Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Perangkai Kata, Penikmat Citarasa Kuliner dan Pejalan Semesta. Pecinta Budaya melalui bincang hangat, senyum sapa ramah dan jabat erat antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menanti Subtansi Keberpihakan RUU "Cilaka" Tanpa Dibayangi Demonstrasi Penolakan Omnibus Law

5 Agustus 2020   22:30 Diperbarui: 5 Agustus 2020   22:53 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apresiasi sekaligus rasa salut saya sampaikan kepada mereka yang selama masa pendemi masih mau meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengkaji kebijakan dalam hal ini rancangan Undang-undang. Sudah menjadi tuposi sekaligus kewajiban para anggota DPR RI beserta pemerintah dalam hal ini selaku mitra kerja terkait untuk merampungkan kinerja kebijakan menyusun Undang-undang. 

Omnibus law satu dari sekian terobosan kebijakan yang digodok ditengah wabah Covid-19 yang belum mereda. Awalnya saya tidak melirik tentang apa itu omnibus law. Banyak teman yang menulis hingga aktif di media sosial sekedar untuk mencermati hingga mengkritisi.

Sebenarnya apa sih urgensi Omnibus Law alias Undang-undang sapu jagat yang sedang diasah bak pedang yang memiliki lebih dari 2 mata sekaligus? Saya membayangkan membuat 1 kebijakan undang-undang yang mengatus 1 sektor kehidupan saja pasti sudah "mumet" alias sakit kepala. I

ni dalam omnibus law ada beberapa aturan yang akan disinergikan menjadi satu secara beririsan satu sama lain. Apa tidak bikin sakit kepala tuh Omnibus Law? Atau malah sebaliikny? dari 11 formula kebijakan tersebut justru diharapkan mampu menyederhanakan pasal demi pasal dan klausul hukum agar tidak saling tumpang tindih antar Undang-undang baik yang sudah ada ataupun yang sedang dalam rancangan.

Adapun 11 substansi omnibus law yang melingkupi Penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, Ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, Kemudahan berusaha, Riset dan inovasi, Administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi (menghapus pidana) pengadaan lahan serta kemudahan proyek pemerintah dan kawasan ekonomi ini yang kemudian menjadi cluster RUU Cipta lapangan kerja atau disingkat Ciptaker. Namun ada pula yang menyebut dengan singkatan berkonotasi negatif yakni RUU Cilaka.

Menariknya lagi justru RUU Cilaka ini yang banyak dikritisi. Sebagai seseorang yang tidak terikat kerja dengan perusahaan secara formal saya sedikit bingung harus dari mana saya menelusuri muara keberpihakan RUU yang tengah ramai diperdebatkan ini. Melalui komunikasi dengan kawan yang aktif di salah satu serikat pekerja di Jawa Timur saya mencoba bertanya sekaligus berdisikusi secara daring kenapa omnibus law ini menjadi polemik ditengah pendemi.

Ada bahasa yang cukup heroik dimana disebutkan bahwa konon RUU Cilaka dinilai menabrak UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dalam hal ini  27 ayat (2) UUD NRI 1945, menyebutkan bahwa "Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".

Jawaban yang saya nilai masih belum mengerucut pada pokok permasalahan itu pun terus saya kejar, dimana letak tabrakan yang dimaksud. Lantas ia pun bercerita bahwa pekerja sektor formal akan cenderung dirugikan dengan pemberlakukan sisem Outsourcing/pekerja kontrak  yang terkesan dilanggengkan. 

Belum lagi ada indikasi pekerja dibatasi untuk memperoleh kebebasan berserikat, belum lagi perusahaan bisa dengan mudah melakukan PHK secara sepihak.

Jujur saja, berdiskusi tentang RUU "Cilaka" yang konon masuk dalam agenda omnibus law membuat saya pusing. Bayang-bayang penolakan omnibus law yang masih dalam rancangan ini rencananya akan digelar oleh serikat pekerja dan buruh secara nasional melalui aksi demonstrasi besar-besaran. 

Sangat disayangkan, Informasi yang beredar tentang omnibus law di kalangan pekerja formal agaknya memang masih sepotong-sepotong. Apalagi bagi saya yang awam. 

Satu hal yang menjadi pertanyaan mendasar bagi saya, jika dalam Omnibus law RUU "Cilaka" ada klausul menyangkut UMKM maka dimana suara dan aspirasi pelaku UMKM ini akan ditampung sehingga ada titik terang keberpihakan RUU Cilaka.

Ya selama pendemi ini Pelaku UMKM seolah menjelma menjadi ujung tombang mikro ekonomi yang tetap bergulir. Suport terhadap pelaku UMKM datang dari berbagai kalangan. Hingga mereka yang terkena PHK pun banting setir membuka usaha kecil rumahan. 

Begitu pula halnya dengan saya, yang melihat peluang bagi pertumbuhan UMKM di Indonesia masih cukup siginifikan. Bahkan banyak masyarakat bertahan secara ekonomi di tengah Pandemi dengan mengandalkan geliat usaha kecil mereka cukup dari rumah dengan memanfaatkan akses digital untuk pemasaran. 

Bukankah hal ini juga membutuhkan payung hukum sekelas Omnibus law yang konon akan menjadi support sistemis bagi pelaku UMKM?

Andai Para legislator di senayan saya mampu menghadirkan perwakilan pelaku UMKM yang peduli dengan Omnibus law ini untuk saling memperkaya muatan payung hukum lintas sektoral ini, maka demonstrasi bukan menjadi satu-satunya saluran bagi penyampaian aspirasi terkait proses pembuatan Undang-undang. 

Kompleksitas Omnibus law harus memberi akses pada banyak kalangan/ pihak untuk urun rembug. Butuh waktu yang lebih untuk menciptakan undang-undang yang multi sektor. 

Meski proses peninjauan kembali atas sebuah peraturan bisa dilakukan dengan menembuh Judicial Review melalui Mahkamah Konsitusi, namun akan lebih elok jika pro kontra omnibus law bisa berjalan dalam koridor hukum dan norma dengan tetap mengedepankan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Semoga RUU Omnibus Law mampu menjadi formula kebijakan yang mampu mengurangi beban "sakit kepala" bagi mereka yang tengah mengalami himpitan ekonomi akibat dunia kerja yang tengah mengalami tekanan resesi global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun