Mohon tunggu...
Cerpen

Sambut Situasi Sambut Solusi

18 November 2018   10:36 Diperbarui: 18 November 2018   11:40 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku -seorang pemandu wisata bernama Fira berusaha untuk menjalankan tugasku dengan sebaik-baiknya, terutama pada situasi seperti ini. Terjebak di tengah hutan bukanlah hal yang aku dan orang-orang yang ada di dalam bus tua milik Her ini inginkan. Yang aku percaya, di balik setiap situasi---baik dan buruk pastilah ada sesuatu yang ingin Tuhan perlihatkan kepada setiap makhluk bernyawa yang Tuhan tunjuk untuk terlibat. Berbekal kalimat terakhir itu, aku berusaha menguatkan diri. Karena, bagaimana mungkin aku membuat ketujuh orang ini nyaman jika aku sendiri masih merasa tak terima dengan situasi ini.

Fred baru saja keluar dari bus tua ini untuk buang air besar. Aku pikir tak ada salahnya membiarkan Fred keluar dari bus tua ini, toh Ia lebih mengenal medan di hutan konservasi ini daripada diriku sendiri. Dan tersisalah aku bersama enam orang lainnya yang memiliki perbedaan latar belakang. Perbedaan latar belakang, ulangku dalam hati. Harus aku apakan perbedaan ini, batinku.

Ketika jarum di jam tangan analogku menunjukkan waktu 17.45, aku mendengar suara pluit dari hutan. Tanpa ragu, aku percaya bahwa itu adalah Fred. Namun, apa yang terjadi padanya sampai Ia meniupkan suara pluit sekencang itu aku tak tahu. Takut terjadi sesuatu yang tidak baik pada Fred, aku meminta Lukman untuk mencarinya. Lukman pun langsung setuju dan bergegas menuju hutan dengan lampu senter dari ponselnya yang masih memiliki daya 70%. Sementara atmosfer di dalam bus semakin mencekam dengan suara tarikan napas Kevin yang mulai terdengar. Aku harus melakukan sesuatu.

Kondisi fisik mereka berbeda, batinku. Kanaya takut pada kegelapan, sedangkan potensi asma Kevin meningkat seiring berjalannya waktu. Di sisi lain, kaki Anggi baru saja terkilir. Dan Her, memiliki riwayat penyakit jantung. Satu-satunya orang di dalam bus tua ini yang sedang dalam keadaan sehat baik fisik maupun mental adalah Prita, selain aku tentunya. Dengan 35% daya pada ponsel miliknya, kuminta Prita untuk memutar lagu pengantar tidur. Kevin pun tertidur dalam dekapan Prita tak lama kemudian.

Sayangnya, Kanaya merengut seiring ponselnya yang mulai kehabisan daya sehingga menampakkan cahaya temaram. Aku pun menyarankan Kanaya untuk memakan cokelat yang dibawanya. Sembari mengunyah, aku menjelaskan pada Kanaya mengapa cokelat mampu membuat seseorang merasa rileks sampai dirinya tertidur ketika bungkus pertama cokelat tersebut habis.

Tiba-tiba pintu bus terbuka dengan suara gebrakan yang kencang sampai-sampai membuat tubuh kedua orang yang sedang tertidur tenang tadi menggeliat, Prita yang masih terjaga sontak menengok, dan kamera mirrorless milik Anggi yang duduk di sebelahku hampir terjatuh dari tangan akibat kaget. Dari tempatku duduk, aku melihat sepasang kaki bersepatu bot penuh tanah merah diikuti sepasang kaki bersepatu kets memasuki kabin bus tua ini. Benar, dua pasang kaki itu adalah milik Fred dan Lukman. Rupanya mereka menggotong seekor induk orangutan yang kakinya terluka. 

Mereka kemudian mendudukkan induk orangutan itu di dek. Fred segera menggapai ranselnya dan mengambil pertolongan pertama. Kini aku mengerti mengapa Fred meniupkan pluitnya dengan kencang. Kaki orangutan ini terluka cukup parah. Aku bisa melihat darah segar yang tercucur tanpa henti dari kaki orangutan itu. Bahkan orangutan itu terlihat gelisah karena menahan rasa sakit. Hebatnya, Fred dapat menenangkannya. Orangutan itu kemudian terduduk lesu sambil menatap Kami---penghuni bus yang belum tertidur dan kebetulan sangat penasaran.

Kini jarum jam di tanganku menunjukkan pukul delapan belas lewat sepuluh menit . Anggi masih merekam apapun yang tengah terjadi menggunakan kamera mirrorlessnya. Aku teringat akan sisa nasi box tadi siang. Dan aku tahu siapa wisatawan yang betul-betul sedang kelaparan. Lukman dan Prita. 

Sepasang suami istri itu seingatku tidak makan siang tadi karena tiba-tiba saja asma Kevin kambuh sehingga keduanya harus memfokuskan diri pada Kevin. Lantas kuberikan nasi box tersebut karena memang itu hak mereka sedari awal.

Suara motor terdengar ketika Prita hampir saja mendaratkan suapan pertamanya di mulut. Aku segera keluar dari bus tua dan menuju sumber suara. Syukur kehadirat Tuhan, penjaga hutan sudah datang dengan beberapa peralatan otomotif meskipun telat beberapa menit. Aku pun langsung bersemangat untuk memberitahu Her. Karena alatnya tepat, bus tua ini pun kembali sehat setelah ditangani Her. Aku segera meminjam ponsel Prita untuk membatalkan bantuan tumpangan dari temanku. Bus tua ini kemudian melaju bersisian dengan si penjaga hutan untuk meninggalkan kegelapan yang agaknya hendak memeluk kami.

Di dalam bus, Anggi dan Kevin yang sudah terbangun dari tidurnya banyak sekali bertanya kepada Fred tentang orangutan yang dibawanya, bagaimana Ia menyembuhkan luka di kaki orangutan itu, dan banyak lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun