Mohon tunggu...
Tania Willysara
Tania Willysara Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mahasiswa Pascasarjana, Magister Ilmu Politik FISIP USU

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsepsi Usaha Pasca PPKM dalam Mengatasi Pandemi

1 Agustus 2021   12:49 Diperbarui: 1 Agustus 2021   13:17 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada hakekatnya, dalam menentukan formulasi komitmen pemerintah pada sektor UMKM harusnya diarahkan pada upaya untuk membantu UMKM menjaga keberlangsungan usahanya, tidak hanya memberikan subsidi bunga pinjaman di bank, keringanan pajak, diskon listrik, dan berbagai hal yang tidak langsung dananya diterima oleh UMKM.

Sudah hampir  lebih 17 bulan keterpurukan ekonomi oleh pandemi Covid-19 yang menghajar sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Terasa lebih berat untuk melawannya karena musuhnya berupa virus yang memiliki ukuran sangat kecil, namun dampaknya sangat besar, langsung menyentuh seluruh lapisan masyarakat, tidak melihat strata sosial.

Sektor UMKM yang selama ini tangguh tidak tergoyahkan oleh krisis ekonomi maupun moneter jebol juga imunitasnya. Jika melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2020) mencatat, jumlah UMKM mencapai 64 juta. Angka tersebut mencapai 99,9% dari keseluruhan usaha yang beroperasi di Indonesia. Sedangkan Bank Indonesia menyebutkan sebanyak 87,5% UMKM terdampak pandemi Covid-19, dan 93,2% di antaranya terdampak negatif di sisi penjualan. Apa yang harus dipersiapkan untuk dapat membangiktkan UMKM setelah perpanjangan PPKM Darurat?

Saya melihat, perpanjangan PPKM Darurat tentu membuat pelaku usaha UMKM semakin berat dan sekarat, namun tidak ada pilihan lain untuk tidak mendukung kebijakan pemerintah agar cepat keluar dan merdeka dari pendemi Covid-19. Pelaku usaha UMKM dituntut harus pintar berhitung bagaimana dampak PPKM Darurat terhadap kesinambungan bisnisnya, terutama menghitung ulang daya tahan arus kas (cash flow). Jutaan orang yang bergantung hidupnya pada UMKM harus menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah dan pelaku usaha UMKM untuk menyiapkan strategi kebangkitan usahanya setelah merdeka dari penjajahan Covid- 19.

Karena tidak bisa dipungkiri UMKM merupakan salah satu penggerak utama perekonomian. Maka tak heran jika sektor UMKM terganggu, maka ekonomi nasional juga akan terkontraksi sangat dalam. Menurut survei yang dilakukan Bank Indonesia, pandemi memberi tekanan pada pendapatan, laba, dan arus kas, sehingga para pemilik usaha memilih untuk wait and see. Pemerimntah sudah bersusah payah menyiapkan strategi menghentikan penyebaran Covid-19 dan menjaga agar seluruh sektor usaha tidak lantas mati, karena matinya sektor-sektor usaha termasuk UMKM akan merendahkan bahkan menurunkan pertumbuhan ekonomi secara makro.

Sedangkan secara mikro, sektor UMKM benar-benar tak berdaya untuk menghadapinya. Hanya beberapa UMKM yang berbasis informasi teknologi (IT) yang relatif bisa bertahan, bahkan ada sekitar 12,5% yang pendapatannya meningkat karena bisa menyiasati penjualannya.

Bersinergi adalah Solusi

Membangkitan UMKM setelah perpanjangan PPKM Darurat harus dilakukan secara bersinergi antara pelaku usaha UMKM dan pemerintah sebagai penanggung jawab kestabilan ekonomi nasional. Dari pelaku usaha UMKM, karena 81,5% UMKM terdampaknya pada penjualan produk, maka UMKM harus mencari terobosan untuk tetap dapat menjual produk-produknya walaupun jumlahnya tidak sebanyak penjualan sebelum pandemi Covid-19. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penjualan online. UMKM bisa bekerja sama dengan marketplace-marketplace yang telah ada atau membuat marketplace sendiri.

Penjualan dengan online ini akan tetap bisa dijalankan pada saat pasca-PPKM. Sementara permasalahan produksi, pelaku usaha UMKM harus mengatur ritme inventory bahan baku, pengaturan jam kerja karyawan, dan penghematan variabel biaya lainnya. Hal ini perlu dilakukan agar perusahaan tidak kehabisan amunisi modal, apalagi batas berakhirnya pandemi belum bisa dijadwalkan. Efisiensi biaya dan efektivitas waktu harus benar-benar diatur sedetail mungkin. Kalaupun harus ada penghematan di bidang tenaga kerja, setidaknya tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), tetapi dilakukan dengan mengatur waktu masuk kerja, agar pasca-PPKM tidak kesulitan mencari tenaga kerja.

Karena penjualannya terbatas, maka jumlah produksi harus diatur sesuai permintaan agar tidak banyak modal yang terpakai. Kebangkitan UMKM pasca- PPKM tidak bisa lepas dari tanggung jawab pemerintah, karena pemerintah berkepentingan untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, UMKM yang menjadi penopang ekonomi nasional dengan jumlah usaha UMKM yang mencapai 99,9% dari seluruh usaha di Indonesia, serta menyerap tenaga kerja sebangayk 97,8% tidak bisa diremehkan begitu saja.

Kebijakan atau program kerja pemerintah di segala bidang harus diarahkan untuk membantu masyarakat agar tetap bertahan secara individu, keluarga maupun usahannya. Bantuan-bantuan selayakanya diprioritaskan untuk menjaga nafas UMKM agar dalam kondisi sulit akibat pandemi UMKM tetap menjadi "malaikat penyelamat" ekonomi. Pemerintah telah menganggarkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 699,4 triliun, dan sudah terealisi menjadi program sebanyak 31,4%. Sedangkan dari total dana PEN sektor UMKM mendapat porsi sebesar Rp 184,83 triliun (26,4%). Secara nasional pemerintah harus terus melakukan monitoring terkait dengan realisasi pemanfaatan dana PEN agar tepat sasaran, dan jika ada kendalakendala yang muncul agar secara cepat dapat teratasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun