Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

GAFA dan BATH, Imperialisme Model Baru?

25 Mei 2019   05:30 Diperbarui: 25 Mei 2019   22:02 7661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persaingan digital antara Amerika dan Tiongkok (economist.com)

Mungkin ada yang masih ingat lagu "Bangun Tidur" ciptaan Bapak dan Ibu Soerjono (kita lebih mengenalnya dengan nama Pak/Bu Kasur). 

Tetapi, ada berapa orang yang masih melakukan seperti yang dituliskan pada liriknya "bangun tidur kuterus mandi?" Pada zaman modern saat ini, untuk lebih mencerminkan tingkah laku masyarakat, mungkin lebih tepat liriknya dipelesetkan menjadi "bangun tidur mengecek smartphone."

Sebelum pergi untuk melakukan aktivitas, misalnya sewaktu sarapan, kita mungkin membaca berita terkini melalui koran atau portal online. Atau ada juga yang sambil kepo bermacam informasi di Facebook. Kita juga bisa mengecek jadwal hari ini menggunakan Google Schedule.

Untuk sampai ke tempat melakukan aktivitas, misalnya sekolah, kantor dan lainnya, kita mungkin memesan Gojek, atau Grab. Dalam perjalanan pun kita kadang mendengar musik streaming lewat Google Play Music maupun Apple Music. 

Kemudian ketika sudah sampai di tempat melakukan aktivitas, kita juga bisa belanja berbagai keperluan. Misalnya membeli buku, atau alat untuk menunjang aktivitas, termasuk membeli stationary untuk keperluan kantor, dan sebagainya melalui Amazon.

Setelah pulang lagi ke rumah, kita juga tidak bisa begitu saja lepas dari Google, Facebook dan lainnya. Bahkan, sewaktu sudah merebahkan diri di kasur pun, kita masih melihat berita terkini, atau melihat posting teman-teman di SNS melalui "telepon pintar".

Itulah secuil realitas gambaran kehidupan sehari-hari saat ini. Google, Apple, Facebook dan Amazon (biasa disebut sebagai GAFA) sebagai 4 perusahaan besar teknologi berbasis digital, telah menjadi sendi kehidupan kita.

Tiongkok pun, yang sedang "perang" dagang dengan Amerika, mempunyai 4 perusahaan besar teknologi berbasis digital yang layak diperhitungkan yaitu Baidu, Alibaba, Tencent, dan Huawei (biasa disebut sebagai BATH).

GAFA dan BATH, di Jepang lebih populer dengan julukan (digital) platformers, yaitu perusahaan yang menyediakan produk, layanan dan sistem untuk pihak ketiga sebagai basis yang menunjang orang/perusahaan dalam berbisnis dan penyebaran informasi.

Mari kita lihat sekilas, apa dan bagaimana GAFA dan BATH.

GAFA
Empat raksasa teknologi ini sudah berhasil membuat produk dan jasa yang bisa melayani jutaan penduduk dunia. 

Mereka menghadirkan Internet sampai di pelosok gang-gang yang sempit, memetakan permukaan bumi dan laut, membuat "superkomputer" yang bisa dimasukkan ke dalam saku sehingga mudah dibawa kemana-mana, menciptakan pola bisnis baru yang banyak membantu banyak keluarga di seantero jagat, dan sebagainya. 

Total nilai Market Capitalization (nilai atau harga perusahaan yang dihitung dari jumlah keseluruhan saham yang beredar dikalikan harga per saham saat ini) untuk 4 perusahaan tersebut adalah sebesar 2,8 triliun dolar Amerika. 

Mungkin kita tidak bisa membayangkan berapa besar nilai nominal itu. Namun, untuk sedikit mempermudah bayangan, jumlah nominal tersebut adalah sama besarnya dengan GDP negara Perancis!

Tentunya kalau detail dari perusahaan itu dituliskan satu demi satu, maka bisa menjadi sebuah buku. Saya akan tulis singkat saja, berdasarkan ilustrasi majalah Esquire dibawah, yang saya pikir pas sekali untuk menjelaskan tentang GAFA.

Illustrasi GAFA (esquire.com)
Illustrasi GAFA (esquire.com)

Google, perusahaan yang ditaksir bernilai 773 biliun dolar Amerika sudah menjadi "tuhan" baru di zaman modern. Google adalah tempat bertanya yang terbaik, jika kita ingin tahu sesuatu. Dia bisa menjawab hampir semua pertanyaan, hanya dengan waktu satu per sekian detik! 

Google berkembang dari portal situs pencarian, lalu menjadi perusahaan yang membuat OS Android untuk smartphone, peta pintar Google Map dan Google Earth, sistem dengan basis AI, self driving, dan masih banyak lagi yang lain.

Kemudian kalau kita berbicara tentang naluri atau insting, maka bagi manusia, yang pertama dan utama adalah insting untuk bertahan hidup. Setelah itu adalah insting untuk berkembang biak. 

Untuk bisa berkembang biak, maka manusia butuh pasangan. Untuk bisa mendapatkan pasangan, maka perlu menunjukkan bahwa kita mampu, pandai dan keren. Dan yang terpenting, "sex appeal" terhadap lawan jenis.

Apple, paham dengan itu semua. 

Iphone, Ipod, dan rentetan gadget lain produk dari Apple bisa digunakan untuk "menggaet" lawan jenis. Marketing Apple tidak segan menggelontor uang untuk memasang sebuah iklan di majalah seperti Vogue, menyewa supermodel pada acara launching, dan mendirikan "istana gelas" sebagai outlet penjualan dan sekaligus memamerkan produk dagangannya.

Lalu bagaimana dengan Facebook?

Salah satu faktor yang paling mempengaruhi kehidupan manusia adalah rasa dicintai (disukai) dan hubungan sosial dengan sekelilingnya. Hal itu bisa menimbulkan (sedikit) rasa "bahagia" bagi manusia. Dan Facebook, dapat memberikan itu dalam hitungan detik, hanya dengan satu click (like) saja.

Facebook, dengan jumlah biliun user yang aktif diseluruh dunia, mampu memberikan medium bagi kita untuk berhubungan sosial dengan keluarga, teman, kerabat, dan lainnya tanpa susah payah, apalagi berkeringat. 

Rasa bahagia (gembira) mungkin anda dapatkan ketika bisa menjalin kembali pertemanan yang telah lama terhenti. Rasa itu juga bisa didapat dari like atas posting foto makanan, foto liburan anda di tempat yang keren, atau foto keluarga (anak) yang anda bagikan di Facebook.

Terakhir, mengenai Amazon. Manusia sebagai makhluk hidup, membutuhkan makanan untuk dikonsumsi supaya tetap hidup.

Amazon bisa menyediakan semua jenis makanan yang anda mau, tanpa susah payah membuang waktu untuk membelinya. 

Dengan beberapa kali click, sambil bersantai menikmati acara televisi, maupun sambil bercengkerama dengan keluarga, apapun yang anda pesan akan bisa diantar, bahkan dalam hitungan beberapa jam.

Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya, untuk menunjang insting yang utama yaitu untuk bertahan hidup, manusia tentunya membutuhkan makanan untuk dikonsumsi. Amazon adalah "usus besar" yang mampu menampung sifat manusia yang konsumtif. Dengan jaringan pusat distribusi yang modern (menggunakan robot plus AI), maka Amazon bisa mengantarkan apapun yang kita beli secara efektif dan efisien, dibanding perusahaan lain di seluruh dunia.

BATH (shutterstock.com)
BATH (shutterstock.com)

BATH
Jika kita memakai GAFA sebagai patokan, maka Baidu adalah perusahaan seperti Google. Kemudian Alibaba adalah Amazon, Tencent adalah Facebook dan Huawei adalah Apple.

Awal mulanya, bisnis BATH memang "tiruan" dari GAFA, karena Tiongkok melakukan proteksi terhadap produk atau jasa yang berhubungan dengan teknologi dari barat, terutama yang berhubungan dengan Internet. Sehingga mereka mau tidak mau harus membuat produk serupa untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. 

Namun saat ini, dengan populasi sebanyak 1400 juta jiwa yang tentu saja tidak bisa dipandang remeh (dengan kata lain, pasar yang amat prospektif), saat ini BATH berkembang dari sekadar "tiruan", menjadi perusahaan teknologi yang layak diperhitungkan.

Baidu yang didirikan pada tahun 2000, menjadi situs pencarian satu-satunya di Tiongkok setelah akses ke Google diblokir oleh pemerintah pada tahun 2010. 

Baidu saat ini juga konsentrasi pada pengembangan AI, setelah menjual beberapa divisi, misalnya divisi game dan bisnis yang berhubungan dengan pemesanan/pengantaran makanan.

Kalau mengenai Alibaba, tentunya saya tidak perlu menulis panjang lebar lagi. Karena, siapa yang tidak kenal Jack Ma, bapak pendiri yang karismatik itu? Ucapannya pada berbagai kesempatan banyak yang dikutip untuk inspirasi, serta kisah hidupnya pun menjadi teladan bagi banyak orang. 

Kalau mau menuliskan betapa hebatnya Alibaba dengan satu contoh saja, kita mungkin tahu ada acara sale tahunan bagi kaum jomblo yang dinamakan "Singles Day". 

Acara yang diadakan tiap tanggal 11 November ini, total penjualan pada tahun lalu tercatat paling besar, yaitu sebesar 30 biliun dolar Amerika!

Kemudian mari kita lihat Tencent. Walaupun Tencent mirip dengan Facebook, dimana produk SNSnya antara lain adalah Qzone, WeChat dan Weixin, namun poros utama Tencent sebenarnya  adalah bisnis game. 

Total penjualan dari bisnis game tahun 2018 lalu jumlahnya terbesar di Asia, dengan nominal sebesar 18 miliar dolar Amerika. Jumlah ini berhasil mengalahkan penjualan "raja" game dunia, yaitu Nintendo.

Terakhir mengenai Huawei. Pembaca tentunya pernah mendengar atau membaca nama Huawei. 

Produk smartphone nya tergolong inovatif. Contohnya, Huawei menggandeng Leica untuk kerjasama desain kamera pada smartphone seri P. Dimana kita tahu, Leica adalah produsen kamera dan lensa ternama kelas tinggi.

Produk alat-alat komunikasi (termasuk smartphone) merupakan penyangga utama bisnis Huawei. Total penjualan smartphone Huawei di seluruh dunia, menduduki peringkat kedua setelah Samsung, bersaing dengan produk dari Apple. 

Ini menempatkan Huawei sebagai produsen smartphone yang terlaris, mengungguli produsen lainnya dari Tiongkok, misalnya Xiaomi, Oppo dan Vivo. 

Selain smartphone, rencananya mereka juga akan meluncurkan produk televisi pintar.

Perang dengan Teknologi (vanityfair.com)
Perang dengan Teknologi (vanityfair.com)

Imperialisme Baru
Imperialisme zaman sekarang berbeda dari zaman dahulu. Perang zaman sekarang, mungkin sudah tidak efektif lagi menggunakan peralatan tempur seperti kapal perang dan perlengkapannya. 

Seperti sudah saya tulis pada paragraf awal, GAFA saat ini sudah mendominasi kehidupan mulai dari bangun tidur sampai kembali tidur lagi. Hal ini menjadikan kita seperti "terjajah" oleh teknologi.

Kemajuan teknologi hardware menjadi penunjang "penjajahan" jenis baru ini. Dengan kemajuan teknologi (terutama hardware), maka harga komponen perangkat menjadi makin murah. Hasilnya, harga gawai juga makin mudah terjangkau oleh masyarakat.

Kemajuan teknologi juga mempengaruhi kebijakan suatu negara. Misalnya proyek OBOR (One Belt One Road) yang dicanangkan oleh Presiden Xi Jinping, bukan hanya fokus pada pembangunan fisik jalan, kereta api dan jalur maritim saja. OBOR sudah ada versi digital nya, yang mempunyai nama lain Digital Silk Roads, yang akan fokus pada pembangunan telekomunikasi, kabel optik maupun e-commerce.

Kemudian dengan kemajuan teknologi, tidak hanya teknologinya saja yang bisa kita nikmati. Contohnya, walaupun BATH kebanyakan hanya menyediakan layanan di Tiongkok, namun tidak begitu halnya dengan aliran dana atau investasi. Alibaba sudah berinvestasi di beberapa startup maupun unicorn Indonesia. Tencent pun telah menanamkan investasi di Go-Jek. 

Kemajuan teknologi, serta dana (dari perusahaan teknologi) bisa menjadi bagian imperialisme model baru. 

Penutup
Saat ini Amerika dan Tiongkok sedang mengembangkan imperialisme model baru dengan "senjata" teknologi, melalui GAFA dan BATH.

Saya pikir perseteruan antara Amerika dan Tiongkok bukanlah perang dagang yang sesungguhnya. Memang yang kasatmata adalah, "perang" (saling menaikkan) tarif dari masing-masing produk negara tersebut. Walaupun kita tahu bahwa kenaikan tarif adalah "menepuk air di dulang, tepercik muka sendiri".

Namun yang sesungguhnya terjadi adalah "perang" teknologi. Mungkin Amerika sedikit "gerah", karena mereka selama ini menjadi yang terdepan dalam teknologi, akan tetapi dalam teknologi telekomunikasi 5G yang terbaru, mereka sudah satu langkah tertinggal dari Tiongkok.

 Sebagai catatan, 5G merupakan salah satu faktor utama untuk implementasi teknologi yang lain, misalnya IoT.

Produk 5G Tiongkok banyak digunakan di Eropa dan Asia. Ditambah lagi, Tiongkok sudah lama menutup "tirai bambu" nya rapat-rapat, bagi raksasa teknologi seperti Google dan Facebook. 

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Kita juga harus bersiap diri, karena mau tak mau, imperialisme model baru ini juga akan (bahkan sedikit demi sedikit sudah) masuk. 

Tentunya kita tidak perlu "alergi" pada imperialisme model baru. Karena kita bisa bersiap dengan "mempersenjatai" diri. Caranya adalah, belajar tentang teknologi terbaru, karena sekarang informasi sudah terbuka dan banyak tersedia, bahkan gratis, di Internet. 

Jadi yang terpenting saat ini untuk menghadapi imperialisme model baru adalah, kita harus bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, untuk belajar. Supaya kita tidak jatuh (kembali) ke lubang yang sama, seperti pada imperialisme model kuno. 

Kita harus bisa paham, memanfaatkan, bahkan nantinya harus bisa menguasai teknologi. Supaya jangan sampai terjadi yang sebaliknya, yaitu kita "terjajah" oleh teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun