Mohon tunggu...
Syta Dwy Riskhi
Syta Dwy Riskhi Mohon Tunggu... Administrasi - Move

Simpel dan santai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi Santa I

27 September 2020   18:48 Diperbarui: 27 September 2020   19:02 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Asmara kemana lagi akan ku cari siapa yang kan mengusir sepi disaat ku sendiri
asmara mungkinkah kau sampaikan padanya walau hatiku penuh derita aku masih selalu cinta..... (Asmara-Novia Kolopaking)

Santa menutup wajahnya menggunakan selimut menyembunyikan matanya yang sembab dan hidung yang memerah. Rian pulang lebih awal malam ini, pekerjaan hari ini tak sepadat biasanya. 

Gemericik air terdengar samar, Santa melepas headset yang terpasang di telinga, mematikan lagu yang tengah ia dengarkan dan kembali menutup dirinya dengan selimut. Santa tak berniat menyapa Rian dengan mata sembabnya., mungkin besok pagi saja.

Waktu menunjukkan pukul 2 dini hari, Santa terbangun dari tidurnya, membalikkan tubuh dan menatap Rian, semua masih sama, seperti malam malam biasanya.. Menu sarapan sudah siap di meja makan, Rian bersiap menyantap hidangan untuk kemudian bergegas ke kantor. 

Santa menatap Rian hendak menanyakan sesuatu, namun dia ragu. Sebaiknya bertanya atau tidak kalau dia pulang lebih awal semalam, namun Santa bingung karena dia pura-pura sudah tidur. 

Tinggal suapan terakhir seperti biasa Rian memuji masakan Santa, nasi gorengnya enak, ditambah telor ceplok setengah matang, menu andalan Santa yang merupakan makanan favorit Rian.

Santa tersenyum, dia menawarkan lagi nasi goreng buatannya. Rian menolak karena harus segera berangkat. Santa membawakan tas Rian seraya mengantarnya sampai pintu. Tidak ada rencana apapun hari ini, seperti biasa, Santa menatap layar HP melihat lihat kegiatan teman-temannya yang dibagikan melalui sosial media. Oh iya ini hari Sabtu, beberapa orang menghabiskan waktu untuk jalan-jalan, berkumpul dengan keluarga, atau membelanjakan sesuatu. 

Santa tersenyum getir, matanya mulai berkaca, Rian harus bekerja dia jarang libur bahkan hari Minggu sekalipun. Bagi Rian pekerjaannya harus diutamakan, banyak lemburan yang dia ambil untuk tambah-tambah tabungan. Santa harus mengerti, Santa tidak lagi bekerja semenjak pindah rumah mengikuti Rian.

Tidak hanya pekerjaan, teman-teman dan keluargapun ia tinggalkan semua berada di Jogja, sedangkan kini ia harus tinggal di Malang mengikuti Rian. Sebenarnya Santa ingin kembali bekerja, namun beberapa lamarannya belum ada panggilan hingga akhirnya Rian menyuruh Santa untuk di rumah saja. 

Sudah hampir empat tahun pernikahannya dengan Rian, keduanya belum diberi momongan. Hal itu membuat Santa merasa canggung pada keluarga Rian, merasa tak sempurna dihadapan Rian, dan berusaha menahan kesedihan dari kedua orangtuanya.

Tiga tahun hari-harinya dilalui dengan duduk di sofa ruang tamu, menggeser geser menu HP, membaca, postingan sosial media, atau sesekali menonton film. Santa jarang keluar rumah, ia belum hafal betul jalan kota atau tempat wisata, mau pergi pun tak tahu harus dengan siapa, sesekali mengajak kawan lama namun nampaknya kesibukan jadi alasan. 

Masih membayangkan mimpi apa saja yang belum terwujud Santa meneteskan air mata. Entah harus mulai darimana lagi ia menata hidupnya agar nampak baik-baik saja. Ada badai berkecamuk dalam dadanya, terasa menusuk nusuk kepalanya, matanya kabur, dunia bak berputar lebih cepat. Santa menyenderkan tubuhnya mencoba menenangkan diri dan memejamkan mata.

Kepalanya masih pusing ketika Santa membuka mata, waktu menunjukkan pukul satu siang, Santa pergi ke warung membeli makanan dan obat sakit kepala. Rian pulang lebih awal lagi. Santa bangkit dari temoat tidur sembari memegangi kepalanya. Menyiapkan makan malam dan meminta Rian untuk libur esok hari. 

Rian bersikukuh tetap bekerja, ada hal yang harus dia capai. Santa mencoba membuka percakapan lebih dalam ia hendak membahas perihal anak dan sakit kepalanya yang akhir-akhir ini terus kambuh. Rian menyela ucapan Santa, dia tak ingin mengobrol panjang lebar malam ini. 

Besok harus kembali bekerja. Rian menyuruh Santa untuk santai saja di rumah, jika sudah waktunya Rian akan mulai memikirkan perihal anak., atau hal lain yang menjadi impian Santa.

Santa mengangguk, dan membereskan sisa makan malam. Kepalanya masih terasa berputar, Santa membaringkan tubuhnya. Pagi itu ibunya menelepon, Santa memegang kepalanya, ia enggan menjawab pertanyaan ibu. 

Sudah tidak bekerja apalagi yang dikerjakan kalau tidak mengurus anak. Harus ada usaha dan disegerakan, agar punya kesibukan dan tidak terlalu lambat untuk melahirkan. Santa tak tahu harus menjelaskan apa. Memang belum dikasih mau bagaimana lagi, kerjaan juga sudah diusahakan memang belum ada kesempatan lagi, Santa menjawab dengan suara bergetar.

Mencoba mencari kegiatan yang lebih produktif untuk mengalihkan pikiran negatif, Santa pergi ke taman kota. Sekeliling nampak lalu lalang kendaraan, setiap orang sibuk dengan segala aktivitasnya. 

Santa kembali menatap layar HP semua nampak baik-baik saja, keluarga, teman, tetangga, dan Rian. Kepalanya kembali terasa berputar, Santa memegangi kepalanya yang serasa ingin ia benturkan ke tembok. Santa menghubungi Rian. Lima kali panggilannya tak diangkat oleh Rian.

___
Santa terbaring dengan jarum infus menancap ditangannya. Matanya terpejam dengan wajah pucat, tidak ada gerakan sedikitpun. Rian menatapnya diam, tatapannya kosong, ia enggan mengalihkan pandangannya. Wanita paruh baya mendekat dan menarik tubuh lemas Rian, langkahnya terseret seret nampak tak ada tenaga sedikitpun untuk menegakkan kepalanya. 

Dia sakit, mungkin lebih dari itu tak hanya kepalanya yang sakit, perasaannya juga sakit, pikiran dan pribadinya sudah sakit. Orang perlu bicara, berbagai kisah dan saling menyemangati, Santa tidak punya teman bicara, dia kesepian, banyak hal tertahan di ujung kerongkongannya, beban dia tak nampak namun dia tumpuk dikepala dan dadanya. Kamu tahu? Orang yang kesepian, dia akan menjadi tua sendirian, sering menangis, tak bercahaya, banyak diam, dan akhirnya dia menemui sakit yang tak tertahankan.

Ibu Santa tak kuasa menahan tangis ia tak mampu melanjutkan kata-katanya. Ia menjauh dari Rian, beranjak pergi meninggalkan Rian yang terdiam.

Dokter menerangkan kalau Santa menderita aneurisma. Makin besar ia, makin mudah pecah karena makin tipis. Hanya menunggu waktu semoga ada keajaiban bagi Santa.

Senja itu bergemuruh, langit diangkasa seakan bergetar, dada Rian bagai tersambar kilat. Hujan mengguyur perasaan Rian, nafasnya tersengal, menurunkan tubuh Santa ke tempat peristirahatan terakhir. Isakan tangis mengiringi kepergian Santa. Kini ia tak lagi menangis sendiri. Namun ia tetap diam sampai akhir hidupnya.

Bumi 27 September 2020
@dwy_rr

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun