Mohon tunggu...
Tabita Larasati
Tabita Larasati Mohon Tunggu... Desainer - disainer

suka jalan-jalan dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pandemi, Angka, dan Emosi Kita

8 Juli 2021   14:40 Diperbarui: 8 Juli 2021   14:59 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada banyak tulisan soal Covid 19 kita seperti diingatkan bahwa kita ada pada fase krisis. Fase krisis ini memberikan fakta kepada kita bahwa banyak sekali warga yang tumbang karena Covid-19. Sebagian karena abai terhadap protokol kesehatan, sebagian lagi karena memang daya imunitasnya yang cenderung sudah menurun seperti yang kita temukan pada orang-orang lanjut usia.

Sebelum Indonesia masuk ke fase krisis dan kritis, kita bisa melihat India juga menderita hal yang sama. Ribuan kasus aktif setiap harinya dan banyak yang meninggal karena penyakit ini. 

Di media kita bisa menyaksikan banyak sekali mayat yang digeletakkan begitu saja di pinggir sungai, dibakar tanpa mengindahkan protokol kesehatan dan lain sebagainya.

Indonesia sekarang masuk ke era itu. Ribuan kasus aktif setiap harinya, banyak rumah sakit yang kewalahan dan banyak orang dengan imunitas rendah yang tidak berdaya dan akhirnya meninggal. Terlebih ditemukan varian yang lebih ganas alias penyebarannya lebih massif dibanding varian sebelumnya; Covid-19 yang ditemukan di Wuhan,varian Alpha yang ditemukan di Inggris, varian Beta yang ditemukan di Afrika serikat. 

Kini yang telah membuat dunia kewalahan adalah varian Delta yang ditemukan di India dan varian Delta plus yang merupakan mutan dari varian Delta. Delta Plus ini diperkirakan sudah menyebar ke seluruh dunia dan punya daya massifitas lima kali dibanding covid-19 mula-mula yang ditemukan di Wuhan.

Varian Delta dan Delta Plus juga sudah menyebar di Indonesia. Ditambah beberapa pemicu seperti momentum lebaran dimana banyak orang mudik (padahal sudah dilarang), pelanggaran dan pengabaian protokol kesehatan ; kita bisa lihat orang sudah mulai bosan dilarang-larang sehingga mereka dengan enaknya tidak memakai masker dengan benar, abai untuk mencuci tangan. Melakukan hajatan (pernikahan, dan acara lain yang melanggar protokol kesehatan)  dan kegiatan lain yang tidak semestinya di era pandemi ini.

Sehingga kita bisa lihat akibatnya sekarang; banyak rumah sakit kewalahan menerima pasien, korban yang meninggal yang tak terhitung banyaknya karena virus ini sangat ganas. Banyak istri yang kehilangan suaminya, banyak suami yang kehilangan istrinya, banyak anak yang belum dewasa kehilangan orang tua , dan lain sebagainya.

Banyaknya orang yang meninggal bukan saja soal angka; 100, 200, 1000 atau 2000 perhari dimana orang berharap jumlah kematian menurun. Meninggalnya orang karena Covid-19 menyisakan persoalan emosi dan ekonomi serta sejarah.

Bagaimana sebuah keluarga  kehilangan pegangan ketika tulang punggung mereka meninggal. Bagaimana sebuah keluarga berubah nasibnya saat seluruh saudara dan orangtuanya meninggal. Dunia dan masa depan seseorang bisa berubah karena kehilangan seseorang yang mereka cintai karena Covid-19.

Karena itu berhentilah mengeluh, mencaci maki melalui lisan maupun media sosial soal penanganan Covid-19. PPKM dan sederet aturan lainya adalah sebagian dari upaya pemerintah agar warganya dapat terhindar dari bencana ini. Pelarangan beribadah tidak dimaksudkan untuk melarang seseorang beribadah, melainkan untuk kondisi sekarang, beribadah di rumah adalah hal terbaik.

Segera patuhi protokolkesehatan dengan baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun