Mohon tunggu...
Syifah Arum Maharningrum
Syifah Arum Maharningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akankah Ada Relevansi Baik PPN Pendidikan terhadap UUD 1945 Dan Kesejahteraan?

30 Juli 2021   23:12 Diperbarui: 31 Juli 2021   00:00 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masyarakat Indonesia hari ini banyak diwarnai oleh dinamika dan permasalahan. Kita semua merasakan kesulitan bersama, yakni sama-sama tertimpa musibah pandemi Covid-19. Semua aspek kemasyarakatan saling memiliki keterjatuhan, baik aspek ekonomi dan sosial. 

Semua permasalahan itu ditambah lagi dengan adanya wacana yang keluar dari Pemerintahan kita tentang Pajak Pertambahan Nilai yang salah duanya diberikan kepada bidang Ekonomi diantaranya sembako atau bahan pangan, dan bidang Pendidikan diantaranya penaikan harga administrasi sekolah yang nantinya akan diserahkan kepada pemerintah sebagai pajak. Wacana tersebut akhirnya banyak menimbulkan pro dan kontra dari banyak elemen masyarakat, khususnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mungkin ada yang mendukung wacana tersebut dan juga ada yang tidak.

Dari analisa pemberitaan yang ada di media, banyak sekali penolakan yang telah dilontarkan di dalam parlemen, organisasi masyarakat, maupun masyarakat langsung. Hal tersebut dapat kita lihat dari website resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) tentang pernyataan Fauzi H Amro yang merupakan seorang anggota Komisi XI DPR RI yang menilai kebijakan ini tidaklah rasional, beliau mengatakan "Kebijakan ini sangat tidak tepat dilaksanakan saat ini, mengingat masyarakat masih diperhadapkan pada kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. 

Daya beli masyarakat saat ini belum pulih. Nah kalau sembako dikenai pajak, otomatis harga barang-barang di tingkat konsumen akan ikut naik, sehingga daya beli kembali tertekan, padahal daya beli ini dibutuhkan untuk pulih dari pandemi Covid-19". 

1 Dari pernyataan tersebut yang merupakan perwakilan rakyat dari Fraksi NasDem DPR-RI, mereka bersepakat untuk menolak kebijakan yang akan menyengsarakan rakyat Indonesia kedepan, khususnya masyarakat kalangan bawah. Kebijakan ini juga dihitung sangat kontraproduktif atau bertolak belakang dengan strategi utama yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai pemulihan ekonomi ditengah kesulitan masyarakat dalam berjualan atau berbisnis di masa pandemi. 

2 Bagaimana caranya pemerintah memulihkan ekonomi masyarakat yang mensejahterakan jika masyarakat dihadapi dengan Pertambahan Pajak Nilai (PPN) terhadap suatu kebutuhan sehari-sehari?, Bukankah justru nantinya kebutuhan yang ada dimasyarakat akan semakin bertambah mahal?. Hal tersebut patut dipertanyakan mengingat apabila ini dijalankan akan menjadi lawan dari kata sejahtera. 

Sampai pada saat ini memang belum secara detail dalam membahas wacana tersebut, secara objektif tentang sasaran disektor Pendidikan yang akan dikenakan pajak. Apakah fasilitas sekolah yang dipergunakan atau dikaitkan dengan pajak? Ataukah jasa para guru/dosen yang telah memberikan ilmunya yang nantinya akan dikenakan pajak?. 

Dari pemberitaan yang saya baca di berbagai website, dan saya bandingkan, bahwa ada banyak sekali kontra yang menjamur disana. Masih ada kejanggalan, kemana PPN ini akan diterapkan? Sekolah berbasis Negeri ataukah Swasta?. Sebagai masyarakat yang awam pasti akan selalu berfikir bahwa ini akan melukai rasa keadilan jika pemerintah tidak mensosialisasikannya secara sistematis dan dengan pertimbangan-pertimbang atas dasar kesejahteraan. 

Sejauh ini pemerintah dan DPR masih terus mengkaji untuk menetapkan besaran PPN dan memilah sekolah seperti apa yang akan dikenakan Pajak ini. Namun dapat dipastikan, bahwa sekolah Negeri tidak akan dikenakan PPN tersebut, karena sekolah Negeri ini disebut sebagai sekolah yang mengemban misi sosial dan kemanusiaan yang dinikmati oleh berbagai masyarakat secara umum.3 Secara tidak langsung berarti sasaran PPN ini akan diarahkan kepada sekolah-sekolah yang basisnya adalah Swasta. 

Dilihat dari website bppk.kemenkeu.co.id juga menekankan bahwa penerapan PPN hanya pada Pendidikan tertentu, salah satu pemberlakuannya hanya untuk sekolah mewah atau tingkat ekonomi atas, dan jasa yang banyak mengemban misi sosial dan kemanusiaan tidak akan dikenakan PPN. Salah satu alasannya ialah pemerintah telah menggolontorkan dana sebesar Rp.550 triliun yang dirasa tidak tepat sasaran karena anggaran tersebut masuk juga keranah Pendidikan yang mewah. 4 

Dari pertimbangan-pertimbangan dan pernyataan-pernyataan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan pemahaman mengenai PPN, apakah masih layak pemerintah memberikan PPN kedalam sektor pendidikan walau hanya untuk pendidikan yang mewah? Bukankah pendidikan perlu memfasilitasi semua aspek masyarakat? Dan bukankah seharusnya pemerintah memfilterisasi anggaran biaya yang telah digelontorkan untuk diberikan kepada sekolah-sekolah yang berhak menerimanya? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun