Menuliskan narasi Sound Of Borobudur membutuhkan inspirasi dan kemampuan merangkai kata tingkat dewa. Berawal dari kalimat yang cukup menohok bahwa Borobudur tidak sebatas dimaknai sebagai tumpulkan batu untuk latar belakang selfi, saya membuka ruang kesadaran penuh untuk menelisik apa dan bagaimana sound of Borobudur sebagai satu titik mahadaya peradaban lintas zaman.  Lebih dari 5 x berkunjung ke Borobudur nyatanya saya masih saya belum mampu menjadi pewaris beradaban dari para leluhur. Semoga dengan turut serta menuliskan narasi sound of Borobudur ini menjadi langkah kecil saya  turut serta untuk menggaungkan Sound of Borobudur sebagai sebuah gerakan kebangsaan yang berkelanjutan. Menggoalkan Borobudur pusat musik dunia, sungguh sebuah keniscayaan.
Jalan panjang mewujudkan Sound of Borobudur sebagai satu kesatuan utuh hingga dapat diperdengarkan bahkan dijadikan sebagai warisan budaya yang mengejawantah tentu jauh dari kata mudah. Dinding relief karmawibangga hingga jataka yang selama ini sunyi, oleh para pemiliki dharma yang bertalenta kini mampu menjadi instrumen bunyi-bunyian melalui serangkaian proses kolaborasi. Tiga pengampu Utama Sound of Borobudur yakni Purwa Tjaraka, Tri Utami dan Dewa Budjana tentu tidak sendiri. Sebagai sebuah gerakan kebangsaan, Sound Of Borobudur tentu turut serta membuka ruang dan melibatkan para arkeolog, anthropolog, Akademisi hingga musisi dan pelaku seni budaya lokal lintas daerah dari berbagai pelosok negeri.
Berbicara tentang Sound of Borobudur tentu tidak saja berbicara tentang orang perorang ataupun sekelompok golongan semata. Gaung Sound of Borobudur yang memiliki goal menjadi pusat musik dunia wajib membumi dan menjadi diterima oleh semua lapisan masyarakat, diluar pecinta musik itu sendiri. Seperti halnya gamelan, gending, campursari yang telah banyak dikenal masyarat, Sound of borobudur harus mampu menjadi gerakan budaya yang inklusif. Bermula dari sebuah konser Hybrid sebagai rangkaian dari seminar dan lokakarya 8-9 April 2021, sound of Borobudur yang menurut saya merupakan musik semesta ini harus terus dikumandangkan dan siap  menjadi poros musik dunia
Sengaja saya menggunakan istilah poros musik dunia dalam tulisan ini. Sebab dalam pendapat saya, istilah poros mencipta makna yang jauh lebih aktif dibandingkan dengan pusat. Poros musik juga mampu membuka makna sebagai pemersatu dengan posisi yang lebih egaliter dibandingkan dengan istilah pusat itu sendiri. Sound of Borobudur sebagai Poros musik dunia akan mampu tampil sejajar dan mengharmonisasi musik-musik yang terlebih dahulu dikenal baik yang bersifat etnomusik hingga musik modern.Â
Sound of Borobudur  tak hanya akan menjadi poros musik dunia, melainkan jendela tempat anak bangsa melihat cakrawala peradaban bangsa nan adiluhung. Sebuah proses penelusuran dan transfromasi nilai peradaban bangsa melalui storynomic tourism. Lets Imajine, manakala kita datang ke Borobudur dan menelusur mahakarya Borobudur tiap lantainya dengan diiringi bunyi-bunyian borobudur. Atau saat kita mendarat di Bandar udara Yogyakarta/ Semarang sebagai akses masuk menuju kawasan Borobudur disambut oleh musik semesta sound of borobudur. Pun menjadi musik yang diperdengarkan di  hotel/restaurant yang menjadi stakeholder wisata Borobudur. Tentu akan bertambah energi untuk terus menggaungkan Sound of Borobudur hingga benar-benar mampu menjadi poros musik  dunia.
Kiranya sound of borobudur menjadi darma ditengah pandemi yang melanda, maka menjadi sebuah keniscayaan manakala sound of borobudur menjadi menjadi sebuah jalan seribu kebaikan. Konser virtual amal  untuk bantuan kemanusiaan dunia bukan semata mengganungkan bunyi-bunyian Borobudur melainkan menjadi tuntutan darma setiap manusia untuk saling menguatkan, saling memberi support melalui musik semesta yang membuat semua orang akan kembali bangkit, bersemangat dan terus berkarya sesuai dengan kepribadian dan jatidirinya.Â
Sound of Borobudur bukanlah musik magis dan lantunan mantra, namun energi murni yang berasal dari dimensi waktu saat kejayaan masa lalu itu kembali mewujud, semesta akan membuka ruang kesadaran tiap manusia akan makna kehidupan yang lebih baik. Harmoni alat musik tiup, perkusi ,genta dan lainnya  dalam bunyi-bunyian Borobubur mampu membangkitkan optimisme dalam relung jiwa.
Teruslah bergema Sound Of Borobudur. Kolaborasi yang berkelanjutan dan melibatkan banyak kalangan diluar pelaku seni budaya akan banyak dibutuhkan agar transformasi nilai kebaikan melalui musik berlangsung terus menerus tanpa putus. Sound of Borobudur menjadi babak baru blantika musik semesta yang akan melanglang buana, memberi kesejukan bagi semesta. Layaknya bunyi-bunyian yang menjadi bagian dari seni yang universal, sound of Borobudur menjadi simfoni lintas iman, lintas kepentingan, lintas budaya yang justru akan mengharmonisasikan berbedaan menjadi langgam musik yang indah.Â