Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Perangkai Kata, Penikmat Citarasa Kuliner dan Pejalan Semesta. Pecinta Budaya melalui bincang hangat, senyum sapa ramah dan jabat erat antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ibarat Investasi, Dampak Positif Omnibus Law Tidak Serta Merta Seketika

24 September 2020   08:03 Diperbarui: 24 September 2020   08:15 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: hariandewata.com

Jika selama ini ada istilah sebelum janur kuning melengkung, maka sah saja seseorang mengupayakan jalinan relasi antara laki-laki dan perempuan. 

Sama halnya dengan proses perampungan Omnibus law, sebelum disahkan maka semua kalangan berhak untuk menyempurnakan cara pandang/paradigma terhadap penerimaan lahirnya Omnibus law itu sendiri.

Konsistensi untuk terus mengawal rekor perundang-undangan yang dipadatkan tersebut nyatanya masih cukup ekslusif hanya dikalangan tertentu saja. Bukan sebatas pada Omnibus law semata, memang ranah legislatif selama ini belumlah menjadi hal yang inklusif. Akses terhadap proses hingga sosialiasi Undang-undang yang ada selama ini cenderung hanya milik anggota DPR-Pemerintah serta stake holder terkait saja. Belum banyak masyarakat yang mau diajak melek hukum, setidaknya memahami sebuah perundang-undangan dari hulu ke hilir.

Tidak populis, demikian komentar salah satu aktifis serikat pekerja nasional di Lamongan, Ari Hidayat saat saya tanyakan melalui Whatsaap perihal adanya dukungan buruh dan kemungkinan besar Omnibus law disahkan.

Ya, proses omnibus law mendapat tantangan dari kondisi eksternal berupa dampak pendemi yang banyak melahirkan PHK, dan stagnasi ekonomi di sektor industri. Sejauh ini mereka yang memacu diri menjadi kreatif dan memiliki mental wirausaha nyatanya memandang bahwasanya Omnibus law itu punya sisi positif sehingga harus didukung pengesahannya.

Sebutlah mas Alex Broto, salah satu karyawan swasta yang berkantor di bilangan Palmerah. Perusahaan tempatnya bekerja merupakan salah satu perusahaan media besar di Indonesia. Karyawannya saya yakin lebih dari puluhan ribu. Ketika saya bertanya adakah tanggapan positif jika Omnibus law berhasil disahkan, rangkaian  kalimat optimis berikut langsung menjadi jawaban :

1. Peluang lapangan kerja baru akan bertambah pesat (mendatangkan investor)
2. Efisien biaya (pengeluaran biaya perusahaan terkait tenaga kerja lebih spesifik) kalau secara pencatatan bisa accounting by activity
3. Hak buat yg kena PHK, ada tunjangan masa tenggang kalau nggak salah
4. Kontrak kerja bisa berulang/seumur hidup, membuat masing-masing individu terpacu berwira usaha.

Lebih lanjut mas Alex menambahkan, "Mungkin kalau di pabrik, yang kaitannya lembur beda antara kontrak dan yang tetap".

Bagi karyawan swasta non buruh, selama prestasi kerja dapat dipertanggungjawabkan,maka seperti point' 4.

Sejauh ini para pekerja muda di sektor swasta cenderung cuek dengan perundang-undangan yang ada. Toh selama peluang kerja tersedia, satu-dua bulan kerja di satu tempat , bulan berikutnya bisa pindah tempat kerja lagi. Berbeda halnya jika peluang kerja semakin sulit. Pilihannya mau tidak mau berwira usaha.

Ya, banyak hal menarik terkait Omnibus law yang sayang untuk dilewatkan. Saya pun mencoba memancing pembicaraan dengan berbagai pihak baik mereka yang ahli hukum, pelaku usaha /UMKM dan beberapa lainnya. Sayang, tidak semua orang memiliki waktu untuk sekedar tahu apa dan bagaimana Omnibus law. 

"Wah, maaf saya tidak tahu" atau "saya tidak bisa berkomentar tentang Omnibus law, karena belum baca draftnya" begitu saat saya mencoba mengajak diskusi daring salah satu project manager perusahaan logistik yang belakangan terlibat aktif dalam pemberdayaan pelaku UMKM di Jabodetabek sebagai mitra kolaborasi perusahaannya.

Teramat disayangkan, proses Omnibus law belum menjadi inklusif dan bisa mengajak banyak pihak untuk berpartisipasi aktif, atau sekedar peduli hingga mau menelusur garis besar RUU sapu jagad ini.

Sebuah hasil riset tentang persepsi pekerja oleh Departemen statistik   IPB dan Cyrus network yang dipresentasikan pada April 2020 menyebutkan bahwa 81,2 % responden setuju  Omnibus Law Cipta Kerja dapat menciptakan lapangan kerja. Sementara  12,5% yang tidak setuju (sumber kompas.com). Itu artinya hanya sebagian kecil saja yang masih menolak, namun memiliki gerakan yang masif hingga terlihat sebagai sebuah kelompok besar.

Yang perlu kita pahami adalah Omnibus law ini ibarat sebuah investasi, maka dampaknya pada masing-masing klaster tidak serta merta dapat langsung dirasakan oleh stakeholder terkait. Termasuk kekhawatiran kalangan buruh berkenaan dengan stigma negatif Omnibus law itu sendiri.

Klaster investasi menjadi salah satu kunci menjawab semua kekhawatiran. Sebab menyangkut ketenagakerjaan, UMKM ,pajak dan lain-lain akan secara langsung terkait dengan investasi. Demikian kepala BKPM , Bahlil Lakadalia menyebutkan dirinya setuju bahwa dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini tidak berpengaruh di tahun ini dan baru pada realisasi investasi tahun depan. Oktober selesai, dan mulai efektif sebulan setelahnya, maka minim waktu di tahun ini," (kontan.co.id)

Senada dengan apa yang disampaikan Hemasari Dharmabumi selaku Pakar Ketengakerjaan Indonesian Consultant at Law (IClaw) dalam kompas.com, serikat pekerja seharusnya mendukung penciptaan lapangan kerja melalui Omnibus Law Rancangan Undang. 

 Menjadi sangat aneh apabila serikat pekerja tidak mendukung upaya pemerintah mengurangi pengangguran. 

"Serikat pekerja tidak bisa anti terhadap investasi. Kenapa? Karena gerakan mereka itu gerakan industrialis. Artinya serikat pekerja ada kalau industrinya ada," imbuh Hemasari melalui kompas.com.

Nah, siapkah kita untuk menjadikan omnibus law sebagai sebuah investasi? Awali dengan paradigma berfikir positif bahwa rancangan undang-undang tersebut memang bukan produk hasil SIM salabim yang bisa menjawab semua permasalahan, khususnya menyangkut ketenagakerjaan. Semua butuh waktu dan proses agar masing-masing klaster maksimal dalam bersinergi dan benar terasa manfaatnya pada rentang waktu 1 tahun setelah disahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun