Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

(HUT RTC) Cerita Hujan Orang Pinggiran

15 Maret 2016   22:15 Diperbarui: 16 Maret 2016   05:18 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

- 

Minggu ketiga: Terinspirasi Lagu
Hujan bisa jadi bermakna senandung riang penuh kemenangan bagi cebong-cebong tua- para katak. Hewan amfibi itu melantunkan nyanyian kegembiraan, bersahutan dan ramai-ramai keluar dari persembunyian ketika awan sedang menangis.
Namun bagi manusia pinggiran, ada saatnya hujan disambut dengan kesedihan, bagi mereka yang hidup sederhana berusaha tinggal dan mengais rezeki di Ibukota, musim hujan menjelma ujian, tak jarang juga artinya mencuci dua kali dan perang dengan jemuran dua angkatan!
"Yang hujan.. Tolong angkat jemuran" Ujar Pardi kepada Sri- Sang istri. Setengah berlari, Sri menghampiri tiang jemurannya dan mengangkat satu-persatu pakaian yang ia cuci tadi.
Namun selang 15 menit kemudian..
"Yang, sudah panas lagi, tolong bajunya di jemur lagi"
"Huh! Nanti kalau hujan lagi apa iya harus kuangkat lagi?" Dengus Sri kesal.
"Sebaiknya kau bakar di api" Canda Pardi berhasil merekahkan senyum di bibir istrinya itu.
Namun ujian kesabaran dari hujan rasanya belum cukup bagi Sri dan Pardi.

Seperti setiap kunjungannya ke Jakarta, hujan selalu bawa teman- Banjir namanya, tentu kehadirannya tidak diharapkan sesiapa begitu juga Sri dan Pardi yang berdoa agar banjir tak datang lagi tahun ini, agar air tak mengucur di kamar tidur, agar Sri tak perlu tidur di dapur, agar mereka tak perlu mengungsi ke rumah orang yang semerawut penuh barang.

"Ah! Meski reyot, rumah sendiri memang yang paling nyaman". Pardi membatin meski sering kali terbayang dibenaknya bagaimana rasanya menjadi orang gedongan, tinggal di rumah mewah, tidur di kasur mewah tanpa harus kebanjiran.
Sesekali terbayang pula ide gila memboyong Sri menginap di hotel megah di tengah kota yang selalu ia pandangi saat kerja menjadi tukang parkir untuk kantor di depan hotel tersebut.
Ia ingin nekat, ia ingin memboyong Sri meski tanpa punya uang sama sekali. Pikirannya menggila.
"Nanti lo bisa kabur, gak usah bayar sepeser pun, pulang aja tunggu orang sepi, kasurnya juga bisa sekalian tuh di bawa pulang buat Sri tidur biar nyenyak" Setan berbisik.
"Ide cerdas!" Pikir pardi.

Namun nalarnya bergerak, Pardi tak berani melakukan perbuatan sekonyol  dan senekat itu.
Pardi bukan keturunan pencuri, sebagai suami ia tak ingin bikin malu sang istri karena cintanya untuk Sri bukan berada di antara dusta, biarlah hidup tenang meski sederhana, masih ada jalan panjang membuktikan cinta.

Dan di rumah reyot sederhana itu..
Ada cinta yang terus tumbuh
Berpacu dengan kecepatan hujan
Membasahi pakaian sisa cucian
Di tiang jemuran
Juga banjir..

Yang belum bosan kunjungan rutin tahunan

 

*Diadaptasi dari lagu Antara Cinta dan Dusta - Pengantar Minum Racun.

Link vedeo lagu : 
https://m.youtube.com/watch?v=b7wnS346Aa4

Karya ini diikutsertakan dalam rangka memeriahkan ulang tahun perdana Rumpies The Club

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun