Sebuah puisi yang ditujukan kepada polisi yang semena-mena dan buta akan eksistensi seni!
Film Hujan Bulan Juni Diadaptasi dari Puisi Terkenal Karya Sastrawan Indonesia
Hati merasa pikiran pun tertawa Berdiri menatap gelap tanpa ada terang Dunia memang terlihat damai tanpa dia di sini Senada dalam senda gurau
Hidup tak selalu begitu merupa Layak warna memenuhi taman di sana
Aku terbangun bukan oleh suara tapi cahaya biru yang menyusup di kelopak mata Pendar layar menyelinap ke dinding
Membakar hujan, menguji batas antara kekuatan alam dan kekuasaan batin manusia dalam sebuah perenungan tentang kehidupan dan kehancuran.
Tuhan ketidakadilan ini apakah berasal hatinya? Tuhan apakah dia merasakan apa yang telah dia perbuat Tuhan egaliter apakah ini yang Engkau buat.
"Jhuko' satasè' jhâ' palappaè kabbhi" tak semua orang satu tabiatnya tapi kau jadikan singgasana pedang bermata menusuk sesama, menebas saudara
Lampu-lampu neon mengelilingi di saat mega merah di sudut sana Ditemani hening di saat buntu, tapi penanya malah tak menggaris di lembar baru
Sapardi Djoko Damono, maestro puisi Indonesia, menyisipkan mistisisme mendalam dalam karya-karyanya, menciptakan makna spiritual yang abadi.
Langit tak pernah menuntut upah, meski awan menumpang berteduh
Suasana Pasar Tanah Abang. Klakson mobil, juru parkir liar, juga gegas yang riuh
Aku bermimpi tentang Kita, Tuhan yang menyatukan dan memisahkan kita dengan kejam.
kala rembulan merengkuh limbung diantara wangi cendana dan kenanga tenggelam dalam manisnya aroma surgawikala rembulan redup
ada ungkapan, dunia ini tak selebar daun kelorapa dunia ini sekecil itu?
Angin berhembus dari timur terik turut hadir bersamanya
aku tak mengerti mengapa manusia gemar menyakiti sesamanya apakah dengan demikian, akan memberikanmu kepuasan batin
Puisi Cinta Perasaan Mewah Apa yang Kausematkan di hatuku, Tuan?