Mohon tunggu...
Tulus Abadi
Tulus Abadi Mohon Tunggu... Lainnya - Ketua Pengurus Harian YLKI

Lahir dan besar di Purworejo, Jateng. Alumni SMA Muhammadiyah Kutoarjo, dan alumni Falultas Hukum UNSOED, Purwokerto, Jateng. Aktivis perlindungan konsumen sejak 1996, kini sebagai Ketua Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), dan Pemerhati Kebijakan Publik. Email: tulus.ylki@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Bom Waktu Pendidikan Kedokteran

28 Agustus 2018   12:44 Diperbarui: 28 Agustus 2018   13:00 2623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bak cendawan di musim penghujan! Itulah gambaran nyata maraknya pendidikan kedokteran di Indonesia. Kini tidak kurang dari 83 fakultas kedokteran, yang tersebar di seluruh Indonesia, dan fenomenanya akan terus bertambah. 

Sepintas banyaknya jumlah fakultas kedokteran adalah hal yang menggembirakan. Namun, jika didalami, fenomena ini justru menggambarkan adanya masalah serius yang membelit pada dunia pendidikan kedokteran di Indonesia. 

Maraknya pendidikan kedokteran, menyisakan pertanyaan mendasar, misalnya, apakah hal ini mencerminkan adanya ratio dokter yang masih kurang dibanding jumlah penduduk?  Dan apakah fenomena tersebut dibarengi dengan kualitas alumni kedokteran? Berikut ini diskripsi penjelasannya.

Ada beberapa faktor kenapa fakultas kedokteran di Indonesia menjamur. Secara sosilogis dokter masih merupakan profesi bergengsi. Masyarakat akan bejibaku masuk ke falkutas kedokteran, sekalipun biayanya selangit. Demikian juga banyak pimpinan daerah yang sok gengsi, ngotot agar perguruan tinggi di daerahnya punya fakultas kedokteran. Bahkan ada hal yang ironis terkait hal ini. 

Banyak pimpinan universitas, menjadikan fakultas kedokteran sebagai tambang uang bagi institusinya. Jadi tujuan mendirikan fakultas kedokteran hanya sebagai bussines oriented only.  Maka tidak heran jika mereka mematok harga selangit pada calon mahasiswanya.

Lalu apakah  jumlah dokter di Indonesia masih kurang? Data menunjukkan, di Indonesia kini terdapat 180 ribuan dokter, terdiri atas 128 ribuan dokter umum dan dokter gigi, dan sisanya adalah dokter spesialis. Jika mengacu pada standar WHO perbandingannya adalah 1: 2.500 orang, maka jumlah dokter di Indonesia sudah sesuai kebutuhan. Bahkan sudah terjadi inflasi, alias over kuota dokter. 

Masalah krusialnya justru pada distribusi dokter yang sangat tidak merata. Jumlah dokter yang mencapai 180 ribuan itu secara dominan hanya tersebar pada 11 provinsi, dari 34 provinsi di Indonesia. 

Para dokter lebih asyik menambang uang (berpraktik) di kota-kota besar saja. Jadi yang sangat mendesak adalah distribusi dokter ke seluruh pelosok Indonesia, bukan memproduksi  dokter secara ugal-ugalan, bak sopir angkutan mengejar setoran.

Bagaimana dengan profil pendidikan kedokteran yang ada? Dari 83 fakultas kedokteran sebarannya adalah sebagai berikut; 22 fakultas (27 persen) terakreditasi A, 37 fakultas (45 persen) terakreditasi B, dan 24 fakultas (29 persen) terakreditasi C. 

Dengan kata lain, jika dilihat status akreditasinya, mayoritas fakultas kedokteran di Indonesia (55 persen) kualitasnya mengkhawatirkan. Apalagi fakultas kedokteran dengan akreditasi C, yang jumlahnya cukup signifikan (24 fakultas, 29 persen). 

Inilah bukti, bahwa pemerintah--Ditjen Dikti Kemenristek dan Perguruan Tinggi, di satu sisi "mengobral" izin operasional fakultas kedokteran, tetapi di sisi lain gagal dalam  menstandardisasi kualitas fakultas kedokteran. Padahal Menristek dan Perguruan Tinggi, Muhammad Nasir, pernah menjanjikan bahwa jika fakultas kedokteran dengan akreditasi C mengalami kegagalan hingga dua kali untuk naik tingkat,  maka fakultas kedokteran tersebut akan ditutup alias dicabut izin operasinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun