Mohon tunggu...
Talitha Qothrunnada
Talitha Qothrunnada Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Minimnya Penanganan Kasus Pelecehan Seksual di Indonesia

30 Juni 2022   20:26 Diperbarui: 30 Juni 2022   21:04 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Harassment vector created by freepik - www.freepik.com

Tingkat pelecehan seksual di Indonesia bisa dibilang sangat memperihatinkan dan minim penanganan dari pihak berwajib. Seperti yang baru-baru ini terjadi di Gresik, didapati aksi seorang pria paruh baya mencium anak perempuan di depan sebuah warung dan aksinya ini dilakukannya pada siang hari. Sang anak yang tidak tahu apa-apa hanya bisa diam dan tidak menangis. Kondisi ini wajar karena bisa dibilang sebagai respon syok seseorang.


Namun, Kapolsek yang menangani kasus ini malah menanggapinya sebagai bukan kasus pelecehan seksual. Hal ini disebabkan oleh anggapan tentang “penciuman” tanpa persetujuan bukanlah pelecehan dan tidak perlu ditindak, kemudian anak yang tidak menangis ketika diperlakukan demikian dianggapnya tidak keberatan dengan perlakuan yang didapatnya. Kapolsek Sidayu Iptu Khairul Alam berpendapat, apabila kasus ini ingin disebut sebagai pelecehan seksual, maka pelaku seharusnya membuka baju sang korban. Tentunya pernyataan ini sangat miris apabila melihat sumber yang mengatakannya.


Mengetahui kasus seperti ini terjadi di Indonesia dan ditangani dengan buruk, membuktikan bahwa kondisi negara ini sedang tidak baik-baik saja. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh pola pikir patriarki yang ada di sekitar kita. Pola pikir yang menempatkan pria di atas perempuan. Dengan adanya hal tersebut membuat pria berpikir bahwa mereka bisa melakukan apa saja terhadap perempuan disebabkan oleh derajat mereka yang lebih tinggi.


Anggapan seperti ini pada akhirnya melahirkan perilaku objektifikasi oleh kaum pria terhadap perempuan. Entah setertutup apa pakaian yang dikenakan mereka atau sesopan apa mereka dalam bertindak, tidak akan membebaskan perempuan dari yang namanya objektifikasi ini. Untuk itulah, pola pikir patriarki harus dihilangkan.


Hal ini dilakukan demi menjaga martabat perempuan di luar sana dan untuk melindungi mereka. Apabila pola pikir ini terus diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya, maka akan menyebabkan ketidaksetaraan yang terus berlanjut dan kesulitan bagi kaum perempuan untuk mendapatkan keadilan, seperti yang dialami oleh gadis kecil di atas.

Talitha Qothrunnada

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun