Tiada seorangpun sepertinya Sifatnya tak kutemui pada beragam manusia
Anganku mengembara ke masa kelam menapaki lorong-lorong penuh duka noda hitam menempel di jiwa
Kau.... Mengapa Kau mengangkang jalan. Padahal langkahmu adalah petunjuk
Bidadari menari di sela- sela hitam putihGamis merah transparan menerawang lekukan
Ada matahari menyalak di sanubariKetika konstitusiku terobrak -abrik kepentinganAroma sengkuni mengusik peraduan malamBagaimana aku bisa mendam
Di setiap sajak-sajak puisinya selalu mengalunkan larik yang sederhana namun indah untuk dimaknai.
Malam ini ku bungkam ujung pena kisah-kisah pilu kusimpan dalam bilik jiwa
Kemarin Aku gagah bagai arjuna di medan lagaKemarin suara perkasa membahanaKemarin napas membusur bagai hujan
Aksara mendedah dadaMenghadang jalananMenghujam belahan kananDarah- darah tumpahKeranjang jiwa terkoyak
Setelah matahari kembar itu, bersatu dalam cawan politik. Kulihat orang -orang berdiri di atas kepala
Hari ini Kamis pagi di pergi negeriDi ujung sumatera nan indah tertatDi Keota Raja yang megah dalam sejarahDi pusat peradaban dunia
Kupapah asa mengendap dalam cinta rajutan kisah hampir terburai pada simpul
Ada sekelumit rasa bersemayam di matamu. Adalah kasih tak pernah letih menuntun hidup
Ada rasa yang mendesak sesakPada palung hati yang resahAda kenangan dalam lipatan jarakMeronta- ronta dihujam rasa
Tuhan...Giring aku ke kolam rahim ibundaBercanda ria dengan ari- ari tanpa bebanWalau gulita menghadang,
Saat jalan kian berkabutlampion disulut di pohon-pohon rindangjiwa-jiwa lara