Mohon tunggu...
Syurawasti Muhiddin
Syurawasti Muhiddin Mohon Tunggu... Dosen - Psikologi

Berminat dalam kepenulisan, traveling, pengabdian masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tenaga Kesehatan di Masa Pandemi Covid-19, antara Prestasi dan Stigma?

27 Juni 2020   23:04 Diperbarui: 27 Juni 2020   23:35 5301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di samping itu, dapat juga terjadi bias hedonik dan bias observer vs aktor. Bias hedoneik terjadi ketika seseorang mengatribusikan keberhasilannya terhadap faktor internal dalam hal ini usaha yang dilakukannya, dan mengatribusikan kegagalan terhadap faktor lingkungan atau situasi. Meskipun hal ini merupakan suatu bias terhadap atribusi perilaku namun hal ini dapat mempengaruhi causal belief. Tenakes yang berprestasi tadi tidak menutup kemungkinan memiliki bias hedonik demikian sehingga dirinya meletakkan kepercayaan tinggi atas dirinya. 

Ketika justru dia gagal, dia cenderung akan menyalahkan situasi dan lingkungannya seperti pihak rumah sakit yang lamban dalam penanganan COVID-19, kebijakan pemerintah, dan seterusnya. Sementara pada Tenakes yang kurang beprestasi, bias hedonik ini justru dapat menghambatnya karena kepercayaan bahwa apapun yang dia lakukan akan tetap tidak dihargai oleh lingkungannya. 

Sementara itu, bias observer vs aktor adalah ketika aktor mengatribusikan perilakunya kepada situasi / lingkungan, sementara observer melekatkan penyebab perilaku tersebut pada karakteristik aktor. Orang lain sebagai pengamat mungkin saja akan tetap menganggap bahwa seorang pasien COVID-19 meninggal karena ketidakmampuan tenaga kesehatan dalam menanganinya atau dalam skala luas, managemen rumah sakit yang tidak bagus, padahal tenakes yang berprestasi tadi telah memberikan upaya yang besar serta memiliki kemampuan yang boleh dikatakan mumpuni. 

Tenakes yang awalnya berprestasi tadi, yang menganggap bahwa faktor situasilah yang membuatnya gagal, akan tetap cenderung dipandang oleh pengamat bahwa dirinya gagal secara personal sehingga bukan tidak mungkin bahwa pencapaianya akan menurun. Adanya bias ini pada dasarnya memberikan suatu insight bahwa upaya kita meramal perilaku orang lain termasuk tenakes saat masa pandemik bisa saja keliru dan kecenderungan kita untuk meletakkan penyebab keberhasilan pada diri membuat kita begitu percaya diri hingga lupa mempertimbangkan faktor lain ataupun membuat kita cenderung menyalahkan lingkungan/situasi ketika gagal padahal bisa saja kegagalan memang bersumber dari diri kita sebagai tenakes.

Selanjutnya, berkaitan dengan bagaimana respon masyarakat atau orang lain dalam meningkatkan motivasi dan pencapaian tenaga medis hingga munculnya stigma, prinsip teori atribusi interpersonal Weiner dapat digunakan. Di tengah pandemik COVID-19 ini, boleh dikatakan bahwa tenaga kesehatan adalah salah satu pihak yang berada di zona berbahaya apalagi mereka yang bekerja di rumah sakit rujukan COVID-19. Di Indonesia, kita mengetahui bahwa beberapa rumah sakit rujukan tersebut masih kekurangan APD sehingga para tenaga kesehatan tersebut membutuhkan bantuan APD. Sejauh ini kita melihat bahwa bantuan APD berdatangan dari berbagai pihak.

Masyarakat melihat bahwa COVID-19 ini berada di luar kontrol dan tanggung jawab sepenuhnya dari tenaga kesehatan sehingga kondisi yang dialami tenaga kesehatan menimbulkan simpati masyarakat hingga mendorongnya untuk menolong melalui berbagai cara. Kalaupun COVID-19 ini adalah sesuatu yang dapat dikendalikan (kontrol), yaitu tenaga kesehatan setidaknya menjaga dirinya agar tidak tertular dari pasien, masyarakat mungkin melihat bahwa tanggung jawab tenaga kesehatan berkurang karena perihal COVID-19 ini juga berhubungan dengan manajemen rumah sakit secara khusus dan kebijakan pemerintah secara umum. Jadi masyarakat juga melihat adanya tanggung jawab pemerintah terkait penanganan COVID-19. Hal ini membuat masyarakat mengambil tindakan untuk memberi bantuan secara masif.

Namun disisi lain, seperti yang terlihat pada judul berita di bagian awal, ada juga masyarakat yang menolak tenakes karena dianggap akan membawa penyakit. Hal ini kemungkinan terjadi karena masyarakat menganggap tenakes tersebut sepenuhnya mengontrol dan bertanggung jawab atas dirinya untuk tidak menyebarkan penyakit. Masyarakat menganggap bahwa tenakes tetap dapat mencegah dirinya dari penularan dan tidak perlu datang ke masyarakat karena berpotensi menjadi barrier virus.  

Adanya bias aktor vs observer tadi dapat memperkuat anggapan ini, yaitu masyarakat sebagai observer akan menganggap bahwa tenakes tetaplah bersalah ketika dia akhirnya tertular dan menyebarkan penyakitnya kepada orang lain. Meskipun dia tidak tertular, masyarakat melihat potensi penularan yang besar dari mereka yang dalam hal ini berhadapan dengan pasien COVID-19. Masyarakat pun akhirnya menunjukkan agresi (tidak simpati) dan justru menolak dan atau menjauhi alih-alih menolong. 

Ketika seseorang menganggap bahwa hal yang buruk menimpa seseorang karena kendali dan tanggung jawab pribadi dan itu diyakini oleh seluruh masyarakat, stigma dapat muncul terhadap tenakes pada masa pandemik COVID-19 ini. Stigma ini dapat menurunkan motivasi dan pencapaianya. Namun disisi lain, ada tenakes yang tetap berusaha menunjukkan upaya terbaiknya untuk mencapai hasil yang baik di tengah stigma itu.

Menjelaskan pencapaian tenakes yang melawan rasa takut, hingga berkorban nyawanya sendiri, tidak sesederhana prinsip asosiasi  (atribusi -- konsekuensi) di atas. 

Berbagai faktor lain dapat mempengaruhi di luar dari anteseden kausal dan kepercayaan kausal. Faktor-faktor yang ikut berpengaruh antara lain rasa kepemilikan dan loyalitas tenaga kesehatan atas profesinya, dukungan masyarakat dan rekan sesama profesi, termasuk kondisi sosial-ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun