Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hilang Produktivitas? Banyaklah Membaca

31 Juli 2017   00:33 Diperbarui: 31 Juli 2017   06:41 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Malam ini, mataku agak sulit diajak tidur, apalagi baru saja meneguk secangkir kopi Arabika Gayo di Warung Kopi Gerobak yang letaknya tidak jauh dari tempat usahaku POTRET Galery di jalan Profesor Ali Hasyimi, Banda Aceh. Dalam keadaan mata yang sulit diajak tidur itu, terlintas di pikiran bahwa selama ini aku tidak banyak menulis, bahkan sama sekali tidak melakukan aktivitas menulis. Padahal, aku punya akun di Kompasiana, bahkan juga mengelola www.potretonline.com. 

Website majalah POTRET yang sudah berusia 15 tahun, sebagai media perempuan yang kritis dan cerdas. Sebelumnya, aku termasuk rajin dan produktif menulis. Buktinya, khusus untuk akunku di Kompasiana, dalam satu haru aku bisa posting lebih dari dua tulisan sehari. Namun, sudah lebih sebulan ini, tingkat produktivitas menulisku mengalami penuurunan hingga ke titik terendah atau titik nadir. Kalau pun aku menulis, yang aku tulis hanyalah status di facebook,  twitter, instagram dan media sosial lain seperti Linedin. Pokoknya, aku menjadi orang yang kehilangan produktivitas. Kondisi ini, tentu bukan kondisi yang aku inginkan.  

Aku tidak boleh berhenti menulis. Karena sesungguhnya menulis itu sudah banyak memberikan keuntungan bagi perjalanan hidupku. Akan tetapi belakangan ini aku memang merasa kehilangan produkvitas. Sementara  persoalan yang ingin ditulis begitu banyak. Mungkin inilah yang disebut banyak orang dengan kondisi tidak ada mood untuk menulis. Mood itu konon sangat diperlukan ketika kita mau menulis. Selain mood, tentu kita harus memiliki ide atau gagasan yang akan ditulis, memahami masalah apa yang akan ditulis.

Ya, mungkin saja. Namun, kehilangan mood menulis tidak mesti menjadi alasan untuk pembenaran terhadap hilangnya produktivitas menulis tersebut. Makanya, malam ini, ketika mata tidak mengantuk, walau sudah larut malam,  aku kembali tersadar, karena di pikiran muncul sejumlah pertanyaan reflektif. Ya, self reflection. Di dalam dan di luar kesadaran, banyak sekali ide atau gagasan serta masalah yang ingin ditulis. Namun, entah mengapa, seperti tidak mampu menggerakan pikiran untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan.

Makanya, malam ini aku mencoba merangsang kembali pikiranku. Aku harus membuka laman Kompasiana. Aku harus memancing pikiranku untuk menuang apa saja yang ada dalam pikiran. Aku kemudian membuka Kompasiana dan membaca sejumlah postingan rekan-rekan warga Kompasianers itu. Aku yakin bahwa dengan membaca tulisan orang lain, aku akan termotivasi untuk memulai lagi aktivitas menulis itu. Akhirnya aku pun memulainya dengan tulisan ini, walau bukan tulisan yang akan banyak memberikan lesson learned.

Sambil mengukir dan merangkai kata untuk menulis, aku mencoba mendalami persoalanku yang kehilangan mood menulis. Ini pasti ada sebabnya. Ya ada latarbelakang yang menyebabkan aku kehilangan produktivitas menulis itu. Aku coba indentifikasi sendiri. Seperti banyak alasan yang aku dengar pada orang lain saat diajak menulis, selalu saja alasan tidak ada waktu, yang membuat ia tidak menulis. Lalu, ketika aku mencoba link antara waktu dan kesempatan yang ada, aku memiliki waktu yang cukup besar untuk menulis. Berarti, aku bukan tidak punya waktu untuk menulis, tetapi tidak mau menulis. Alasan lain yang lazim terdengar dari mulut orang, saat diajak menulis adalah tidak bisa menulis. Tentu saja hal ini tidak relevan dengan hilangnya produktivitas aku menulis. Lalu, apa yang menyebabkan hilangnya produktivitas tersebut?

Bisa jadi, sangat banyak faktor yang menyebabkan aku dan kita kehilangan produktivitas menulis. Penyebab yang paling besar adalah tidak punya kemauan menulis dan yang kedua adalah karena kurang atau tidak membaca. Kalau seseorang mau menulis, tapi tidak tahu dan tidak bisa menulis, namun karena mau, dia akan mencari tahu dan belajar bagaimana membuat sebuah tulisan. Hal yang kedua adalah karena kita kurang atau malas membaca. Ketika kita malas atau semakin jarang membaca, maka semakin sulit untuk menemukan ide menulis. Inilah yang menjadi penyebab, mengapa aku selama ini merasa kehilangan mood untuk menulis.

Aku selama ini memang agak jarang membaca. Oleh sebab itu wajar bila tidak ada mood untuk menulis. Padahal, kegiatan membaca dan menulis itu adalah dua hal yang tidak bisa dilepaskan dari produktivitas menulis. Seorang penulis, akan hambar tulisannya apabila tidak diperkuat dengan kerangka teoris yang bagus. Seorang penulis akan melahirkan tulisan yang hambar, ketika pembahasannya tidak luas dan menarik, karena bacaannya sangat dangkal dan sebagainya.

Jadi, kalau ingin tingkat produktivitas menulis tidak turun atau hilang, kuncinya adalah membaca. Ya membaca, seperti yang diperintahkan Allah kepada Rasulullah dengan perintah iqra. Iqra adalah pintu gerbang untuk kita, agar menguasai segala macam ilmu. Bukankah kita sering mendengar dan membaca di poster seperti ini " membaca adalah membuka jendela kehidupan. Ayo kita bangun gerakan membaca sejak dini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun