Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Quadragesima dan Keabadian

4 April 2021   06:00 Diperbarui: 5 April 2021   01:35 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja Katolik Seijo, Tokyo (Dokumentasi pribadi)

Rabu Abu, selain sebagai ingatan, bagi saya adalah hari istimewa. Karena Rabu Abu tahun 2021, merupakan tanda awal bisa kembali mengikuti misa secara langsung di gereja. 

Sebagai catatan, misa Rabu Abu tahun 2020 adalah hari terakhir saya ke gereja. Setelah itu gereja tertutup untuk segala kegiatan, dengan alasan jumlah orang terjangkiti virus bertambah secara drastis di Tokyo.

Kita kembali pada keterbatasan manusia. Walau itu terbatas, hendaknya menjadikan orang sadar. Sehingga dalam keterbatasan, kiranya dapat mengantar orang agar dapat menemukan keilahian, yang akan membuat kita terbebas.

Manusia tidak boleh menyerah pada keterbatasan. Kendati ada keterbatasan, secara bersamaan manusia harus berusaha supaya dapat menemukan jalan menuju keabadian, melalui aktivitas, pengalaman hidup, bahkan dari penderitaan yang dialami.

Bagaimana caranya? Caranya adalah melakukan sungguh-sungguh perjalanan quadragesima.

Yaitu, pertama dengan memohon ampun atas dosa-dosa yang telah kita perbuat. Kemudian mengubah hati dan pikiran yang egois, menjadi hati dan pikiran yang terarah kepada Tuhan dan sesama. Terakhir, mempersiapkan diri kita kembali untuk mengulang, dan menjalankan dengan sungguh-sungguh janji baptis.

Quadragesima memang penuh penderitaan. Akan tetapi kita harus ingat, bahwa penderitaan akibat perjalanan pantang dan puasa yang mungkin terasa berat selama 40 hari itu, bukanlah tujuan akhir.

Manusia harus sadar bahwa tujuan akhir adalah, menjadi satu dengan Kristus yang kebangkitanNya kita rayakan hari ini.

Dengan begitu, jika nanti mengalami penderitaan dalam perjalanan hidup, maka kita tidak boleh menganggap bahwa itu adalah kehendak Tuhan. Apalagi berharap bahwa kebahagiaan akan datang, setelah manusia mengalami penderitaan, yang dianggap sebagai cobaan.

Penderitaan, bukanlah cobaan.

Penderitaan ada bukan karena Dia menginginkan manusia untuk dapat bertahan dalam perjalanan hidup. Akan tetapi kita harus yakin bahwa dalam penderitaan pun, Dia pasti setia mendampingi, memberi kekuatan dan pertolongan, agar kita tetap bertumbuh kemudian berbuah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun