Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Natal Terakhir Era "Heisei"

25 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 25 Desember 2018   10:32 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon Natal besar di Kompleks Sanrio Puroland, Tokyo (Dokumentasi Pribadi)

Era Showa (1926-1989) menjadi era kebangkitan Jepang di bidang ekonomi dan teknologi. Puncaknya adalah dilangsungkannya Olimpiade Tokyo, yang merupakan olimpiade pertama di Asia pada tahun 1964. Setelah itu Jepang memasuki zaman pertumbuhan ekonomi tinggi yang disebut keizai baburu atau economic bubble.

Gereja Katolik Seijo, Tokyo (Dokumentasi Pribadi)
Gereja Katolik Seijo, Tokyo (Dokumentasi Pribadi)
Dan era Heisei saat ini, tepatnya Heisei 30-nen, dimulai pada tahun 1989 saat Kaisar Akihito naik takhta.

Tahun ini Kaisar Akihito telah mengumumkan akan turun takhta. Putranya, Pangeran Naruhito, akan menggantikan posisinya tahun depan. Biasanya kaisar akan berganti jika dia meninggal, sehingga turun takhtanya kaisar (sewaktu masih hidup) yang terjadi saat ini merupakan peristiwa langka. Sebagai catatan, peristiwa yang sama terjadi kira-kira 200 tahun yang lalu.

Rencananya pada bulan Mei 2019, akan diumumkan gen-go baru untuk Jepang, setelah Pangeran Naruhito naik takhta. Itulah sebabnya Natal tahun ini adalah Natal terakhir era "Heisei".

Menurut data Badan urusan Kebudayaan Jepang, penganut agama Buddha jumlahnya 48,1 persen, Shinto 46,5 persen, Kristen 1,1 persen, dan sisanya adalah yang lain-lain.

Orang Jepang memang tergolong "unik", dalam banyak hal. Salah satu contohnya adalah pandangan orang Jepang tentang agama. 

Bagi orang Jepang, agama adalah tentang pemahaman nilai-nilai yang universal, misalnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan moral baik dan etika. "Baju luar" atau simbol-simbol, bagi mereka tidak penting.

Mengapa bisa begitu? Salah satu alasannya adalah karena agama Shinto yang sudah dianut orang Jepang sejak zaman dahulu, mengenal bermacam-macan "tuhan" (dalam Bahasa Jepang disebut Yaorozu-no-kami). Pemahaman inilah yang membuat kebanyakan orang Jepang akan menghargai dan tidak membeda-bedakan orang berdasarkan agama yang dianut.

Kita sering mendengar bahwa orang Jepang saat lahir beragama Shinto (ditambah ada perayaan umur 3, 5, 7 tahun yang dilaksanakan di kuil Shinto), saat menikah beragama Kristen (karena mereka melaksanakannya di Kapel atau Gereja), dan saat meninggal beragama Buddha (karena disembahyangkan di kuil Buddha).

Oleh sebab itu, walaupun penganut Kristen sedikit, namun Natal merupakan hari istimewa di Jepang, karena orang Jepang yang tidak beragama Kristen pun merayakannya. 

Gereja Katolik St. Anselm, Meguro, Tokyo (Dokumentasi Pribadi)
Gereja Katolik St. Anselm, Meguro, Tokyo (Dokumentasi Pribadi)
Kemeriahan suasana Natal di Jepang bisa dirasakan di mana-mana. Di tiap sudut kota, banyak pohon Natal serta berbagai macam atribut Natal dipasang. Hiasan lampu berwarna-warni makin menambah keindahan pemandangan kota dimalam hari, menjelang Natal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun