Mohon tunggu...
Tabita Larasati
Tabita Larasati Mohon Tunggu... Desainer - disainer

suka jalan-jalan dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Intoleransi, Musuh Kebinekaan Kita

5 Februari 2021   20:07 Diperbarui: 5 Februari 2021   20:16 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa minggu lalu kita disodori berita tentang aturan sebuah sekolah di Padang yang mengharuskan semua murid wanita menggunakan jilbab termasuk yang non muslim. Yang mengejutkan adalah jumlah murid wanita non muslim cukup banyak baik dari kelas satu sampai kelas tiga sekolah menengah itu.

Dalam wawancara yang tayang di beberapa televisi ditampilkan bahwa para siswi itu memang tidak keberatan memakai jilbab karena memang itu peraturan sekolah selama bertahun-tahun, terlebih karena atribut itu tidak mempengaruhi keimanan mereka kepada agama yang mereka anut. Meski begitu dalam wawancara itu disebutkan bahwa mereka merindukan tidak memakai jilbab lagi ketika sekolah.  Ternyata aturan itu tidak terjadi di satu sekolah itu saja, tetapi ada beberapa sekolah menengah pertama dan atas yang menerapkan aturan itu.

Aturan sekolah memang wewenang kepala sekolah, namun hendaknya itu sesuai dengan aturan yang mendasarinya. Aturan yang mendasari dan lebih tinggi dari aturan sekolah adalah dari Kemendikbud, sedangkan menurut informasi tidak ada aturan dari Kemendikbud yang mendasari aturan sekolah seperti itu, bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghimbau semua sekolah untuk menghargai kehidupan berkeyakinan para siswanya termasuk kesesuaian agama yang dianut siswa dengan aturan yang dibuat sekolah. Dalam kasus di atas, kepala sekolah bersedia untuk merevisinya.

Disadari atau tidak, selama nyaris 20 tahun ini, fanatisme kesukuan dan agama memang menguat. Satu kelompok merasa superior atas kelompok lainnya dan sikap-sikap mereka seringkali mempersulit kelompok yang berbeda itu. Tak jarang mereka melahirkan sikap rasis kepada golongan lainnya. Beberapa kasus bisa kita sebutkan yang memberikan gambaran bahwa sikap rasisme itu nyata dan tidak dari ruang hampa. Sehingga banyak anggota masyarakat yang mengeluh kan diskriminasi ini.

Pada titik ini kita harus mengingat kembali bahwa sikap-sikap (yang dianggap remeh) seperti intoleransi dan rasisme adalah musuh kebinekaan Indonesia yang harus kita hadapi dan lawan. Intoleransi bisa berkembang dari hal kecil seperti pengabaian terhadap umat lain, merasa biasa melihat diskriminasi atas minoritas dan lainnya. Tentu saja kita bisa menyebut banyak contoh soal ini.

Bagaimana cara melawannya ? Gampang, yaitu dengan selalu mengingat Pancasila dan sejarah bangsa kita, yang memang lahir dari keberagaman ini. Dengan mengingat dan menyadari itu, maka diharapkan kita tidak  lagi memaksakan aturan yang bersifat diskriminatif seperti kasus di atas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun