Mohon tunggu...
fauzan abdurrahman
fauzan abdurrahman Mohon Tunggu... -

menjadikan kata untuk berkelana

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pram

17 Oktober 2018   13:11 Diperbarui: 17 Oktober 2018   13:17 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pramoedya Ananta Toer, pria yang lahir di Blora telah menulis lebih dari 50 karya. Tetralogi dari Pulau Buru adalah dianggap sebagai karya terbaiknya meskipun hampir semua karya Pram tidak ada yang jelek sama sekali. Masih ada Arus Balik, Arok Dedes, Larasati, dll.

Pram dengan karyanya lebih dihargai di luar daripada di dalam negerinya sendiri. Ketika Soeharto dengan Orde Barunya berkuasa, karya-karya Pram dicekal dan dilarang. Dan banyak orang-orang yang hilang dan ditangkap ketika mereka mendiskusikan dan membaca karya-karya Pram.  

Di tahun-tahun 1950-an Pram menjadi ujung tombak untuk menggerakan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) sebagai underbrow nya Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun Pram adalah Pram dengan gaya tulisan dan ideologinya sendiri. Ia manusia yang dianggap berbahaya didua orde, Orde Lama dan Orde Baru. Bahkan tanggapan Orde Baru terhadap Pram lebih ganas.

Pria yang enam kali masuk nominasi untuk memenangkan nobel sastra ini, pernah menjadi tahanan rumah yang mana ia diisolasi tidak boleh keluar rumahnya dan harus setiap minggu laporan kepada polisi setempat.

Indonesia seharusnya patut berbangga mempunyai seorang sastrawan besar yang mempunyai kepribadian dan keteguhan seperti Pram. Namun sayangnya, masa lalu tentang "komunis" yang melekat pada dirinya membuat ia harus mendekam di penjara dan pelarangan seluruh karya-karyanya. Tak ayal banyak naskah-naskah tulisannya yang hilang ntah kemana. Satu dua orang saja yang mampu menyelamatkannya.

Seperti novel Gadis Pantai. Yang kita terima dan kita baca hari ini adalah novel yang tak lengkap. Kalau tidak salah, Pram menceritkan bahwa novel tersebut sebenarnya ada dua jilid. Kemana jilid keduanya? Ntahlah, karya-karyanya selalu misterius begitu juga dengan pengarangnya.

Selain ciamik dalam menulis kisah fiksi, Pram pun juga menerjemahkan karya-karya sastra dunia. Ibunda, karya Marxim Gorky dan Kucing dan Tikus, John Steinbeck -- dua novel itu yang saya ketahuai -.

Pria kelahiran tahun 1925 ini, mempunyai hobi yang unik yaitu mengarsip. Sejak kecil Pram sudah memulai pengarsipan berita-berita yang ia temui dimanapun. Hal inilah yang membuat Pram mempunyai informasih yang begitu luas.

Ditangan Pram pulalah, nama Tirto Adhi Soerjo bisa dikenal oleh generasi sekarang. Dikisahkan sebagai Minka ketika awal-awal abad 20, saat Belanda masih menappakan kakinya di Bumi Pertiwi. Minke atau Tirto melawan Belanda dengan propaganda melalui tulisan. "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Politisi mati akan digantikan politisi lainnya. Namun sastrawan yang mati tidak akan bisa diganti oleh siapapun, meski setiap harinya sastrawan-sastrawan lain bermunculan. Begitulah sastrawan.

12 tahun Pram telah meninggalkan karya dan kehidupannya. Namun seperti yang ia katakan sendiri, "menulis adalah bekerja untuk keabadian". Fisiknya sudah tidak ada lagi di dunia ini. Namun fisik dari karya fiksinya selalu abadi, dari zaman ke zaman orang membaca dan mendiskusikannya. Dan beberapa orang yang terinspirasi dari karyanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun