Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Iklan-iklan Itu Mulai Sangat Mengganggu

4 November 2019   21:07 Diperbarui: 4 November 2019   21:08 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam ini, sembari menemani pramuniaga yang tengah melayani pembeli di POTRET Gallery, aku menyempatkan diri untuk bermesraan dengan laptop. Bermesra untuk menyampaikan aspirasi atau bolehlah kita sebut sebagai uneg-uneg. 

Ya, uneg-uneg terhadap media yang selama ini aku gunakan untuk menuangkan segala isi hati, isi pikiran, hasil amatan terhadap fenomena atau realitas di sekeliling atau tanggapan atawa respon terhadap sebuah bacaan. Pokoknya, selama ini media ini, yakni Kompasiana.com menjadi wadah untuk menumpahkan segala perasaan lewat tulisan. 

Ya, aku yang sebenarnya suka menulis artikel, juga tidak jarang menyampaikan aspirasi dan kreasi lewat gubahan puisi. walau ada yang berkata, ah itu bukan puisi. Ya, aku tidak peduli. Karena aku menulis puisi pun tidak harus mengukuti teori-teori. 

Bukankah puisi lebih dahulu lahir dibandingkan dengan teori menulis puisi? Itu saja harus pusing. Peduli amat. Si amat saja nggak pernah pusing dan tidak peduli kita. Maka, kalau menulis, tidak perlu terhalu peduli dengan ledekan orang. Yang penting teruslah menulis, kapan saja, di mana saja, tentang apa saja. Semua bisa ditulis, semua bisa menulis.

Ya sudah. Tulisan ini bukan ingin membahas tentang menulis, tapi ingin menyampaikan rasa kesal, rasa kurang enak, atau perasaan yang terganggu. Bisa jadi bukan hanya aku yang merasa terganggu, tetapi juga banyak teman lain yang selama ini ikut terganggu. 

Sayangnya mereka mungkin merasa sungkan dan enggan untuk menyampaikan di tulisan-tulisan mereka. Bisa jadi mereka takut kalau-kalau nanti tidak bisa menulis lagi di Kompasiana. Kalau aku tidak takut. Mengapa harus takut? Bukankah Kompasiana itu selama ini sudah kita jadikan sebagai kampung kita? Bukankah kita selama ini sudah mencatat diri kita sebagai warga kampung Kompasiana? 

Ya, status kita sudah jelas. Maka, jangan pernah takut mengeritik Kompasiana. Kompasiana juga perlu kita, ya kan? Coba, kalau tidak ada yang menulis, tidak ada yang memposting tulisan di Kompasiana, apakah Kompasiana memiliki wartawan seperti Kompas atau media lain? Tidak ada bukan?  Kompas dan Kompasiana itu berbeda platform. Tidak percaya?Silakan tanya.

Ah, mengapa aku belum menyampaikan uneg-uneg langsung ya? Mengapa harus mengomel terus? Sementara uneg-uneg yang tadinya ingin disampaikan hingga sekarang belum disampaikan. Sebaiknya aku sampaikan. walau pengelola Kompasiana merasa tersinggung dan tersungging. 

Aku juga tidaka taku kalau aku di-black list. Ah masa iya sih, yang begini saja akan di-black list. Mengertik itu kan tidak dilarang? Aapalagi menyampaikan kritik secara santun, pasti semua akan tidak tersinggung.  Menyampaikan kritik secara santun itu, malah dinyatakan sebuah kritik yang membangun, benar kan?

Lalu, apa yang sebenarnya ingin dikritik? Ya, terus terang ya selama ini, aku merasa terganggu dengan dengan iklan yang dipasang di laman Kompasiana yang begitu banyak. Bukan cemburu karena www.potretonline.com dan www.majalahanakcerdas.com, tidak punya iklan, tetapi karena aku merasa sangat terganggu ketika membaca tulisan-tulisanku, baik berupa artikel maupun puisi yang diselang-selingi dengan iklan itu. 

Seharusnya pihak pengelola Kompasina.com punya sensitifitas sedikit. Janganlah merusak hasil karya para penulis yang menjadi soko guru Kompasiana dengan iklan yang berjubel itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun