Mohon tunggu...
Sayuti Melik S
Sayuti Melik S Mohon Tunggu... Buruh - Artes Liberalis

Membaca adalah melawan dan menulis adalah membunuh.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tan Malaka (Sebuah Coretan)

7 Juni 2022   12:27 Diperbarui: 7 Juni 2022   12:37 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tan Malaka, ilustrasi by: Suara.com

Oleh: Tan Maulana

125 tahun lalu, tepat 2 Juni 1897 seorang pemikir legendaris, militan, pejuang, progresif, radikal dan revolusioner dilahirkan. Kelak dari pemikirannya 'Republik Indonesi' tercetuskan—Naar de Republiek Indonesie (Menuju Republik Indonesia) adalah esai terbitan tahun 1928 yang menengarainya—sebagai perumusan identitas nasional Indonesia yang kemudian diberikan juga kepada Muhammad Hatta sebagai konsepsi konret untuk membentuk negara Indonesia. Dalam bebarapa literatur menukilkan termasuk Wage Rudolf Supratman juga terinspirasi dari buku itu saat membuat lagu kebangsaan 'Indonesia Raya'.

Karena perjuangannya untuk kedaulatan, hingga selama 20 tahun menjadi buron dari kejaran Kempetai Dai Nippon (shinobi elit (agen rahasia), intelijen atau mata-mata jepang). Tan harus mengembara dalam pelarian politiknya mengelilingi hampir separuh bumi. Pelariannya dimulai dari Amsterdam dan Rotterdam pada 1922, diteruskan ke Berlin, Moskow, Kanton, Hong Kong, Manila, Shanghai, Amoy, dan beberapa desa di pedalaman.

Oleh karena peristiwa inilah, Ia menjadi misterius dengan menggunakan 13 alamat rahasia dan 7 nama samaran.

Di Manila ia dikenal sebagai Elias Fuentes dan Estahislau Rivera. Di Filipina dikenal sebagai Hasan Gozali. Di Shanghai dan Amoy, ia dikenal dengan nama Ossario, sebagai wartawan dari Filipina. Ketika menyelundup ke Burma, ia mengubah namanya menjadi Oong Soong Lee, seorang Cina kelahiran Hawaii. Di Singapura ketika menjadi guru bahasa Inggris di SMA dia bernama Tan Ho Seng. Setelah kembali ke Indonesia, tepatnya saat bekerja sebagai Romusha di Bayah, Banten, ia menggunakan nama Ilyas Husein.

Iya adalah Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka. Nama aslinya adalah Ibrahim, tetapi ia dikenal baik sebagai seorang anak dan orang dewasa sebagai Tan Malaka, sebuah nama kehormatan dan semi-bangsawan. Dalam sebuah disertasi yang berjudul “The Political Thought of Tan Malaka" ia adalah telatah revolusioner Indonesia dan teoretikus Marxis.

Salah satu karya yang juga begitu komprehensif dan relevan adalah MADILOG sebuah abreviasi dari kata Materialisme, Dialektika dan Logika—Magnum Opus yang berhubungan dengan filsafat, sosial ideologi dan natural sains dan dalam sejarah perkembangan filsafat indonesia medern dikenal sebagai sintesis atas materialisme dialektis Marxis dan logika Hegelian.

Sedangkal yang saya pahami, Madilog adalah lanskap metode berpikir ilmiah, runut, sistematis yang berbasiskan fakta atau bisa disebut sebagai Logika Material—antitesis atas metode berpikir yang fundamennya mistisisme, kritik keras atas kepercayaan yang mendasarkan pada takhayul yang basis berpikirnya mengiyakan kekuatan supranatural ikut mengambil peran dalam hidup.

Misalnya, seseorang yang ingin punya harta yang banyak, berilmu-berpengetahuan dls. alih-alih bekerja keras membanting tulang laiknya kuli bangunan atau buruh di suatu industri, belajar mumpuni pada bidang ia tekuni, seseorang itu justru melakukan lelaku seperti meminta bantuan kepada dukun atau memberi sesajian di tempat tertentu guna untuk diberi ilmu pengetahuan yang ia maksud. —Itulah yang Tan maksud sebagai Logika Mistika. Logika yang berbasiskan hal-hal mistis, bukan fakta.

Meskipun Madilog berisikan gagasan-gagasan Marxisme-Leninisme tetapi tidak mengimplementasikan pola budaya Marxisme, ia murni perspektif nasionalis Malaka dengan cara dipengaruhi oleh dialektika Hegel, materialisme Feuerbach dan pandangan Marx tentang alasan ilmiah, dan positivisme logis. Ini dapat ditemukan pada tiga bab pertama yang menekankan bahwa kelas sosial Indonesia dan kelas masyrakat Eropa adalah berbeda. Karena perbedaan ontologislah Marxisme dimodifikasi agar terpaut dengan iklim sosial Nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun