Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tentang Kebijakan Ekspor Jepang ke Korea Selatan, dan Pelajaran yang Bisa Kita Ambil

7 Juli 2019   22:32 Diperbarui: 8 Juli 2019   10:39 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abe Shinzo dan Moon Jae-in di G20 (https://biz-journal.jp)

Mulai tanggal 4 Juli lalu (yang kebetulan bertepatan dengan perayaan hari Kemerdekaan Amerika), Jepang memperketat ekspor ke Korea Selatan (selanjutnya saya tulis Korsel) untuk 3 bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan IC (Integrated Circuit) dan layar pada gawai.

Bahan-bahan itu adalah Flourinated Polyimide, yang digunakan untuk pembuatan layar (display) misalnya untuk smartphone. Kemudian Resist, yang digunakan untuk membuat pola rangkaian pada PCB (Printed Circuit Board). Dan yang terakhir adalah Hydrogen Fluoride, yang digunakan untuk mencuci wafer, yang merupakan komponen utama dalam pembuatan IC .

Jepang merupakan pemasok utama, yaitu 70 sampai 90 persen dari kebutuhan dunia akan bahan-bahan yang  diekspor ke Korsel tersebut. Sehingga, produsen elektronik Korsel seperti Samsung, dan juga produsen elektronik Jepang yang memakai komponen dari Samsung, sedikit banyak akan mengalami dampak dari kebijakan pemerintah Jepang.

Menurut beberapa media, alasan pemerintah Jepang mengambil kebijakan ini seperti yang dikutip dari para pejabat METI (Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang) adalah, Jepang tidak puas atas Korsel karena dipandang tidak serius dalam menyelesaikan masalah ganti rugi kepada korban kerja paksa (orang Korea) pada masa penjajahan Jepang. 

Jepang ingin agar Seoul menyelesaikan masalah itu sebelum pembukaan kongres G20 di Osaka bulan Juni lalu. Yang ternyata, tidak ada perkembangan yang berarti sampai saat ini.

Walaupun wakil sekretaris kabinet Nishimura Yasutoshi menyangkal, bahwa kebijakan tersebut merupakan balasan pemerintah, atas tidak seriusnya Korsel menyelesaikan permasalahan tuntutan ganti rugi dari korban kerja paksa pada masa penjajahan Jepang. Saya juga tidak tahu mana yang benar, karena banyak spekulasi media tentang hal ini.

Mengenai ganti rugi atas kerja paksa, sebenarnya tuntutan para korban sudah kalah ketika disidangkan, baik pada pengadilan di Korsel maupun di Jepang. Namun pada tahun 2012, Pengadilan Tinggi Seoul mengambil langkah mengejutkan dengan memenangkan para penggugat, dan memberi perintah kepada perusahaan Jepang untuk membayar kerugian kepada para korban kerja paksa.

Sebagai catatan, Jepang sendiri menganggap permasalahan pembayaran ganti rugi ini sudah selesai, dengan perjanjian ganti rugi yang ditandatangani pada tahun 1965 oleh menlu kedua negara, dalam rangka memulihkan hubungan antara Korsel dan Jepang.

Jumlah uang yang telah dibayar oleh Jepang pada waktu itu adalah, dana hibah sebesar 300 juta dolar Amerika (setara dengan APBN Korsel saat itu), dan dana pinjaman lunak sebesar 200 juta dolar Amerika.

Masalah kebijakan pemerintah tentang ekspor bahan-bahan kimia ini juga ramai menjadi bahan perbincangan di berbagai media, baik di Jepang dan Korsel. Namun sayangnya, ada beberapa media memuat berita yang tidak jelas (tidak tepat) tentang berita kebijakan perizinan ekspor bahan-bahan kimia tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun