Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Bisnis Angkasa Luar Setelah Misi Pendaratan Apollo 11 di Bulan

20 Juli 2019   06:00 Diperbarui: 20 Juli 2019   08:35 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Astronot Buzz Aldrin saat berada di Bulan| Sumber: NASA

Perincian dari jumlah itu adalah, Amerika meluncurkan roket sebanyak 43 buah. Jumlah ini melampaui saingannya pada masa "perang dingin" terdahulu yaitu Rusia, yang meluncurkan "hanya" 20 roket. 

Namun Amerika tidak boleh berpuas diri karena Tiongkok, berada di posisi yang sama dengan Amerika. Sementara itu, negara selain Eropa seperti India, Jepang, dan Israel membuntuti dibelakang.

Ada hal yang menarik jika kita menyimak dan membandingkan perkembangan teknologi angkasa luar, antara Amerika dan Tiongkok.

Pemerintah Amerika saat ini terlihat kurang gairah menggelontor dana untuk pengembangan riset angkasa luar. NASA hanya memperoleh sekitar 0,4 persen saja dari anggaran belanja pemerintah. Bandingkan dengan anggaran pertahanan, yang bisa mencapai sekitar 16 persen dari total anggaran belanja. 

Sementara itu, Pemerintah Tiongkok royal menghabiskan dana untuk pembuatan roket besar maupun satelit pengintai. Karena memang Tiongkok ingin menjadi penguasa angkasa luar. Tiongkok juga berencana untuk membangun stasiun angkasa luarnya sendiri pada tahun 2022.

Karena anggaran dari pemerintah jumlahnya terbatas (kecil), maka Amerika lebih mengandalkan pihak swasta untuk urusan industri (riset) angkasa luar. Misalnya saja, ada perusahaan SpaceX yang dikomandoi oleh Elon Musk, Blue Origin kepunyaan bos Amazon Jeff Bezos dan Richard Branson dengan Virgin Galactic.

Perusahaan tersebut gencar melakukan riset mengenai angkasa luar dengan tujuannya masing-masing. Misalnya ada yang fokus untuk membuat roket yang ekonomis (bisa didaur ulang), namun mempunyai daya dorong yang besar, seperti yang dilakukan oleh SpaceX. 

Ada juga yang fokus untuk entertainment, misalnya membuat pesawat ulang alik berbiaya "murah" agar orang bisa dengan mudah bertamasya ke angkasa luar, seperti yang dilakukan oleh Virgin Galactic.

Ada juga yang fokus pada pembuatan stasiun angkasa luar, maupun untuk membuat sekaligus menempatkan satelit pada orbitnya. Stasiun angkasa luar atau satelit ini kemudian digunakan untuk mengambil data, yang bentuknya bisa berupa foto atau gambar, hasil dari pemindaian bermacam sensor/radar yang dipasang disana.

Foto atau gambar ini merupakan informasi, dan informasi adalah komoditas yang berharga saat ini. Informasi ini bentuk nyatanya adalah data. Data bisa berharga mahal, apalagi data yang sudah diolah. Sehingga ada jargon yang berbunyi "Knowledge is power, data is money". 

Wilbur Ross, Menteri Perdagangan Amerika memprediksi nilai bisnis angkasa luar bisa mencapai beberapa triliun dolar Amerika pada masa mendatang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun