Mohon tunggu...
Tania Widyastuti
Tania Widyastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi di Jerman

Saya orang yang suka menulis, tapi malas membaca. Ironis ya kehidupan. Tapi semoga dengan banyak menulis membuat saya semakin termotivasi untuk membaca 😊. Hobi saya adalah berpikir dan shopping hehe. Lalu saya memiliki interest untuk semua tema dan topik pembicaraan karena saya suka belajar sesuatu yang baru, apalagi yang belum pernah saya ketahui sebelumnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perbedaan Sistem Kuliah di Indonesia dan Jerman

5 Agustus 2021   08:35 Diperbarui: 5 Agustus 2021   08:34 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

1. Tidak ada sistem absen

Secara umum, sistem kuliah di Jerman tidak mengenal konsep "absen". Jadi pelajar dianggap sudah cukup mandiri untuk menentukan apakah mereka akan hadir ke kelas/lecture tertentu. Disini ngga ada ceritanya nitip absen ke temen ya ✌️ hehe . Yang penting mereka sudah daftar mata kuliah secara online, sisanya itu hak istimewa mereka. Tidak jarang mahasiswa kabur atau bahkan tidak pernah hadir sama sekali ke suatu lecture/latihan tertentu, dengan alasan sebagai berikut: "kelasnya pagi banget", "duh dosennya bosenin banget deh", "dosennya ngga jelas cuy ngajarnya". 

Pada dasarnya, cara untuk mendapatkan credit di Jerman adalah dengan lulus ujian mata kuliah tersebut. Jadi selama ujian lulus, ya mission accomplished. Jadi ingat cerita dari teman (sesama orang Indonesia) sewaktu awal kuliah: "iya tan, waktu crucial dateng kuliah itu ada 2. Pertama dan terakhir. Pertama, untuk melihat ini mata kuliah secara garis besar bakal bahas apa dan gimana dosennya. Terakhir, buat cari kisi-kisi sebelum ujian"

Tapi ini tidak berlaku untuk semua hal ya. Ada kegiatan-kegiatan tertentu yang memperhitungkan kehadiran sebagai syarat kelulusan untuk mata kuliah tersebut, misal: beberapa seminar atau kelas bahasa. 

2. Tidak ada UTS, hanya UAS

Kalau di Indonesia kita ujian 2x dalam satu semester, tapi lain ceritanya kalau di Jerman. Disini kami hanya ujian sekali dalam satu semester. Ini menurut saya adalah suatu tantangan tersendiri. Karena tidak ada UTS, bahan yang harus dipelajari jadinya lebih banyak, tapi yang keluar cuma 10 nomer 😁. Ya kalau lagi apes, keluar soal tentang tema yang kita kurang paham.

3. Mahasiswa adalah makhluk bebas

Bisa dibilang kami itu memiliki kebebasan untuk melakukan apapun yang "kami inginkan". Misal makan saat lecture atau bahkan mau pacaran (cth: kissing) juga boleh. Saya sendiri ngga pernah melihat langsung (dan semoga ngga perlu lihat), tapi kata temen-teman (sesama orang Indonesia), ada banyak kok mahasiswa yang pacaran dan dosennya pun biasa aja. Tapi tetap aja, mau sebebas-bebasnya, kalau hal yang dilakukan itu dirasa menggagu, maka dosen/teman kuliah juga pasti akan menegur. 

Selain bebas dalam bertingkah laku, orang Jerman juga bebas dalam menentukan outfit kuliah. Kalau di Indonesia, kampus itu kan konotasinya institusi formal. Jadi sudah seharusnya kita pakai pakaian yang sopan saat ke kampus. Tapi kalau di Jerman, kita punya kebebasan masing-masing dalam berpakaian. Apa lagi kalau musim panas, yang namanya celana pendek dan tanktop bertebaran dimana-mana. Sandal jepit pun juga masuk dalam daftar, bahkan ada yang nyeker juga (biasanya kaum-kaum hippie). Selain gaya berlibur, gaya berpakaian bak next top model juga ikut meramaikan jagad fashion di kampus. Bajunya lapis-lapis atau bajunya sexy, pakai sepatu high heels dan yang pasti make up tebal.

Saya pribadi punya pengalaman unik slash lucu. Jadi di semester dua, ceritanya waktu itu lagi musim panas, ada satu dosen nih yang outfitnya cukup menarik. Atasan pakai kemeja tapi bawahnnya pakai celana boxer . Celana boxer! Buat aku yang orang Indonesia ini, kombinasi outfit itu terasa cukup mind blowing ya 😆. Pingin foto sih waktu itu, tapi takut kena masalah data privacy. Disini bisa dibilang, ngga cuma mahasiswa doank yang makhluk bebas, begitu pun juga dosennya (walau ngga semua ya).

Awal-awal saya cukup shock, lihat orang pakai baju ke kuliahan kok serasa pergi liburan. Tapi setelah beberapa tahun disini, saya jadi sadar. Di Jerman itu AC bukanlah hal yang lazim kaya di Indonesia. Jadi di rumah atau bahkan tempat sekelas kampus pun juga ngga ada ACnya. Bisa dibayangin kan kalau misalnya di kelas yang isinya 100 orang, itu panas dan pengapnya kaya gimana. Sekarang jadi maklumlah kalau misalnya orang-orang ke kampus kaya mau pergi ke pantai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun