Cerita Sebelumnya, (biar tidak ahistoris, monggo dibaca 2 episode diatas)
 Matahari sudah kembali ke peraduan. Sandi kala di Desa Gagah Dara kali ini berbeda dari biasa. Suara jangkring dan serangga sawah sementara redam oleh bunyi -bunyian yang berasal dari rumah Mbok Lurah. Sebagian warga telah kembali dari surau desa. Pertanda waktu Thoyib melamar Srikendi tinggal hitungan menit.Â
Berdasarkan waktu yang disepakati kedua belah pihak, sesaat setelah kumandang azan Isya, Thoyib beserta rombongan akan berjalan menuju rumah mbok lurah.Dua keluarga yang berbeda strata akan menyatukan keturunan mereka setelah lamaran malam ini. Dalam malam lamaran tersebut akan dibicarakan pula kapan waktu yang tepat bagi Thoyib dan Srikendi menikah.Â
"Yib, sore tadi tidak lupa nyekar ke makam simbok dan bapakmu tho?" suara lelaki setengah baya memecah keheningan di rumah keluarga Thoyin
"Sudah Wa, Saya kirim doa sekaligus minta restu dari  Simbok dan Bapak" Kalem Thoyib menjawab pertanyaan dari laki-laki yang dipanggilnya Wa atau Uwa alias Pakdhe
Dialah laki-laki yang selama ini mengasuh dan membesarkan Thoyib. Kakak dari Simbok yang meninggal sesaat setelah bayi merah berkalung usus itu berhasil keluar dari rahim. Antara hidup dan mati, nyatanya hanya  si jabang bayi  yang berhasil diselamatkan oleh bidan desa satu-satunya. Thoyib lahir sebagai piatu. Tak hanya itu, saat Thoyib berumur 8 bulan, kabar tragis datang dari sebrang. Bapaknya yang selama ini bekerja sebagai buruh tambang mengalami kejadiaan nahas.Â
Thoyib menjadi yatim piatu pada usia yang belum genap 1 tahun. Beruntung Wa Ali yang menjadi guru ngaji di Desa Gagah Dara menjadi pengganti orangtua  selama ini. Istri Wa Ali pun ikhlas menjadi ibu sambung bagi Thoyib. Thoyib tumbuh menjadi anak yang tidak kurang perhatian. Meski dibesarkan dalam kesederhanaan, nyatanya Thoyib menjadi lelaki yang penuh dengan keberuntungan. Melamar Srikendi meski harus dengan sekian syarat yang harus diajukan pun menjadi satu keberuntungan yang tidak disangka-sangka.
Malam itu tidak banyak orang berada di rumah Thoyib. Hanya sekitar 6-8 orang saja termasuk Thoyib yang menjadi rombongan lamaran itu. Begitupun dengan "ubo rampe"Â yang disiapkan untuk diberikan kepada keluarga Srikendi. Meski Thoyib sudah menyandang status milyander dengan uang hadiah yang dia peroleh, namun kesederhanaan itu tetap bertahan.
Rengginang, Jenang, wajik, manco, Pisang raja dan beberapa jajanan tradisional telah siap dengan jumlah yang tidak berlebihan. Sepasang ayam jantan dan betina telah diikat kakinya siap untuk dibawa serta. Begitupun gula, teh, kopi, kelapa dan beras yang tidak seberapa turut pula menjadi pelengkap. Khusus untuk Srikendi, Istri Wa Ali telah menyiapkan peningset berupa kain batik, Kebaya, Bedak, Gincu dan yang utama adalah sebuah cincin emas dengan berat ala kadarnya.