Mohon tunggu...
tanralam
tanralam Mohon Tunggu... -

bukan sesiapa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mari Bicara Tentang Kepatuhan

3 Mei 2010   09:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:26 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[Bisakah kita sejenak kawan, tak inginkan surga?]

Seorang teman bertahun lalu melaksanakan shalat dengan sangat cepat. Ketika ada yang bertanya, “cepat sekali?”. Teman itu enteng menjawab, “Saya sudah hapal semua bacaannya”.

Saya ingin terbahak mendengar jawaban konyol itu. Tapi takut Tuhan marah. Jadi saya mencoba menahan tawa meski tetap saja terbahak dalam hati. Kupikir itu cara yang aman [kemudian kutahu, sama sekali bukan. Tetapi juga menjadi bertanya-tanya, benarkah Tuhan suka marah ?]

Sesungguhnya kita semua diperkenalkan kepada Tuhan dengan cara yang menyedihkan. Ingat saja kembali tahun-tahun awal kehidupan kita saat Tuhan pertama kali diperkenalkan. Yang disodorkan kepada kita adalah gambaran surga dan neraka. Pesannya jelas, jika kau berbuat jahat, Tuhan akan menghukum dengan melemparkan tubuhmu ke dalam neraka. Dan jika kau berbuat baik, Tuhan akan memasukkanmu ke dalam surga yang di dalamnya tersedia semua bentuk kesenangan yang dibutuhkan manusia.

Itu sungguh-sungguh pelajaran yang benar. Tapi jelas, hanya pelajaran pertama. Masa kecil saat pengenalan pertama kita kepada Tuhan telah bertahun lewat. Tetapi kita tetap saja melakukan semua aktivitas kehidupan kita dengan alasan yang sama: surga atau neraka. Ayo kita berbuat baik, karena surga sudah tersedia. Awas, jangan sekali-kali berbuat jahat, neraka yang mengerikan sudah menunggu [jadi ingat komik tentang surga dan neraka yang dulu hampir semua kita telah membacanya di masa kecil. Tentang si Saleh dan Karma?]

Tuhan yang Agung dengan segala sifat Penyayang dan Pengampun, kita dengar kemudian. Tapi itu hampir-hampir seperti angin semilir yang berhembus nyaman lalu menjauh pergi. Kita rasakan sesaat tapi tak menjadi ingatan yang kuat. Segala aktivitas duniawi kita tetap saja bersandar pada alasan yang sama seperti saat kita kecil dulu: surga atau neraka.

Kita hampir-hampir lupa untuk melakukan semua aktivitas kehidupan benar-benar karena ibadah semata-mata. Padahal Tuhan sudah mengingatkan bahwa Ia tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahnya. Seharusnya kita bersimpuh pada semua keagungan yang menyertaiNya tanpa harus berhitung apakah kenyamanan surga telah menunggu atau kengerian neraka tengah menanti. Karena surga hanyalah reward dan neraka adalah pengingat.

Surga dan neraka Tuhan bangun untuk menjaga manusia agar tetap berada di jalur yang tepat. Tapi setelah berada di jalur itu, apakah penyembahan kepada Tuhan masih harus beralasankan surga dan neraka? Mengapa kita enggan bergerak maju hingga ke titik di mana kita melakukan semua kebaikan dan menghindari semua bentuk keingkaran karena alasan untuk penyembahan dan kepatuhan semata-mata?

Di tahun-tahun sebelum kehidupan kita, banyak orang yang mampu bergerak maju dalam kehidupan spiritualnya. Mereka beranjak meninggalkan surga atau neraka sebagai alasan utama untuk melakukan semua aktivitas kehidupan. Ibadah dalam semua aspek benar-benar dilakukan sebagai bentuk kepatuhan penuh terhadap sang pencipta. Sementara itu kita tetap saja membiarkan diri berkutat pada keinginan yang begitu kuat akan surga hingga lupa ada yang lebih penting dari hal itu. Menjadi hamba dengan ketaatan tanpa pamrih.

Tidakkah kita iri pada pencapaian Rabiah Al Adawiyah misalnya, yang bisa mengucapkan kalimat “megah” bahwa dia lebih suka dimasukkan neraka dengan ridha Allah dari pada masuk ke surga tanpa ridha Allah? Kalimat itu tentu bukan datang sendiri. Tetapi sebuah pencapaian dari proses belajar yang panjang menjadi hamba sebenar-benar hamba. Proses menuju taat tanpa memikirkan balasan. Kepatuhan dan penyembahan yang hanya terpusat ke titik utama: Allah.

Lalu ketika Dia tersenyum atas sembah yang kita capai, apakah surga dan neraka masih mempunyai nilai?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun