Mohon tunggu...
Gustamar
Gustamar Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia

Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kedigdayaan Kedaulatan Rakyat dalam Aksi di Indonesia dan Hongkong

29 Oktober 2019   10:28 Diperbarui: 29 Oktober 2019   10:46 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kedaulatan Rakyat berhubungan erat dengan pengertian perjanjian masyarakat dalam pembentukan asal mula negara (kontrak sosial). Kedaulatan rakyat berarti bahwa yang terbaik dalam masyarakat adalah yang dianggap baik oleh semua orang yang merupakan rakyat.  

Kedaulatan yang dianut Bangsa Indonesia rakyat berkuasa menentukan bagaimana negara dikelola untuk menentukan berlangsungnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam perwujudannya rakyat memberikan mandat kepada orang-orang yang dipilihnya melalui pemilihan umum

Di Indonesia beberapa waktu lalu kedaulatan yang diberikan oleh rakyat tidak dijalankan dengan baik oleh salah satu penyelenggara kekuasaan yang diberikan mandat yaitu DPR,  dengan mengesahkan undang-undang (UU) KPK dan pembuatan rancangan undang-undang KUHP, Pertanahan, PK-S dan Permasyarakatan yang tidak mengakomodir dengan baik pasal-pasal yang sehingga menimbulkan penolakan tehadap hal itu dengan diadakannya gelombang aksi demonstrasi yang dimotori oleh mahasiswa di berbagai daerah yang dilakukan secara serentak. Aksi tersebut dilaksanakan dalam beberapa hari yang berpusat di Gedung Wakil Rakyat DPR dan DPRD dengan tujuan menegakan kedaulatan rakyat.

Aksi demonstrasi tersebut lebih menyoroti UU KPK yang secara prinsip berpotensi untuk melemahkan institusi KPK itu sendiri seperti adanya dewan pengawas yang membuat langkah KPK dalam menindak pelaku korupsi dikebiri sehingga penyelenggara kekuasaan negara lainnya yang diberikan mandat oleh rakyat yaitu Presiden harus menyikapi persoalan dengan bijaksana dan juga RUU KUHP yang digondok ada beberapa pasal perlu dikaji ulang antara lain pasal yang mengatur hubungan privasi antar manusia seperti kumpul tanpa nikah resmi, kebebasan pers dan lain-lain.

Hongkong dipimpin oleh kepala eksekutif DAK yang menominasikan para pejabat utama untuk diangkat oleh Dewan Negara Republik Rakyat Tiongkok (Pemerintah Rakyat Pusat). Walaupun Hongkong merupakan bagian dari Republik Rakyat Tiongkok tapi menggunakan prinsip konstitusionalnya satu negara dua sistem, pemerintah bertugas dalam urusan dalam negeri dan luar negeri.

Sedangkan penyelenggara kekuasaan pada badan legislatif merupakan sebuah lembaga yang dipilih secara semidemokratis yang terdiri dari 70 anggota, 35 yang dipilih secara langsung melalui lima konstituen geografis (GCS) di bawah sistem perwakilan proporsional dengan metode sisa terbesar dan kuota sederhana, sementara 30 lainnya dipilih secara tidak langsung melalui konstituen fungsional (FCS) berbasis pertukaran dengan pemilih yang terbatas.

Di bawah paket reformasi konstitusi yang lolos pada tahun 2010, ada lima Dewan Distrik (Kedua) konstituen fungsional baru dicalonkan oleh Anggota Dewan Distrik dan dipilih oleh pemilih seluruh Hongkong.

Penyerahan Kedaulatan rakyat di hongkong juga kepada penyelenggara kekuasaan negara tidak berjalan dengan baik itu dibuktikan dengan adanya rentetan gelombang demonstrasi yang tidak berkesudahan di awali oleh penolakan massa terhadap RUU Ekstradisi atau lebih lengkapnya disebut The Fugitive Offenders and Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Legislation (Amendment) Bill 2019, dimana membuat seorang pelanggar hukum bisa diadili di China daratan untuk mengahadapi proses peradilan. Hal ini menimbulkan gelombang protes masyarakat Hongkong karena mengkhawatirkan pengadilan berjalan tidak adil.

Proses aksi yang berlangsung lama itu membuat Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah menunda RUU tersebut "hingga batas waktu yang tidak ditentukan." demi menenangkan massa. Tapi hal itu tidak menghentikan gelombang aksi yang sudah melebar kepada  ketidakpercaayan pendemo terhadap pemerintahan.

Persamaan dari aksi yang digelar di Indonesia dan Hong Kong yaitu dalam tuntutan keduanya sama-sama menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dikeluarkan oleh pemerintah negara masing-masing, demonstrasi yang terjadi telah membuahkan hasil, dengan penundaan RUU yang dianggap kontroversial dan sedangkan undang-undang KPK yang sudah disahkan oleh DPR-RI oleh Presiden berencana akan mengeluarkan perppu, kemudian di Hongkong tepatnya pada tanggal 15 Juni pemimpin Hong Kong Carrie Lam menetapkan untuk penundaan RUU Ekstradisi.

Namun aksi demonstrasi di hongkong berlangsung dengan durasi waktu yang lama hingga pada saat sekarang masih terus berlangsung menyebabkan terganggunya roda perekonomian sedangkan di Indonesia tuntutan dari aksi di akomodir dengan baik oleh Presiden dan DPR sehingga tidak berlangsung dengan waktu yang lama walaupun tuntutan tehadap keluarnya Peraturan pengganti Undang-undang pengganti Undang-Undang KPK belum diterbitkan oleh Presiden dapat menjadi blunder bagi pemerintah karena kedaulatan rakyat adalah milik rakyat yang harus dilaksanakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun