Mohon tunggu...
Syifa Nurfairuz Adara
Syifa Nurfairuz Adara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Psikologi-Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenali Lebih Jauh Tentang Speechless Terror Pada Trauma

4 Desember 2022   17:52 Diperbarui: 4 Desember 2022   18:07 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pict from canva.com : Ilustrasi Trauma dan Speechless Terror 

   

Setiap orang pasti punya pengalaman yang ingin dilupakan. Namun, beberapa orang memiliki pengalaman yang saking intensnya, saking menyakitkannya, dan saking emosionalnya sampai-sampai sulit untuk dilupakan dan terbawa sepanjang hidup. Kondisi ini dikenal sebagai trauma. Menurut MSF-Holland, trauma adalah sebuah peristiwa yang bersifat mengejutkan dan tidak disangka, situasi yang tidak biasa, menimbulkan rasa tidak berdaya, mengancam kehidupan, baik secara fisik maupun emosional (Rosalina et al., 2022). Peristiwa buruk membuat perasaan menjadi kacau dan tidak berdaya. Otak kita dipaksa kembali ke lokasi trauma untuk mencoba menyelesaikan trauma tersebut. Saat mengalami trauma, seseorang akan tersiksa dengan emosi, ingatan, dan kecemasan yang mengingatkan pada peristiwa tersebut, hingga mengganggu kehidupan sehari-hari. Maka tidak heran bila seseorang merasa sulit untuk keluar dari kesulitan masa lalu atau traumanya.

Seseorang yang mengalami kecelakaan akan memberikan respons normal, seperti syok dan cemas selama satu atau dua hari. Akan tetapi, jika perasaan itu berlangsung sampai satu bulan hingga menyebabkannya takut ketika melihat jalan raya atau takut ketika berkendara dengan kecepatan tinggi, peristiwa tersebut dapat dikatakan sebagai trauma. Mengutip dari phoenix-society.org (1/12), baik sementara maupun secara permanen, trauma mengubah cara seseorang dalam mengatasi masalah, persepsi mereka tentang ancaman, cara pandang mereka tentang diri sendiri dan dunia, dan kondisi biologis mereka. Ketika seseorang mengalami peristiwa traumatis, adrenalin mengalir ke seluruh tubuh dan ingatannya tertanam di amigdala, yang merupakan bagian dari sistem limbik. Amigdala menyimpan makna emosional dari peristiwa tersebut, termasuk intensitas dan dorongan emosi.

Menurut Psychological Today, Penderita trauma jangka panjang mengalami gangguan emosional, seperti kecemasan yang ekstrem, kemarahan, kesedihan, ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan (anhedonia), atau PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Amigdala menjadi hiperaktif. Reaksinya yang berlebihan terhadap gangguan kecil menyebabkan pencurahan hormon stres. Seseorang yang mempunyai trauma selalu hidup dalam mode pertahanan dan selalu waspada terhadap kemungkinan ancaman. Orang tersebut mungkin mengalami masalah tidur atau rasa sakit fisik, menghadapi pergolakan dalam hubungan pribadi dan profesional mereka, dan berkurangnya kualitas diri.

Speechless Terror

Seorang wanita korban kekerasan ditanya mengenai kronologi kejadian oleh polisi, dia akan diam. Butuh waktu sedikit lebih lama untuk berbicara mengenai kejadian yang dia alami, apalagi jika kejadian tersebut tergolong baru terjadi. Beberapa orang berasumsi untuk memulihkan trauma kita perlu menceritakan kejadiannya agar tidak menjadi beban dan terbawa terus-menerus sepanjang hidup. Orang yang memiliki trauma biasanya sengaja menahan dan menyembunyikan peristiwa traumatis yang dialaminya karena merasa malu, rendah diri, dan bersalah. Perasaan itu memang perlu diceritakan kepada orang yang dipercaya agar pengalaman traumatis tidak mengganggu perjalanannya di masa depan. Akan tetapi, itu bukan satu-satunya penjelasan mengapa seseorang tidak bisa menceritakan kejadian traumatis yang dialaminya.

Bukan hanya sekadar enggan bercerita, melainkan memang tidak bisa. Kondisi ini disebut dengan "Speechless terror". Speechless terror adalah ketidakmampuan seseorang yang mengalami trauma untuk menceritakan kejadian traumatis yang dialaminya.

Bagaimana Speechless Terror Terjadi?

Seseorang yang mengalami trauma akan mengalami perubahan pada area otaknya. Cara kerja otak orang yang mengalami trauma berbeda dengan orang pada umumnya. Ketika seseorang mengalami trauma, bagian otak emosi sebelah kanan (right limbik area) akan menyala dengan sangat kuat. Artinya, emosi tentang peristiwa traumatis itu sangat kuat. Di sisi lain, mengingat kejadian traumatis akan mengaktifkan bagian otak, yaitu visual cortex. Contoh kasusnya adalah seorang wanita yang mengalami kekerasan. Seseorang bertanya kepadanya tentang apa saja yang terjadi. Wanita itu akan mengingat kejadiannya dan mengingat emosi yang dia rasakan, seperti takut dan kesakitan. Ada perasaan yang kuat ditambah ada gambaran yang jelas tentang kejadian tersebut. Akan tetapi, hal ini justru berbanding terbalik dengan area otak untuk berbicara (broca area) yang tidak aktif karena fungsinya menurun (Van der Kolk, B. A., 2015). Wanita tersebut mungkin bisa berteriak dan memaki untuk melampiaskan emosinya, tetapi dia tidak bisa menceritakan kejadian tersebut runtut dari awal sampai akhir.

Apa Yang Dapat Dilakukan Ketika Seseorang Mengalami Speechless Terror?

Speechless terror terjadi ketika ada perasaan yang kuat ditambah gambaran yang jelas tentang suatu peristiwa traumatis, namun di saat yang bersamaan tidak dapat berbicara untuk menceritakan secara runtut mengenai kejadian tersebut. Reaksi ini alami terjadi pada seseorang yang memiliki trauma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun