Mohon tunggu...
Syivaun Nadhiroh
Syivaun Nadhiroh Mohon Tunggu... Wiraswasta - IRT sekaligus Mahasiswi Magister Pendidikan Islam UIN MALIKI Malang

Menjadi Manusia yang mengerti akan makna kehidupan dengan Antusias, Semangat, Smart, Kreatif dan Inovatif. Semoga Sukses dan Berkah, amiin... SEMANGAT-SEMANGAT.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Penanggungan Hati Sarah

7 Maret 2017   12:20 Diperbarui: 7 Maret 2017   12:44 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cetar...!!!, tepat di depanku apple itu jatuh memisahkan diri satu sama lain, hancur seolah hati tak karuan sebagaimana yang kurasakan, kaget dan tersimpuh lemah. Aku telah menghabiskan waktu dari fajar hingga petang ini, hanya melamunkan tentangnya yang telah menjadi bagian dari hidupku. Karena selama ini hanya dia yang mampu membuat hatiku selalu indah.

 ^_^

Aku Sarah Medinah anak yatim piatu yang hidup dengan seorang nenek kesayangan, dialah satu-satunya keluarga yang masih ada. Orang tuaku sudah lama meninggal dunia dan hidupku yang ditanggung oleh nenekku sendiri telah membuat diriku untuk melampiaskan segala bentuk dan sikap ketidak terimanya diriku ketika kedua orang tuaku meninggal, sampai saat ini tidak ada satupun orang yang memberi tahuku sebab kematiannya. Aku ditinggal mereka ketika masih umur 7 tahun, masih sangat kecil dan jauh untuk mengenal kematian. Hanya nenekku seorang yang masih ada dalam kehidupanku sekarang, kasih sayangpun juga tak bisa kudapatkan sepenuhnya seperti mereka yang masih memiliki kedua orang tua.

Dunia malam, sering terlambat dan bolos sekolah, serta juga tidak pernah berpakaian rapi adalah keseharianku ketika menjadi siswa baru di SMA, sekolah baru dan juga teman baru menjadikan pola pikirku dan gaya hidup menjadi baru, baru dalam keterpurukan, awal yang kelam tanpa cahaya. Hari-hariku sekolah juga seperti biasanya, akan tetapi hari itu berbeda, aku masih ingat tanggalnya tepat 23 September 2009 pertama kali aku melihat seseorang yang berbeda dari lainnya. Dia Hasbi Alaudin Ahmad, Hasbi adalah ketua IPNU sekarang di sekolahku. Disamping ketegasan dan kewibawaannya yang mampu menyihir orang disekitarnya, dia juga anak pertama dari Kyai Ahmad Anwar pendiri pondok pesantren Ar-Rahmah tepat samping sekolahanku sampai banyak teman-temanku terkhusus cewek sangat suka denganya, sehingga banyak yang menaruh harap pada Hasbi.

Seperti biasa nongkrong di gazebodengan teman-teman di waktu istirahat adalah keharusan yang dilakukan, padahal yang kita obrolkan pun kadang juga tidak penting, bagaimana cara bullyadik kelas, nonton bioskop setelah sekolah atau kadang  juga sering terlambat masuk sekolah sudah menjadi makanan setiap hari bagi kita, sampai BK-pun berkali-kali memanggi kami, terlebih aku sebagai otak gengku. Pernah suatu ketika siapapun yang mau duduk disitu takut dengan kami, karena jika tidak segera pergi mereka harus siap-siap menjadi santapan kita. Padahal hanya aku dan Raine yang cewek, tiga lainnya adalah cowok. Sudah dipastikan teman satu sekolah mengenal kami.

Tepat hari itu ada cowok dengan penampilannya yang sangat begitu gagah datang kepada kita, usik kami sudah jelas dengan kedatangannya dia pasti disuruh guru BK untuk memanggilkan kita, sebab baru 1 jam yang lalu kita kabur dari kelas menonton pertunjukan sulap di rumah tua belakang rumah Riane 2 km dari sekolah. Salah satu dari kami memulai pembicaraan dari kejauhan padahal waktu itu Hasbi masih 3 meter dari tempat kita nongkrong, “Hey Hasbi, kau disuruh bu Ummu untuk memanggil kami kan?”,Hasbi menimpalinya dengan menggeleng dan bilang, “tidak”.Tiba-tiba dia menghadangku dengan gayanya yang cooldan sangat sopan sekali. “Wahai Sarah, mungkin ini terlalu dini bagi kita, tapi harus secepatnya ku mengatakan ini”, mengambil nafas dan, “maukah kau menjadi tulang rusukku?”, dahiku mengerut, hatiku tersentak tidak karu-karuan, baru pertama kali ini aku mengalami hal seperti ini, bahkan batinku ini sebuah pernyataan serius atau hanya guyonan belaka, karena sebelumnya setiap ku mengenal anak cowok dan dan anggapanku semua cowok itu sama saja. Manis di mulut dan sepah di buang. Perasaan heran dan kagetpun masih mengelilingiku. Aku yang seperti ini, tak berkerudung, ucapanku selalu kasar, sampai siapapun yang berbicara dengan aku, pasti sakit hati yang didapatnya. Akhirnya dalam hati, “kok bisa?”,ini kita masih SMA, dan dia sudah berani mengucapkan kalimat seperti itu, bahkan sulit dipercaya dan aku menganggapnya hanya guyonan belaka.

Ekspresi Hasbi waktu itu seakan memohon dengan sangat dan aku sendiri tidak ada maksud apa-apa, pun juga tidak mengerti mengapa dia harus memberanikan diri bertemu dan mengatakan itu kepadaku. Padahal masih banyak cewek yang cocok dengan Hasbi seperti Farah anak jurusan IPA 2 sudah cantik dia juga sholehah, aku tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengannya. Kelihatannya Hasbi sungguh tulus dengan apa yang diucapkannya. sebuah syal merah ditangannya ternyata sudah dipersiapkan sejak dia sudah mengetahui diriku dari teman-temanku. Syal itu sebagai syarat yang menandakan jika ku mengambil dan mengenakannya berarti kumenerimanya dan jika ku mengambilnya dan mengalungkan ke pundak Hasbi berarti ku menolaknya. Tapi waktu itu berbeda, seakan waktu berhenti menunggu jawabanku, jantungku berdetak kencang, wajahku memerah dan tanpa kata sedikitpun tanganku bergerak mengambil kerudung merah itu dan kukenakan pada kepalaku. Hasbi sontak berkata “Sarah...? benarkah?”,aku mulai meredakan keteganganku sendiri dengan senyum ku jawab Hasbi, “Iya Hasbi”,  tanpa sekata patahpun dia langsung lari dengan girangnya dan mengucapkan terimakasih dan rasa syukurnya kepada siapapun yang ditemuinya, karena baginya keberhasilan mendapat hatiku juga dorongan dari do’a mereka. Sedangkan Raine dan 3 temanku cowok tertegun dan heran dengan apa yang dilihat mereka, seakan sinetron sedang tayang secara langsung.

Belajar memahami diri sendiri mulai terbentuk pada diriku sejak mengenal Hasbi, dengannya ku bisa menjadi diri yang lebih baik dari sebelumnya. Bahkan nasib gengku juga mulai mengikutiku sedikit demi sedikit, hanya satu yang tak pernah berubah dan kini dia telah memusuhi kami berempat, dia adalah Furqon, semenjak momen itulah dia mulai menjauhi kita. Selang satu tahun setelah Hasbi menyatakan hatinya kepadaku, Kamis 23 September 2010 dia mengkhitbahku. Nenekku tidak berfikir panjang dan langsung mengiyakan, sehingga ku tak menjelaskan panjang lebar kepadanya, sedangkan keluarga Hasbi awalnya juga tak merestui hubungan kami terlebih ibunya, karena kata dia, ibunya sering mendengar kabar dari sekolah kalau aku anak yang paling nakal di sekolah, dan aku menerima alasannya, sebab kenyataannya juga seperti itu. Entah sihir apa yang dibuat Hasbi hingga ibunya juga mengiyakan hubungan kami.

Sepulang sekolah seperti biasa belajar sebentar dengan Hasbi mendiskusikan tentang apa yang belum dipahami, karena sebentar lagi kita akan melaksankan UAN pada bulan April mendatang. Meskipun kita berbeda jurusan, tapi pemikiran dan proses belajar kita sama dan searah. Setelah itu aku langsung pulang dan menemui nenek untuk mengabari bahwa sebentar lagi aku butuh persiapan banyak untuk menyambut tugas akhir dan ujian nasional. Sambil menunggu nenek sedang sholat dengan melihat TV tiba-tiba mataku mulai mengantuk dan tidur. Dua jam lamanya tidurku sangat pulas dan ketika bangun keadaan TV masih menyala. Tanpa ada firasat apapun, kulihat nenek masih dalam keadaan sujud tidak ada tanda sedikitpun, ternyata nenek sudah tiada 2 jam yang lalu, hatiku lemah, rintihanku mulai mengeras, dan tetanggau saling berdatangan. Rumah yang hanya diisi dua orang, kini ramai dengan orang-orang yang melantunkan yasin dan tahlil. Termasuk juga Hasbi dan sahabat dekatku, dan Furqon juga datang menjengukku meskipun hanya sebentar. “Sabar Rah, hidup itu juga tidak harus menunggu umur seratus tahun, bahkan maut juga akan selalu datang walau kita berusaha menolaknya”,sahut Raine ketika dia memelukku.

Hari-hariku lalui dengan sendiri dan berusaha untuk menerima dan belajar ikhlas terhadap apa yang selama ini menimpaku. Setelah kedua orang tuaku meninggal dan kini nenekku juga menyusul mereka, “semoga ditempatkan di surga-Nya”, do’a dalam bathinku. Keluarga Hasbi memintanya untuk segera akad denganku, terlebih ibunya, karena bagi mereka pernikahan yang baik jangan ditunda lagi. Akhirnya tepat pada Jum’at 23 September 2011 kami melangsungkan akad di masjid Sabilillah yang ada di komplek pondoknya Hasbi. Berlangsungnya akad dilaksanakan ketika kami sudah lulus dari bangku SMA dan bertepatan pada hari itu Hasbi mendapatkan kabar bahwa dia diterima di Universitas Saudi Arabia yang kurang dua minggu lagi dia akan berangkat. Aku yang sudah berstatus istri mas Hasbi juga akan melanjutkan perkuliahan, hanya saja aku tetap di Indonesia karena aku juga sudah menandatangani kontrak penulisan novel selama 5 tahun yang dimulai dari 2 tahun yang lalu. Sehingga tidak bisa ikut dengannya ke Arab Saudi, bahkan hidup kita juga akan merasakan pacaran setelah menikah dari jarak jauh. Tapi bagiku juga tidak apa-apa, rasa syukurku menjadi lebih ketika ku sudah menjadi bagian dari keluargnya.

Latar belakang yang tidak pernah merasakan dan mengenyam di dunia pesantren, keadaan telah membujuk dan memaksaku untuk bisa belajar mengaji, karena mau tidak mau aku juga akan menjadi tenaga pengajar di pondoknya mas Hasbi dan satu-satunya penerus adalah mas Hasbi. Karena 4 saudaranya adalah perempuan dan mereka sudah membangun rumah dan pondok pesantren sendiri-sendiri. Dan aku mulai menyadari, mungkin salah satu faktor keluarganya tidak merestuiku adalah aku bukan lulusan pesantren, mungkin itu, tapi layaknya bukan seperti itu. Jum’at 07 Oktober 2011 mas Hasbi berangkat untuk menimba ilmu di Arab. Dengan senyuman mesra dan kecupan manis darinya bertanda dia akan segera berpisah denganku, ya sebentar saja, “Semoga Allah selalu menemani hari-harimu wahai istriku, dan semoga engkau selalu menjadi bidadariku di dunia dan akhirat kelak”,sambil ku cium tangannya dengan mengucapkan, “amiin..., semoga Allah juga selalu melindungi mas dan ku nanti kedatangan mas di rumah,”. Usai menyampaikan kalimat perpisahan, hatiku menjadi was-was meskipun dalah hati lain mengatakan untuk keikhlasannya dan semoga mas Hasbi segera selesai studinya dan kembali bersamaku dan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun