Mohon tunggu...
taminsuwito
taminsuwito Mohon Tunggu... Seniman - Keberuntungan selalu menyertaiku

Kemanusiaan Seperti Terang Pagi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Konspirasi atau Realita?

27 April 2019   21:56 Diperbarui: 27 April 2019   22:14 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gumuk Pasir Yogyakarta, File Pribadi

Saya pernah menulis mengenai suatu hal tentang Pemilihan umum tahun ini, bahkan prediksi saya. Akan tetapi tidak saya publikasikan di khalayak sosial media, ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa tak saya publikasikan. 

Di artikel Kompasiana kali ini saya akan sedikit memberi pandangan saya mengenai Pemilu 2019 ini dari segi aspek sosial kultural budaya Indonesia. Konspirasi atau Realita. 

Pemilu tahun ini menggandung banyak hal yang bisa dipermasalahkan bahkan di apresiasi. Pemilu yang sejatinya bisa membawa angin perubahan bagi seluruh warga negara Indonesia dari lima tahun silam,  periode Presiden Bapak Ir. Joko Widodo yang lalu (yang nampaknya akan melanjutkan visi misinya dalam lima tahun kedepan menurut laman berbagai lembaga survey yang ditayangkan di seluruh layar kaca TV). Dan pemilu yang seharusnya tidak merenggut banyak nyawa.

TPS 02 di kelurahan Kemejing Kabupaten Gunungkidul, saya sebagai warga negara mencoba mengawal pemilu tersebut, dengan kultur masyarakat dusun yang mengais rejeki dari bertani dan bercocok tanam, sekitar 187 daftar pemilih tetap yang datang ke TPS dengan anggota KPPS sebanyak 7 orang dibantu dengan linmas 2 orang dan 1 orang warga yang diperbantukan untuk menyiapkan segala kebutuhan petugas KPPS. 

Pemilu yang dilaksankan sesuai aturan dan tata cara yang berlaku hingga selesai dikirim membutuhkan waktu hingga shubuh esok paginya. Memananusiakankah? menurut pandangan saya tidak. 

Hingga sampai artikel ini ditulis para elit masih berdebat dengan siapa yang menang, pantaskah? menurut saya tidak. itu baru di TPS 02, belum hingga ke TPS pelosok nusantara lainnya. 

Bayangkan rakyat yang dibawah, petugas KPPS yang mengorbankan waktunya dengan mendapat upah SPJ yang tak banyak bahkan hingga nyawa menjadi tumbalnya, runtut hingga sampai pegawai KPU Pusat, para elit masih berdebat dengan data, dengan menunjukan dan menasbihkan bahwa "saya" yang menang, Indonesiakah? Berbudayakah? saya jawab dengan lantang tidak. 

Indonesia mempunyai kultur budaya yang seyogyanya bisa mengayomi seluruh kalangan, pintar-bodoh, kaya-miskin, berpendidikan-atau bahkan kalangan yang tak pernah bisa membaca atau menulis, kali ini kultur budaya itu nampak perlahan mulai pudar hingga saya pribadi melihatnya menjadi terkotak-kotak menjadi golongan Si A, Si B, Si C dan golongan lainnya. Akan seperti itukah hingga tanggal 22 Mei 2019 saat KPU mengumukan siapa yang akan menjadi Presiden periode 2019-2024? . 

Lantas kemana ketokohan para cendekiawan saat ini? sebenarnya mereka ada akan tetapi tertutupi dengan pemberitaan yang lainnya di media sosial, media penyiaran, media cetak dan media-media lain. Banyak tokoh dan kalangan terpelajar yang mencoba meredam betapa panasnya suhu politik Indonesia saat ini akan tetapi kembali lagi ke statement saya tadi, mereka tertutupi. 

Konspirasi atau realita? Semoga apa yang saya tulis ini menjadi bahan renungan kita semua, bahwa Negeri ini membutuhkan ketenangan dan ketentraman, biarkan petani memanen sawahnya, biarkan guru-guru mengajar murid-muridnya, biarkan rakyat bahagia dengan caranya tanpa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun