Mohon tunggu...
Syta Dwy Riskhi
Syta Dwy Riskhi Mohon Tunggu... Administrasi - Move

Simpel dan santai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kemana Laki-laki Itu Pergi?

15 November 2017   21:42 Diperbarui: 15 November 2017   22:14 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matanya mengarah padaku, tanpa berkedip ia menatapku penuh cinta, tiada curiga, tiada orang lain, tiada cemburu, hanya ada kasihku dan kasihnya, sayangku dan sayangnya, cintaku dan cintanya, menyatu dengan mesra melangkah bersama.

Mengucap janji setia tanpa ragu melepas kesendirian, menetap bersama dalam satu atap, menghindari dingin dan panas saling melengkapi. "Aku harus pergi"suaranya tegas meminta ijin padaku untuk mendukung kemauannya. "lantas aku bagaimana ?" aku tetap menahan nya, aku tak ingin jauh darinya.

"kamu akan baik-baik saja, jaga bayi kita, aku berjanji akan pulang menyambut kelahirannya"kata-kata itu penuh keyakinan, matanya memancarkan janji yang pasti. Di tengah kesulitan ini, ia harus merantau sampai ke negeri orang, di tambah lagi kebutuhan untuk calon bayi ini.

Aku mengantarnya ke bandara, genggaman tangannya erat, perekonomian yang sedang susah, keadaan sedang hamil tua, memaksanya pergi mencari peruntungan, berat memang meninggalkan ku dalam keadaan begini, berat memang melepasnya dalam keadaan begini.

Langkahnya semakin menjauh, di ujung pintu itu ia membalikkan badanya, matanya sendu, dahinya menurun, bibirnya bergetar, betapa murung wajah yang aku saksikan. Aku tersenyum, melambaikan tangan memberinya semangat, dan menunjukkan bahwa aku baik-baik saja, semua akan terlewati pasti akan terlewati.

Tiada kabar tiada berita, tiada pula merpati putih yang membawa sepucuk surat, hariku semakin dekat ku persiapkan segalanya agar berjalan normal dan lancar, tak ada tanda-tanda kedatangannya, andai persalinan ini dapat ditunda sampai ia pulang.

Jeritan, raungan seluruh tenaga ku keluarkan, sebagian untuk keselamatan bayiku, sebagian pelampiasan ku pada nya yang tiada kunjung pulang. Tangisan bayi menggetak hatiku, bayiku telah lahir, aku mendengar tangisan kerasnya, air mata mngalir menyatu dengan cucuran keringat.

Bahagiaku sangat singkat sampai-sampai aku tidak sempat menarik senyum di bibirku. Pembayaran proses persalinan mendesak jantungku, memaksa kepalaku berfikir keras, kebutuhan bayi juga membuat wajahku semakin memucat.

Ku kumpulkan lagi seluruh tenagaku, berjalan sepanjang ruko pasar, mencari pekerjaan untuk menghasilkan uang. Warung makan sederhana yang ramai pengunjung, aku di pekerjakan sebagai buruh cuci piring, aku lakoni dengan semangat mengingat bayiku dan tagihan persalinan.

Kemana perginya laki-laki itu ..? hatiku dan pikiranku tiada henti menanyakan keberadaan nya. Tak ada seorangpun yang dapat aku tanyai, tak seorangpun memberiku petunjuk. Kemana laki-laki itu pergi..? mengapa belum juga pulang..?

Tagihan persalinan sudah lunas, bayiku sudah bisa merangkak, aku masih bekerja, kini aku membawa anakku ke tempat kerja, tak bisa lagi aku titipkan ia pada tetangga,  ia terlihat ceria melihat-lihat kerumunan orang di pasar. hari menjelang sore, ku gendong ia di belakang ku bawa berkeliling pasar, mencari mengais-ngais sayuran dan buah-buahan yang di buang, ku pilih-pilih mana yang masih bisa di makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun