Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Perangkai Kata, Penikmat Citarasa Kuliner dan Pejalan Semesta. Pecinta Budaya melalui bincang hangat, senyum sapa ramah dan jabat erat antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Omnibus Law di Antara Prioritas Prolegnas atau Solusi Peraturan Lintas Batas?

13 Agustus 2020   23:00 Diperbarui: 13 Agustus 2020   23:01 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Indonesiabaik.com

sumber infografik Antara.com
sumber infografik Antara.com
Benarkah hanya terkait dengan pekerja asing saja yang menjadi satu-satunya alasan di balik penolakan pekerja formal dalam hal ini buruh? 

Ternyata tidak. Kompas.com merangkum alasan buruh (KPSI) menolak Omnibus Law yakni Hilangkan Upah minimum yang ada di UU no 13/ 2003 tentang ketenagakerjaan; hilangnya pesangon, Outsourcing yang dimaksimalkan dengan penggunaan tenaga kontrak tanpa batas, eksploitasi jam kerja, penggunaan tenaga asing tanpa skill, hilangnya jaminan sosial berupa dana pensiun dan jaminan kesehatan, tidak ada sanki pidana bagi pengusaha yang melanggar aturan.

Poin yang digarisbawahi para pekerja formal seolah menguatkan bahwa omnibus law dalam hal ini yang terkait dengan RUU cipta kerja dibuat untuk kepentingan pengusaha semata. Adakah upaya untuk memediasi ketua pihak dalam hal ini pengusaha dan pekerja sehingga tercipta win-win solution?

Berbeda halnya dengan para pelaku UMKM yang justru mendapat banyak support di tengah penggodokan Omnibus law. Angin segar dari berbagai kalangan memberi bantuan agar roda perekonomian di garda terdepan terus berputar. Infrastruktur digital pun siap mendukung UMKM Go onlie. 

Lantas apakah mereka serta merta mendukung bahkan menerima omnibus law. Secara resmi belum begitu gencar terdengar gerakannya memang. 

Lantas bagaimana dengan pemberlakukan pajak bagi transaksi UMKM dan transaksi digital, yang tentunya ini akan masuk dalam omnibus law cluster perpajakan.

Konsep pemberdayaan UMKM seperti apa sih yang akan disusun dalam omnibus law? Apakah support dalam hal ini pemberian modal berupa Kredir usaha sejenis KUR? Atau pola bapak asuh /pembinaan oleh BUMN/hibah lembaga melalui pemberian dana CSR (Corporate social Responsibilility?)

Siapkah UMKM yang berada di pelosok wilayah Go Digital ditengah tuntutan penguasaan tekhnologi komunikasi yang mendukung daya saing pemasaran online? 

Tentu ini hanyalah beberapa belanja masalah yang perlu dihimpun dan dicarikan solusi, bahkan bisa jadi ini menjadi cikal bakal irisan yang bersinggungan dengan UU ITE.

Sebagai orang baru seumur jagung merintis usaha kecil, saya berharap Omnibus law cluster UMKM ataupun cluster lainnya tidak saja menjadi produk yang disegerakan begitu saja sebagai prioritas prolegnas semata, melainkan menjadi solusi peraturan lintas batas. Sehingga tidak ada lagi sekat antara pekerja formal, ataupun pekerja mandiri pelaku UMKM. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun