Semua orang berharap agar Pendemik Covid-19 segera berahir, tetapi kenyataannya tidak ada seorang ahli pun yang bisa memastikan kapan pandemi ini akan berahir, sementara desakan masyarakat untuk bisa segera beraktifitas sangat kuat, di tengah anjuran untuk bekerja, belajar dan beribadah dari rumah.Â
Karena itu maka Adaptasi Kebiasaan Baru, sebagai cara agar manusia bisa tetap beraktifitas di tengah bayang-bayang penularan, dengan menerapkan beberapa hal yang harus diikuti, agar resiko penularan dapat diperkecil atau bahkan dihilangkan, melalui Protokol Kesehatan.
Protokol Kesehatan adalah perubahan kebiasaan hidup yang selama ini dijalani, menjadi kebiasaan hidup baru, yang intinya menekankan kepada pola hidup yang sehat: mencuci tangan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah menjalankan aktifitas, menghindari kerumunan, memakai masker.
Sudah banyak penyuluhan dan pemberitaan tentang bagaimana cara menjalankan Protokol Kesehatan, bahkan sampai ada yang menjatuhkan sanksi bagi mereka yang tidak menjalankan Protokol Kesehatan. Namun pada kenyataannya masih banyak orang yang sulit mengubah kebiasaan hidupnya dengan berbagai alasan. Bahkan kecenderungan untuk tidak mematuhi Protokol Kesehatan dapat dilihat ketika PSBB mulai dilonggarkan.
Keadaan Pandemik sebagai bencana, punya daya paksa agar masyarakat  mematuhi  Protokol Kesehatan, sehingga pada saat seseorang tidak menjalankan Protokol Kesehatan, sangat  mungkin untuk diberi sanksi.
Pertanyaan besar mengapa sulit sekali bagi masyarakat mematuhi Protokol Kesehatan?
Di tengah Adaptasi Kebiasaan Baru ini, kepatuhan menjalankan Protokol Kesehatan adalah suatu kewajiban, mengapa masih banyak yang tidak menjalankan kewajibannya?Â
Ricoeur mengatakan ada dua peranan penting dalam proses mematuhi suatu kewajiban, yaitu "sebab" atau "motif". Menurutnya "sebab", tidak berdiri sendiri, ada faktor di luar dirinya, dan tidak tergantung pada apa yang dimaknainya, untuk mudahnya: 'saya menjalankan Protokol Kesehatan, agar tidak mendapatkan sanksi'.
Rasa takut akan sanksi tidak tergantung pada dirinya sendiri, apa yang dipikirkan, dikerjakan atau dimaknainya. Jadi menjalankan Protokol Kesehatan bukan karena dirinya sendiri, tetapi  'karena takut mendapatkan sanksi'. Ini terlihat dari cara orang menggunakan masker yang asal pakai, para petugas pengukur suhu di mall, yang asal "tembak" ke dahi pengunjung, mencuci tangan hanya sekedar agar tangannya basah, rela berdesakan untuk mencari hiburan.
Berbeda dengan "motif', yang tumbuh dan berkembang oleh karena pilihan sendiri, didorong oleh penilaian yang ada dalam diri sendiri, bukan dari luar dirinya, keputusannya telah di "volatisasi" (diberi nilai) oleh dirinya sendiri.
Kepatuhan mematuhi Protokol Kesehatan, tergantung pada bagaimana dia mem-volatisasi menjalankan Protokol Kesehatan. Untuk jelasnya: 'Saya menjalankan protokol kesehatan, karena saya ingin sehat dan tidak ingin tertular Covid 19'.