Mohon tunggu...
Sayuti Melik S
Sayuti Melik S Mohon Tunggu... Buruh - Artes Liberalis

Membaca adalah melawan dan menulis adalah membunuh.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Keahlian di Tengah Gelombang Media

14 September 2022   19:36 Diperbarui: 14 September 2022   19:52 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Ideapers.com

Kebenaran adalah lampu penerang dari fakta-fakta yang tersembunyi. Dengan itu, fungsi media dan tugas jurnalisme harus berpokok pada tiang kebenaran. (Bill Kovach, Tom Rosenstiel, dalam Sembilan Elemen Jurnalisme, 2011)

---

Mulanya institusi media menjadi kepercayaan ruang penyampaian informasi (public trust), seiring waktu, perkembangan teknologi pun semakin tak terhindarkan kemudian menghidupkan format media baru---revolusi digital membuat semua pihak dapat bertindak sebagai sumber produksi pemberitaan. Sehingga terjadilah ketercampuran antara kebenaran dan kebohongan. Walhasil para pakar kehilangan legitimasi dibanding Google.

The Death of Expertise, karya Tom Nichols yang diterjemahkan dan terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul Matinya Kepakaran, sebuah buku non fiksi yang terbit pada tahun 2017 di Amerika Serikat.

Dalam buku itu Nichols membangun narasi dengan model critical public, menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan (keahlian) sedang munuju kepunahan yang gejalanya bagi Nichols adalah karena memusuhi para ahli---publik mencoba melemahkan otoritas para ahli tepatnya di Amerika Serikat.

Bagi Nichols internet dan gelombang media yang begitu padat menyelimuti dunia maya sebagian besar untuk anti-keahlian dan anti-intelektual.

Nichols menganalogikan internet dengan Hukum Sturgeon yang mengatakan, "90 persen dari semua hal (di dunia maya), adalah sampah."

Bre Redana seorang jurnalis dan sastrawan, pernah melempar sebuah satire semiotik tentang situasi matinya kepakaran: "Sekarang, kalau di stadion ada 50 ribu penonton sepakbola, maka sebanyak 50 ribu itu pakar sepakbola. Semua bisa bikin opini dan menyebarluaskannya."

Era ITE memang adalah hasil daripada para ahli dengan rumusan berbagai macam pengetahuan yang diramu, seperti sains, algoritma, fisika, matematika, fisika dll. yang ini adalah sebuah ciptaan dan lompatan pengetahuan yang dahsyat, tetapi ia juga bisa memberi jalan buntu bahkan memperkuat kekurangan umat manusia. Internet dewasa ini justru jadi senjata yang ampuh untuk menyerang pengetahuan yang sudah mapan. Internet jadi sumber sekaligus sarana tersebarnya informasi hoaks.

Kerena di era disrupsi ini media online menyiapkan akses kepada siapa saja dengan bebas mengunggah apapun di internet, sehingga ruang publik dibanjiri informasi tak penting alias nirfaedah.

Makanya jangan heran Voltaire seorang filsuf Prancis pernah mengatakan bahwa, yang bahaya itu bukan wabah tetapi opini.

Bisa dibilang musababnya adalah akibat integrasi media dalam kehidupan manusia---publik terikat secara dominan atas produk dan informasi media sosial tinimbang media mainstream atau media arus utama.

Dalam buku yang berjudul Membongkar Kuasa Media karya Ziauddin Sardar dan Borin van Loon menjelaskan bahwa, tidak seorang pun dapat lepas dari jeratan kuasa media.

Ini memang benar adanya, realitanya banyak dari kita yang menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk berselancar di internet atau era sekarang kalangan umum mengenalnya dunia online. Mulai dari Google yang didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin sebagai mesin pencarian sampai platform berjejaring media sosial (medsos) seperti Whatsapp, Facebook, Instagram, Tweeter, Youtube, Tiktok dan lusinan media lainnya.

Media memberikan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan manusia. F. Budi Hardiman pun menulis sebuah buku tentang revolusi digital yang berjudul Aku Klik Maka Aku Ada, yang gambarannya adalah sebuah kegelisahan atas fenomena yang berkembang, bahkan Hardiman mempertanyakan siapakah manusia di era digital, media online membikin kebenaran menjadi tidak benar, seni, ilmu pengetahuan dls. dirampas oleh 'klik' termasuk kebebasan manusia pada umumnya yang di dalamnya termasuk para pakar.

Akhirnya sebagai penegasan di penutup paragraf ini saya mengutip kembali apa yang dikatakan oleh Nichols dalam Matinya Kepakaran di halaman 130-131, bahwa: "Internet mengizinkan satu miliar bunga mekar, namun sebagian besarnya berbau busuk, mulai dari pikiran iseng para penulis blog, teori konspirasi orang-orang aneh, hingga penyebaran informasi bohong oleh berbagai kelompok".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun