Mohon tunggu...
Syukur Umar
Syukur Umar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti/penulis, dan penikmat musik dan perjalanan wisata

Menulis adalah kepastian hidup......

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah 36 Tahun Berlalu (Episode 1: Pertama Kali ke Toraja)

31 Desember 2021   06:25 Diperbarui: 31 Desember 2021   11:53 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Edo tercengang, sedikit rasa takut dan kuatir menyelimuti perasaannya. Ia berdiri di depan mulut gua, demikian juga Anto, Frans, Amir, dan Bram. Beberapa kerangka mayat tergeletak di bagian tertentu gua. Dengan bantuan pemandu wisata lokal, Edo dan teman-temannya akhirnya memiliki keberanian melangkah ke dalam gua. Udara yang agak pengap, ditambah suasana yang agak gelap sehingga perasaan di dalam gua semakin membuat bulu kuduk merinding. Apalagi ini adalah pertama kali bagi anak- anak mahasiswa itu mengunjungi liang batu itu, yang sebenarnya merupakan salah satu objek wisata di Tana Toraja.

Kunjungan ke gua itu sudah lama berlalu, kira-kira tahun 1985. Mereka adalah mahasiswa semester awal di salah satu universitas ternama di Makasar. Edo dan kawan- kawannya baru saja menyelesaikan ujian semester, lalu melakukan perjalanan panjang dengan bersepeda motor. Ini adalah pilihan mengisi liburan semester saat itu. Edo tadinya lebih memilih pulang kampung menemui orang tuanya, juga keluarga dan teman- temannya di kampung. Namun karena desakan teman- teman kuliahnya yang merupakan sahabat, teman belajar, maka ia menyimpan rasa rindunya untuk pulang ke kampung halaman dan memenuhi ajakan teman-temannya. Apalagi salah satu temannya dengan senang hati meminjamkan motor Binter untuk bepergian, mengisi liburan semester saat itu.

"Ini adalah kerangka sejoli yang bunuh diri karena hubungan mereka tidak direstui oleh orang tua dan keluarga. Tali yang tergeletak tidak jauh dari serakan tulang belulang itu digunakan oleh kedua sejoli untuk gantung diri." Beni, pemandu lokal memberikan informasi tentang kerangka manusia yang tergeletak di salah satu bagian terdalam gua.

Sepertinya semua ruang di dalam gua telah mereka lewati. Suasana gua yang remang-remang sebenarnya cuma menyajikan tulang belulang manusia. Gua ini memang berfungsi sebagai kuburan.

"Ada dua pilihan untuk keluar dari gua. Bisa kembali melewati jalan tadi, sama ketika kita memasuki gua, atau celah batu itu." Beni menjelaskan seraya menunjuk celah batu di salah satu bagian dinding gua.

Terdapat sebuah celah tidak jauh dari ruang di mana kerangka " Romi dan Juliet" berada. Celah itu sempit, hanya bisa dilewati dengan tiarap alias merayap.

"Ok, yuk, kita coba! Frans memulai tantangan untuk melewati celah yang sempit itu.

Tanpa banyak diskusi, kami pun sepakat untuk keluar dari gua melalui celah. Frans berada paling depan. Ia membawa senter sebagai penerang. Beni berada di bagian tengah seraya membawa petromax. Edo berada pada posisi ke dua dari belakang.

 "Duh, saya tidak bisa merayap lebih jauh !" teriak Edo.

Edo memutuskan untuk tidak melanjutkan rayapannya. Pada hal mereka sudah merayap beberapa meter jauhnya. Entah apa yang ia rasakan sehingga Edo memutuskan untuk kembali, tentunya dengan merayap mundur. Beberapa kali kepala Edo terbentur di batu gua yang keras. Akhirnya Edo bisa berdiri, tidak jauh dari kerangka "sejoli" dengan tali gantungan. Ia pun melangkah ke luar gua dengan mengingat jalan yang ia lewati ketika memasuki gua tadi.

Edo merasakan lebih nyaman melalui jalan yang sama ketika masuk tadi. Kini ia lebih leluasa memperhatikan kerangka manusia. Tengkorak kepala disusun sedemikian rupa, tidak ada yang menyendiri. Ia berjalan perlahan dan sesekali berjongkok agar dapat melihat dengan lebih jelas tengkorak-tengkorak yang diletakkan di lantai gua. Selain di lantai gua, ada tengkorak yang diselipkan pada bagian dinding gua. Bahkan ada yang tersusun rapi di bagian langit-langit gua. Ada juga tengkorak yang tersimpan di dalam peti mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun