"Duh Gusti..paringono sabar" lirihnya
"No...Parno..." Lantang mbok lurah memanggil pesuruh kepercayaan
Laki-laki tinggi dengan perawakan ceking itu muncul tergopoh
"Nggih Bu" seketika Parno sigap dan siap menjalankan perintah mbok lurah
Lengkap mbok lurah memberi arahan atas apa yang harus Parno lakukan.
Parno yang sudah mengabdikan diri sejak kali terakhir mbok lurah menjabat, langung menunaikan apa yang harus dilakukan demi tetap berlangsungnya acara lamaran antara Srikendhi dan Thoyib.
Kaki panjangnya bergegas mengayuh sepeda ontel menuju balai desa. Lembaran kertas yang dia bawa, dimasukkannya dalam tas plastik  berwana hitam. Dicantelkan di sisi kiri pegangan setang. Peluhnya mengucur membasahi kemeja berbahan tipis yang warnanya telah memudar. Parno begitu semangat untuk menyambut acara malam nanti. Sebab mbok lurah memberinya baju baru yang bagus dalam ujuran lelaki yang bernama lengkap Suparno itu.
Tiba di depan balai desa, Parno menghentikan kayuhan sepeda. Kendaraan roda dua tanpa motor itu dia tuntun memasuki pelataran yang sudah setahun ini dipasang paving block. Dana desa merubah wajah pembangunan di Gagah Dara. Berbeda dengan jaman ketika mbok lurah masih menjabat dulu. Hanya kas desa tyang berasal dari tanah bengkok yang menjadi harapan atas laju pembangunan. Selebihnya dari gotong royong warga yang dengan suka rela menyokong kepemimpinan mbok lurah yang arif bijaksana.Â
Seksana Parno melihat sekitar. Beberapa sepeda kayuh berbaris rapi. Jumlahnya lebih banyak dari biasanya. Begitupun Sepeda motor yang terparkir di halaman pusat pemerintahan desa yang sudah hampir setengah abad dia tinggali. Ada pula kendaraan roda empat dengan logo aparat keamanan. Benar kata mbok Lurah, ada rapat di Balai Desa.Â
Memasuki serambi bangunan yang baru selesai di pugar , Parno menajamkan pendengaran. Bukan bermaksud nguping. Tapi Parno harus menjalankan pesan mbok lurah bahwa missi yang dia emban untuk menyampaikan titipan lembaran kertas dari Srikendi untuk Kang Carik, jangan sampai menjadi konsumsi publik penghuni balai desa yang lain. Mbok Lurah tidak ingin, ada kesan mempertahankan kekuasaan setelah mbok lurah tidak lagi menjabat dengan tetap menjadikan Kang carik sebagai bawahannya seumur hidup,
Langkah Parno pun tertahan hanya sampai di teras samping balai desa. Dia duduk di sebuah bangku kayu tempat beberapa pamong desa kerap merokok saat ada waktu luang dan tidak ada pekerjaan. Dalam batin, Parno berharap rapat lekas selesai. Sebab acara malam lamaran alias tunangan Srikendi malam nanti tinggal hitungan jam.Â