Mohon tunggu...
Tanah Beta
Tanah Beta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa Semester Akhir pada IAIN Ambon

menulislah sebelum dunia menggenggam nafasmu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Abdullah

18 Mei 2019   12:31 Diperbarui: 18 Mei 2019   12:35 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis dengan pakaian piyama, dokpri.

Aku pada pembaringanMu
usai bintang dan bulan tertidur pulas
Terdengar jerit tangis perasaan teramat dalam

Di balik kerlingan mata air
Rinainya tak berpendar dari peraduan
Kau yang selalu dituju abdullah

Padamu, semua munajat Cinta terlantunkan
Dari mulut pendosa,
Lidah para penista,
Bibir para pezinah,
Tak mengapa, semua:
Kau beri nikmat tiada ku ketahui.

Aku, abdullah
Tidak setabah Kholil dalam mengikuti semua inginmu
Tidak sepandai Hasyim dalam bersyair memujamu
Tiada pula seagung mereka kekasihmu

Aku, abdullah
Terlahir dari darah jelata
Melata hidup terus usaha menata
Biarkan semua berjalan pada arakNya

Aku, Abdullah
Tiada cintaku seperti dia, Rabiyah
Tiada kasihku layaknya penarimu, Rumi
Tiada keramahanku melebihi kekasihmu Rasulullah.

Aku, abdullah
Munajat cintaku yang tergulung tasbih
Masih menggelantung pada batas-batas
Maka biarkan semua itu terus bersyair padamu

Aku, abdullah
Tiada abadi untuk kekelanmu selamanya.

Ambon, 2019

Tanah Beta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun