Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Baca Dahulu, Baru Komentar

12 September 2018   12:48 Diperbarui: 12 September 2018   12:55 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama ini semakin banyak hal yang aneh-aneh terjadi di tengah kehidupan masyarakat kita sejalan dengan semakin cepatnya perubahan di berbagai aspek. Sebagai salah satu contoh saja, misalnya adalah tentang perilaku dalam berbicara. 

Bila dahulu, ketika kita melihat ada orang yang berbicara atau omong sendiri, maka kita langsung menyebutnya gila. Juga bila ada orang yang suka ketawa atau senyum sendiri, kita akan langsung berkata, itu orang gila, karena ketawa sendiri.

Nah, sekarang sudah berbeda. Kalau kita melihat ada orang berbicara sendiri atau tersenyum-senyum sendiri bahkan tertawa sendiri, tidak bisa lagi dikatakan gila alias pesong, apalagi kalau di tangan mereka ada handphoneatau headset di telinga. 

Semua kondisi seperti ini kita jumpai saat ini sejalan dengan semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi di mana akses terhadap penggunaan alat-alat komunikasi seperti telepon genggam atau mobile phonesemakin menjamur di dalam masyarakat kita. 

Ya, alat komunikasi ini kini bukan lagi barang mewah yang hanya dimiliki oleh kalangan-kalangan yang kaya dan berduit, tetapi orang miskin hingga pengemis pun punya. Sehingga, jangan tidak lagi gila bila orang --orang berbicara sendiri atau tertawa sendiri, asal di tangan ada hand phone yang disebut juga gawai itu.

Jadi, ketika penggunaan gawai semakin berkembang dan penggunanya juga terus bertambah, membuat alur distribusi informasi membanjir dunia maya. Bisa dibayangkan bagaimana suasana banjir itu. Semua akan meluap kemana-mana, hingga mengendap sekian lama. Begitu pula halnya dengan distribusi informasi dalam berbagai bentuk lewat penggunaan gawai selama ini. 

Gelombang besar informasi itu hanyut bergelondongan masuk sampai ke ruang pribadi semua orang. Ada yang valid dan bisa dipercaya, ada pula yang berupa sampah atau spam dan bahkan hoaks. 

Pokoknya informasi yang masuk ke gawai kita sangat banyak, apalagi kalau kita punya banyak grup yangdi dalamnya ada kita sebagai salah satu yang punya nomor kontak atau menjadi anggota grup. 

Kita menjadi tidak sanggup menerima semua informasi tersebut. Bukan saja tidak sanggup menerima, tetapi tidak punya waktu yang cukup untuk membaca semua informasi yang masuk, karena banyaknya pula kawan yang berbagi (share)tentang segala hal. Lalu, dalam keadaan banjir informasi tersebut, apa yang terjadi kemudian?

Segala hal bisa terjadi, tergantung daya nalar masing-masing. Tergantung kemampun untuk sortir atau memilih informasi yang mana yang bisa diambil, dibaca atau dibagikan kepada orang lain. 

Semakin banyak pengetahuan atau ilmu seseorang, maka semakin selektif orang tersebut menerima informasi yang masuk ke gawainya. Semakin rendah pengetahuan atau ilmu seorang pengguna gawai, maka bisa jadi semakin lemah daya selektif terhadap informasi yang masuk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun