Mohon tunggu...
Kebijakan

Bahaya Politik Identitas Jelang Pemilu 2019

6 Juni 2018   02:15 Diperbarui: 6 Juni 2018   02:36 1897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: mindingthecampus.org

Isu pribumi atau Indonesia asli kembali mendapat tempat di panggung politik Indonesia akhir-akhir ini. Elite menggunakannya secara terang-terangan di depan publik. Sebagian dari kita pun jengah, siapa itu pribumi? Sementara sebagian lagi merasa trauma. Ibarat pepatah, ini seperti membuka luka lama. Memori terdekat kita soal istilah Pribumi adalah pada Mei 1998. Ketika itu, identitas Pribumi dan Non-pribumi jelas-jelas dipakai untuk membelah kelompok mana yang harus diserang, dibakar atau diperkosa.

Salah satu tokoh yang sudah banyak dibahas media, serta dikaji peneliti politik, di dalam dan luar negeri, terkait politik identitas ini adalah mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Kita perlu mencermati Gatot secara khusus karena dia berpotensi besar dicalonkan menjadi presiden oleh partai politk yang hingga kini tak punya figur. Sebagai mantan panglima TNI, tentu Gatot punya kelebihan dibanding politisi sipil. Apalagi, menurut beberapa survei, dia ternyata cukup populer.

Mengapa perlu dicermati? Sebab, ini menyangkut persatuan kita sebagai bangsa yang semestinya tidak dikoyak-koyak oleh politik identitas demi kepentingan kekuasaan sesaat. Masih segar dalam ingatan kita ketika Gatot berbicara dalam acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar di Balikpapan, Kalimantan Timur, 22 Mei lalu.

Saat itu, Gatot yang masih menjabat Panglima TNI membacakan puisi karya Denny Januar Ali berjudul 'Tapi Bukan Kami Punya'. Apakah pemilihan puisi karya bos Lingkaran Survei Indonesia itu suatu kebetulan belaka? Wallahualam.

Yang jelas, Gatot mengundang kontroversi karena dia masih aktif sebagai prajurit TNI, yang seyogianya tidak berkomentar soal politik atau topik yang menimbulkan multitafsir. Puisi Denny JA sendiri bercerita soal kesenjangan ekonomi yang menganga melalui kacamata tokoh bernama Jaka. Beberapa media memberitakan bahwa Gatot membacakan puisi tersebut untuk menyoroti kesenjangan di Indonesia saat ini.

Berikut petikan puisi itu:

Dilihatnya Garuda Pancasila

Tertempel di dinding dengan gagah

Terpana dan terdiam si Jaka

Dari mata burung garuda

Ia melihat dirinya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun