki tampan dari bukit batu, tepi sungai Batanghari dan si tukang Kadno mengajarkan kita akan makna kerja keras yang sesungguhnya. Perjuangan dan keberhasilan digambarkan penulis dengan apik. Seperti yang penulis goreskan, “Buku ini mengisahkan para lelaki yang menggunakan ketampanannya untuk memandu aliran sungai, memahami desir angin dan menikmati indahnya panorama ladang pertanian manakala hujan lebat melanda.”

Tulisan satire mengenai fenomena menjelang Pilkada, tak urung membuat saya tersenyum lebar. Haus kekuasaan dan nikmatnya berkuasa memang sering membuat orang bertingkah aneh-aneh. Kepiawaian seseorang dalam berorasi acapkali menyihir kita sehingga ketika tiba saatnya harus terbuka kulitnya barulah kita menyadari siapa dia sebenarnya, untuk itu bacalah Si Market, Jahanam Itu! Lain lagi dalam kisah Gadis Bertato yang ditulis Pak Ritonga jauh-jauh hari sebelumnya menjadi relevan dengan artis Julia Perez yang baru-baru ini berniat terjun ke dunia politik.

Konflik pasca pemberontakan PRRI dengan setting percintaan yang indah tak kalah memikat membawa saya pada era di masa saya belum dilahirkan. Secara keseluruhan cerita-cerita dalam buku ini mengalir lancar dan tak sulit dipahami tetapi tetap tergambarkan cerminan kedalaman rasa penulisnya.

Kisah-kisah penuh inspirasi ini patut anda baca. Alur ceritanya yang berjalan cepat dengan pilihan kata yang memikat membuat saya merasa belum cukup puas dengan satu buku dan menunggu terbitnya karya Pak Ritonga berikutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun