menjadi pecundangTakut menentangTak ingin kembali disalahkan
Belum ada yang datang Telah mendahului waktu Menunggu ketika petang Hanya ada banggu tanpa penunggu
Rinai hujan tersenyum lamaMenyertai dingin mengantar pulangBersama tawa matahari mendapat jeda
Masih terus berjalanMenjalani perintah merupakan kewajibanSetiap pagi memulai lagiSetelah tidur sekejab tanpa mimpi
Kebencian melahirkan permusuhan Permusuhan melahirkan kebodohan
Racikan ikhlas dengan kekuatan, candukan kekuatan, tidak ada secangkir lain yang menduakan
Waktu tidak pernah menunggu kitaKitapun tidak bisa mendahului waktu Tapi bila kita mengabaikan waktu pasti kita akan ditinggalkannya.
Sajadah tebal Sarung bermotif indah Tersirat pesan hidup tak akan kekal Terus mengalir hari dengan ibadah
Masih ada matahari di mata pagi Mengabarkan telah petgi Masih menyisahkan hari Entah berapa lagi
Waktu terus berjalanJarum jam begitu cepatMenunggu sendirianMemasuki babak permulaan
Lelaki di sudut ruanganDuduk sendirianDengan gawainya lama bertahanBetah hingga batas akhir terbuka ruangan
Puisi tentang keindahan matahari di laut pada pagi hari
Puisi tentang suasana ketika mengintip hujan yang tak berhenti terus tercurah
Singkong dijemur menjadi keripikKeripik untuk sarapan pagiVideo diracik dengan apikPariwisata Bangka telah dipromosi
Sejak beranjak dewasa sudah jarang pulangTapi tahu jalan pulangKetika lapar
Tanpa musik yang mengiringiAdalah suara hatiMenyanyikan pagi
Telah diajak berrmufakat jahatIa telah terjerat Perangkap yang dipasang mengatur permaian
Puisi tentang sebuah tuduhan tersirat menyangka tidak bekerja
Ketika pustakawan bermitra dengan media penyiaran radio maka pesan penbangunan literasi tersebar luas.
Ada yang pergi ada yang datangDatang membawa buah tangan untuk dibagikan