Mohon tunggu...
Politik

Dilema Cawapres Jokowi: Belajar dari SBY (2)

11 Juni 2018   16:46 Diperbarui: 11 Juni 2018   17:12 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (Source: Kompas.com)

Bagaimana dengan Gatot Nurmantyo? Bukankah dia punya modal kuat karena termasuk cawapres terpopuler di lembaga survei, dekat dengan kelompok islam, eks Panglima TNI?

Demikian pertanyaan yang belum saya jawab dalam artikel sebelumnya. Sebelum menjawab, baiknya kita lihat dulu perkembangan politik mutakhir. Walau jaringan relawan masih berupaya keras agar Gatot menjadi calon presiden, agaknya peluang itu kian mengecil.

Mengapa? Pertama, Partai Gerindra melalui Anggota badan komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade, menegaskan keputusan partainya mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) di pemilihan presiden (pilpres) 2019 sudah final. Sementara Partai Demokrat tampak kian semangat mengangkat popularitas Agus Harimurti Yudhoyono. Senin (10/6) lalu, Agus membuat heboh jagat maya karena pidato tanpa teksnya viral. Dalam pidato tersebut, AHY mengkritik pemerintah dengan mempertanyakan "Apa kabar revolusi mental".

Bagaimana dengan PAN? Agaknya juga kecil kemungkinan rela memberikan tiket capres kepada Gatot karena mereka lebih sreg dengan Zulkifli Hasan atau bahkan Amien Rais. Kan masih ada PKS? Sampai dengan hari ini, belum ada tanda-tanda PKS ikhlas mencalonkan figur di luar partainya.

Kembali ke pertanyaan awal, bagaimana kalau akhirya Gatot berhasil meningkatkan popularitas dan menawarkan diri untuk mendampingi Jokowi?

Berkaca dari proses pergantian Panglima TNI, agaknya nyaris mustahil Jokowi akan memilih Gatot Nurmantyo sebagai pendamping. Risikonya terlalu besar. Rekam jejak Gatot selama menjadi Panglima TNI saja menunjukkan bahwa dia berpotensi menimbulkan kegaduhan yang tak perlu, termasuk perpecahan antara elite politik. Jika jadi Panglima TNI saja sudah bikin gaduh, kebayang kan kalau Gatot jadi wapres?

Jika Anda lupa atau tak pernah tahu, berikut saya rinci lagi kegaduhan yang tak perlu selama Gatot menjadi Panglima TNI.

Pertama, dalam Aksi Bela Islam (ABI), Gatot bermanuver melalui serangkaian pernyataan bahwa dia tersirat memihak aksi tersebut. Padahal, selaku alat negara, sudah seharusnya Panglima TNI tak menyeret institusinya ke pusaran politik, seperti diatur dalam Buku Putih TNI. Walhasil, sikap Gatot tersebut disambut baik massa ABI dan bahkan membuat Gatot sebagai simbol yang bertentangan dengan penguasa, tak lain Presiden Jokowi.

Kedua, Presiden Jokowi sempat kerepotan menjelaskan bahwa dirinya bukan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), dan juga harus turun tangan menjelaskan bahwa tak ada tempat bagi PKI di Indonesia. Salah satu pemicu utama munculnya isu PKI adalah Gatot yang menghembuskan isu "Waspada PKI Gaya Baru". Gatot bahkan memerintahkan nobar film G30 S/PKI pada 31 September 2017, sehingga memicu perdebatan publik.

Ketiga, di masa-masa injury time kepemimpinannya sebagai Panglima TNI, Gatot melakukan dua kali rotasi jabatan stragtegis di TNI, yakni pada 27 Oktober 2017 dan 4 Desember 2017. Pada 4 Desember, Gatot menggeser 85 personil, 46 dari Angkatan Darat, 28 dari Angkatan Laut, dan 11 di Angkatan Udara. Langkah itu dinilai tidak etis, dan karenanya langsung dibatalkan oleh Hadi Tjahjanto setelah dilantik menjadi Panglima TNI pada 8 Desember 2017.

Keempat, Gatot menghembuskan politik pribumi. Padahal, istilah ini identik dengan kekerasan rasial pada tahun 1998 yang menimpa etnis Cina. Gatot menakut-nakuti orang bahwa penduduk pribumi Indonesia bisa punah karena migrasi penduduk asing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun