Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Menghargai Guru

29 September 2017   01:26 Diperbarui: 29 September 2017   08:19 1825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Learning has become the first citizens' first duty. Stop learning and you stop living. Begitu kata Prof. Dr. Karlheinnz A.Geissler dalam papernya "Learning Future' yang ditulisnya pada tahun 2000. Pernyataan ini, bila diamati merupakan sebuah expresi betapa pentingnya sebuah proses pembelajaran untuk memperoleh kelangsungan hidup yang bermakna (meaningful survival). Sebagai upaya untuk survival itu, dalam tataran pengetahuan awam, ada 3 ranah dasar yang diperoleh dalam sebuah proses pembelajaran tersebut. 

Ketiga ranah itu adalah ranah pengetahuan untuk hidup (knowledge), ranah tingkah laku (affective) dan ranah ketrampilan (psychomotoric). Ketiganya ini bisa disebut sebagai life skills. Penguasaan semua ranah yang kini dihadapi dengan kehidupan di era millennium baru, maka tuntutan belajar yang progresif dan offensive menjadi sebuah tuntutan yang harus dicapai dengan usaha yang keras. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut dalam peradaban kita, kita memerlukan sebuah institusi, formal maupun informal.

Dalam konteks persekolahan guru adalah ujung tombak. Artinya guru memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin proses pembelajaran bisa berlangsung. Mungkin itulah yang menjadi landasan pikiran bagi Ho Chi Min (bapak pendidikan Vietnam) berkata bahwa, No teacher No education. No education, no economic and social development. Ungkapan Ho Chi Min ini, jelas-jelas menunjukkan betapa guru sebagai subjek dalam menjalan proses belajar di sekolah. Tanpa guru, maka tidak ada pendidikan. Pendapat ini tentu saja bisa saja ada pertentangan dengan aliran-lairan pembebasan, bahwa belajar bukan hanya di sekolah dan bukan hanya pada guru.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan guru sangatlah besar, sangat dibutuhkan untuk menjalankan proses pembelajaran di sekolah-sekolah.Kita sangat membutuhkan guru.Sayangnya hingga kini, Indonesia masih mengalami kekurangan guru, mulai dari Aceh hingga ke Jayapura. Kekurangan guru masih melanda di berbagai jenjang pendidikan. sayangnya, di tengah krisis guru di tanah air ini, profesi guru menjadi sangat marginal dan ironis.


Krisis Apresiasi

Selama ini profesi guru memang dipandang menjadi lebih enak, karena ada program sertifikasi yang berdampak besar pada peningkatan taraf hidup kebanyak guru yang memperoleh penghasilan lewat  program sertifikasi tersebut. Namun, bila dikaji-kaji, program sertifikasi itu terlihat seperti program setengah hati dan cendring mengebiri guru dengan berbagai cara. Misalnya, karena memperoleh sertifikasi tersebut beban guru ditambah dengan berbagai macam beban mengajar dan beban administrasi. 

Dana sertifikasi yang seharusnya diberikan dengan lancar, dalam banyak fakta selalu mengalami keterlambatan dalam pembayarannya kepada guru. Kondisi ini sebenar sebuah kondisi yang tidak menghargai guru. Kendatipun  mendapat tunjangan sertifikasi, sesungguhnya rasa hormat dan penghargaan terhadap guru dan profesinya memudar. 

Banyak pandangan melihat profesi guru bukan lagi sebagai sebuah profesi menarik, terutama dari kalangan menengah ke atas. Karena profesi guru tidak menjamin masa depan yang lebih baik.Ada pula berkata, kalau mau jadi guru bersiaplah untuk hidup miskin. Begitu rendahnyakah?. Tetapi inilah realitasnya. Mungkin inilah akibat dari rendahnya kesejahteraan guru selama ini. Ironi lain, bukan saja pada persepsi yang berubah, tetapi pada tindakan. Para pembaca pasti masih ingat bagaimana kasus-kasus pemotongan gaji guru oleh oknum bendaharawan di sekolah maupun di dinas pendidikan atau di kantor kas pembayaran gaji mereka. 

Cerita lain adalah soal nasib guru kontrak, guru bantu dan guru honor. Mereka selama ini mendapatkan perlakuan yang sangat tidak manusiawi. Bayangkan, sudah gaji rendah, gajinya selalu terlambat berbulan-bulan. Bukankah ini sebuah perlakuan yang membawa derita dan merendahkan martabat guru ? Hal ini menjadi oronis, karena pejabat-pejabat yang melakukan tindakan ini sebenarnya juga ada yang berasal dari guru.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Kalau begini buruknya penghargaan terhadapguru, maka akan semakin sulit ke depan untuk mencari guru yang benar-benar mengabdi pada profesinya. Karena perlakuan semacam ini membuat minat masyarakat untuk menjadi guru semakin menurun. Kalau pun saat ini masih banyak orang yang menjadi guru, alasannya hanya karena sudah terlanjur bersekolah di lembaga pendidikan guru atau karena memang sudah terlalu lelah mencari pekerjaan lain. Pekerjaan guru akan menjadi sambilan saja. Ini adalah sebuah realitas kekinian yang tak dapat dipungkiri. Cobalah cari di antara para siswa di sekolah kita yang mau menjadi guru. Kita akan kesulitan mencarinya. Tidak percaya ?

Dulu, penulis sering bertanya kepada siswa kelas 3 baik jurusan IPA maupun jurusan IPS di SMA Negeri 3 Banda Aceh. Pertanyaannya sederhana saja yakni, Kalau anda tamat SMA, anda akan melanjutkan pendidikan ke mana ? Bukan hal yang mengagetkan, ternyata tidak satupun diantara mereka yang berencana melanjutkan pendidikan ke FKIP. Pilihan mereka jatuh kepada fakultas-fakultas kedokteran, peranian, teknik, ekonomi hukum atau yang lain di luar FKIP. Ironis bukan ? Kalau ini realitasnya,, siapakah yang akan menjadi guru di masa depan ? Ini berbahya,kalau kita tidak menyiapkan tenaga pendidikan yang qualified, beriman dan bertaqwa di masa depan. Sekolah kita akan ditangani oleh orang-orang yang tidak qualified.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun