kali ini lebaran mengangakan ingatan pada tujuh toples kue lebaran --yang harganya mencekik kantung kehidupan
engkau menjadi-jadi kerap kali tanggal kewarasan dalam lakon diri & mengutuk-kutuk rahimmu yang telah koyak oleh zaman
dilihatnya keramaian kutu pekerja yang berjalan jauh-jauh menuju mulut hewan lainnya satu-satu, dengan keteraturan yang paling-paling
malam ini emak-emak ingin santuy sembari mengingat-ingat ludruk tadi pagi yang lakonnya diri sendiri
pagi ini, anak-anak masih berlarian ke sekolahsedang pemuda wara-wiri mencari jati diriyang mungkin terselip di jari-jari smartphonelalu luput disadar
Di sini kita bersamaDengan sendu yang mendadak bertandangKita mulai mengingat-ingat kebersamaan yang lalu-lalu
pada waktu terbaru ia masih saja mengunduh timah dengan tangan-tangannya yang mendadak gurita
dengan bising di kepalakuingatkan diriuntuk cepat-cepat menyelami ayat-ayat Tuhanpada lembar-lembar al-quranyang kian kerontangdi bibirku
--yang lalu kujual di pengujung ramadandengan sekelebat puisiyang hendak bernaungdi dalam sekampil kempelangbikinanku
Kita kembali bersetujuUsai hari ke dua puluh satu ramadanDengan menyalakan apiDi tiap-tiap jalanSatu per satu, hari demi hari
kutabung hari-hariyang sunyidi bulan puasauntuk bekal di masa tua kelak--tak akan ada recokan anak cucuyang menyusahkan diri
kita kekalkan lokasi ngabuburitdi tengah-tengah keramaian lelundukyang masih saja tak hendak jauh-jauh dari karang--serupa kau & anak-anak kita
Kita memilih-milihDengan segala perkiraanYang kita miliki--saat-saat lidah libur seharian& insting yang mendadak tumbuh
ini kali pertama kita bertemu lalu duduk-duduk di cafe si anu
Usai sahur yang pilu--ketika meja makan mulai bertandang sepi, hanya ada bubur & segelas keikhlasan
Teruntuk Apa-Apa yang Hendak Kukerjakan || Puisi Dian Chandra
ini hari-hari ramadanlalu lalang doa di dalamnyaakan tetapi, sebagian hanya menahan lapar & haus
Puisi prismatis harus dibaca lebih dari satu kali, untuk memahami maknanya. Contoh puisi prismatis adalah Malam Lebaran karya Sitor Situmorang,
Hatarakibachi adalah cerpen karangan Awit Radiani.
Beberapa berpendapat bahwa puisi prismatis tidak menggunakan bahasa sehari-hari.