Mohon tunggu...
Mario Tando
Mario Tando Mohon Tunggu... Penulis - Activist

Human Interest

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jalan Terjal Imlek dan Khonghucu di Indonesia (Pasca Kemerdekaan)

19 Januari 2023   23:40 Diperbarui: 20 Januari 2023   22:00 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kemudian dilanjutkan oleh Presiden Megawati yang menjadikan Imlek sebagai Hari Libur Nasional, dan diteruskan kembali oleh Presiden SBY mengenai penyelesaian permasalahan formal administrasi kependudukan, seperti ktp, perkawinan dan lain-lain.

Diawal masa pemerintahan, Presiden Jokowi melanjutkannya dengan menghilangkan isi Perpres no. 135/2014 tentang Dirjen Khonghucu yang sebenarnya sudah di cantumkan di masa Presiden SBY. Beliau malah membuat Perpres baru no. 83/2015 yang justru nomenklatur pasal menyoal Dirjen Khonghucu menjadi hilang di Perpres yang beliau keluarkan.

Beliau juga absen kurang lebih 6 tahun berturut-turut dalam perayaan Imlek Nasional yang diadakan oleh Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, namun akhirnya muncul ditahun ke-7, dan semoga dapat terus hadir hingga tahun-tahun berikutnya.

Sampai hari ini, perkembangan pemenuhan hak-hak umat Khonghucu sesungguhnya terasa stagnan, hal itu juga sejalan dengan peran pemerintah yang terlihat belum maksimal.

Penulis meyakini, sesungguhnya Presiden Jokowi ialah sosok yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap seluruh rakyatnya. Namun perihal agama khonghucu, mungkin beliau mendapat berita dan informasi yang kurang tepat dari sekelilingnya sehingga beberapa keputusannya cenderung terasa merugikan umat khonghucu di Indonesia.

23 tahun sudah sejak Gus Dur memutus mata rantai diskriminasi, persoalan Dirjen Khonghucu masih belum menemukan titik terang.

Jikalau dikatakan eselon 1 kementerian itu jabatan struktural pns, mengapa Bpk. Hilmar Farid yang notabene non PNS bisa menjadi Dirjen Kebudayaan (Eselon 1) di Kemendikbud sejak era Bpk. Anies Baswedan sampai dengan era Bpk. Nadiem Makarim saat ini?

Mungkin lupa akan adanya peraturan baru yang memungkinkan hal seperti tersebut diatas terjadi semisal seperti yang tersurat di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), dan mungkin aturan lainnya karena Hilmar Farid dilantik sejak tahun 2015.

Jadi jika dikatakan struktural jelas sebuah kekonyolan besar, rasanya menyoal jabatan di negeri ini tidak ada yang tidak politis.

Terlebih ketika posisi dirjen kebudayaan dirasa khusus harus diisi oleh orang-orang yang ahli akan seni dan budaya seperti Hilmar Farid, agak aneh ketika dirjen atau eselon-eselon lain masing-masing agama di kementerian agama justru diisi oleh orang-orang yang bukan seagama.

Kekurangan umat Khonghucu sebenarnya ialah tidak adanya keterwakilan dalam pemerintahan. Minimnya minat untuk terjun ke dunia politik justru kemungkinan besar akan membuat perkembangan ajaran Khonghucu hanya bergerak stagnan. Bagaimana tidak, pada kenyataannya hak itu tidak semata-mata melekat pada manusia, melainkan harus juga diperjuangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun