Mohon tunggu...
Tantri Pranashinta
Tantri Pranashinta Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Hanya orang biasa yang masih terus belajar menyelami kehidupan ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Persahabatan Digital? Ternyata Indah Juga

27 September 2011   19:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:33 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_137822" align="aligncenter" width="375" caption="ilustrasi dari flickr.com"][/caption]

Sahabat adalah kebutuhan jiwa dan ladang hati, demikian penggalan puisi tentang persahabatan karya Khalil Gibran (1883–1931) seorang penyair dari Libanon. Saat menulis puisi tersebut mungkin tak pernah terbayangkan oleh seorang Gibran, bahwa kelak di suatu masa sahabat tak mesti pernah bertemu muka.

Sahabat digital begitulah istilah populernya, yaitu sahabat yang kita kenal di dunia maya namun belum pernah bertemu langsung di dunia nyata. Walau tak kenal secara fisik, lewat tarian jemari pada mouse dan keyboard terbentuklah hubungan emosional yang akrab. Rasanya tak tepat lagi pepatah yang mengatakan bahwa mencari sahabat lebih sulit daripada mencari musuh.

Jejaring sosial dan koneksi internet yang relatif lebih mudah sekarang memungkinkan kita memiliki banyak sahabat digital. Kesamaan minat dan hobi seringkali mempersatukan orang-orang di dunia maya dengan membentuk grup-grup dimana anggotanya saling mendukung minat atau hobi tersebut. Dari kesamaan minat inilah seseorang yang hanya kita kenal lewat dunia virtual bisa saja mengirimkan hadiah. Saya pernah menerima kiriman buku hasil karya sahabat digital yang mukim di China dan seorang lagi dari Belanda hanya berdasarkan kesamaan minat.

Namun demikian faktor rasa nyamanlah yang paling menentukan awetnya hubungan persahabatan digital ini. Saling menghargai privacy juga termasuk kiat langgengnya persahabatan, ibarat buku ada lembaran-lembaran yang tak perlu dibaca dan dibuka dengan jelas tanpa perkenan sahabat tersebut.

Hampir sama dengan di dunia nyata, indikator persahabatan yang sehat di dunia maya adalah persahabatan yang tidak membuat kita menutup diri terhadap pergaulan dengan orang lain, obyektifitas tetap terjaga, saling memberi dan menerima (take and give), belajar mendengar dan didengar, jugabelajar mengikis ego dan menjaga empati.

Di Kompasiana ini saya banyak bertemu sahabat-sahabat baru. Persahabatan yang tak memandang perbedaan usia dan status yang dipersatukan oleh minat yang sama, yaitu menulis. Suatu bentuk persahabatan dunia maya yang tak kalah indahnya dengan dunia nyata, meski sebagian besar dari kompasianer belum pernah saling bertemu langsung. Perkenalan di Kompasiana kemudian dilanjutkan lebih intens di jejaring sosial facebook, termasuk dengan bergabung dalam grup ‘Kompasianer Community’ di sana. Di jejaring sosial ini kompasianer lebih leluasa saling berbagi ide, foto, saling memberi support ataupun bertukar info tentang tulisan terbaru atau menarik di Kompasiana.

Berkat Kompasiana juga, siapa sangka ada kiriman dari sesama kompasianer. Buku gratis kumpulan cerita mini dari dosen yang sedang melanjutkan studi di Chicago, USA juga dari seorang perempuan cerdas penulis masalah seksologi dari Jakarta yang namanya tak asing lagi. Saya terharu dengan hangatnya ketulusan mereka, yang terkirim bersama dengan hasil karya sahabat yang belum pernah bertemu muka. Indahnya persahabatan dunia maya saya temukan di sini. Semoga persahabatan yang ini pun turut memperkaya jiwa.

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun