Mohon tunggu...
Agung Soni
Agung Soni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bismillah...Alhamdulillah Wa syukurillah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perempuan-perempuan Perkasa Bali di Malam Hari

21 September 2014   06:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:04 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam ini saya sedang berada di tengah Pasar Badung, Denpasar. "Bli, suun ya?", lirih perempuan tua itu sambil mencolek lenganku yang sedang menjinjing belanjaan istri. "Umi, bagaimana ni?" tanya saya pada istri. "Kasih saja, Abi. Kasihan, nenek-nenek.", bisik istriku sambil mengangguk.

Sebenarnya belanjaan sayur, sedikit buah belum terlalu berat saya jinjing. Hanya rasanya iba melihat seorang nenek yang memasang wajah melas meminta agar jasa "suun" nya dipakai kami.

Suun adalah jasa membawa belanjaan pasar yang dimasukkan kedalam  keranjang dan dibawa dengan cara menaikkan keranjang di atas kepala seorang tukang suun. Biasanya para perempuan yang lebih banyak melakukan pekerjaan tukang suun di Bali. Bahkan belum pernah saya melihat seorang tukang suun adalah laki-laki. Boleh dibayangkan dan dicoba, jika anda membawa keranjang bambu yang isinya belanjaan pasar sampai tinggi keranjang ada yang mencapai 1 meter dari kepala tukang suun. Berat Sekali !

[caption id="attachment_360473" align="aligncenter" width="535" caption="Bu Nengah Tika, Tukang Suun Asal Karangasem (dok.pri)"][/caption]

Ini terasa berat karena saat hendak dinaikkan ke atas kepala, saya membantu memegang suun nya dan menaikkannya ke atas kepala. Wuihhh.. berat sekali. Tidak salah deh  kalau saya menjuluki ibu-ibu, mba-mbak dan nenek-nenek asli Bali ini sebagai perempuan-perempuan perkasa yang tegar menjalankan profesinya.

Itu keranjang disunggi (disuun) sambil mengikuti kami belanja sampai agak jauh juga lho jalannya !  Dan salutnya wah si ibu gak pakai acara ngos-ngosan lagi. Hebat..hebat. mungkin sudah terbiasa ya..?

[caption id="attachment_360477" align="aligncenter" width="621" caption="Pasar Badung, Denpasar (dok.pri)"]

14112316351836101809
14112316351836101809
[/caption]

Usianya saya taksir sekitar 40 tahunan. Ia menyebut dirinya "Nengah Tike". Asal dari Kubu, Karangasem. Kubu ?? Ingatan saya pun melayang pada pemberitaan di media massa yang menyebut kalau daerah Kubu di Karangasem sama dengan daerah Gunung Kidulnya Yogyakarta tahun 80-90 an yang panas dan kering. Iya Kubu adalah desa yang sangat miskin di Pulau Bali. Dan hampir banyak pemberitaan media massa kalau orang-orang asli Kubu hampir tinggal sedikit saja yang mau bekerja di Kubu. Banyak yang migrasi ke kota. Kekeringan dan kemiskinan yang parah sudah dialami banyak warganya selama bertahun-tahun.

Sementara istriku sedang sibuk memilih sayur, saya sempat sedikit terbelalak. Karena tiba-tiba dari arah depan , seorang nenek-nenek tukang suun membawa keranjangnya penuh dengan sayur yang basah. Jadi memang, konsumen tukang suun bukan hanya dari orang yang belanja saja, tapi juga ada dari para pedagang yang kewalahan membawa barang dagangannya sendiri.

Di belakang nenek itu, ada seorang gadis muda juga menjadi tukang suun. Tapi yang dibawa gadis ini bukang keranjang belanjaan orang, tapi karung goni berisi beras 25 kilogram !

Kembali kepada Bu Nengah Tike yang sedang mengikuti kami. " Saya suda 7 tahun di Denpasar. Suami juga tidak tahu kemana. Saya hidup bersama seorang anak. Dia manjanya sama nenek dan bapaknya." kata bu Nengah sambil ketawa kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun