Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak dan Menantu

27 Desember 2020   05:24 Diperbarui: 27 Desember 2020   05:36 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

***

Sebenarnya, aku sudah menolak ajakannya setelah malam itu untuk datang ke rumah ayahnya. Karena masalah ini belum juga dapat di selesaikan. Namun dia beralasan hanya karena kangen saja. Akhirnya aku mengiayakan untuk menemaninya.

Ternyata yang aku khawatirkan terjadi. Istriku bukan melepaskan kangen, tapi justru menyalakan api dan membakar hangus semua tali-tali ikatan kami yang memang sudah mulai retak. Padahal kami baru saja merajutnya setahun yang lalu. Tepat sepuluh tahun kematian ibu istriku.

Harus kuakui waktu itu, aku terpaksa menikahinya. Ayah istriku dengan tegas mengatakan jika tidak mau menikah saat itu juga, maka dia akan dinikahkan dengan orang lain. Aku akhirnya mengalah untuk menikahinya. Meskipun aku sebenarnya sangat mencintainya, tapi pekerjaanku yang lebih banyak diluar, menyebabkan aku tidak tahan pada banyaknya godaan. Dunia gelap kekuasaan menelanku. Dan akhirnya dalam sejenak aku sudah menikmatinya.

Akhirnya malam yang tidak ku duga itu datang. Ketika seperti biasa aku meminta dikirim seorang teman malam. Ternyata yang datang adalah istriku sendiri. Pada awalnya aku tidak menyadari, karena aku sangat yakin dengan kesetiaannya. Namun, aku salah. Ternyata meskipun aku tidak percaya, tapi dia benar-benar istriku sendiri. Dan dia sebenarnya sudah tahu, bahwa akulah yang menunggu kedatangannya di kamar itu.

***

"Kalian telah membuat aku kecewa. Pulanglah." Tiba-tiba ayah mertua berdiri dan berkata dengan tegas.

"Ayah. Apakah Ayah tidak memaafkan aku?" Istriku kembali terisak.

"Pulang! Ini bukan rumahmu lagi. Aku bukan ayahmu lagi. Jangan pernah kalian datang lagi kemari. Anggap saja aku telah lama mati!" Aku dan istriku masih duduk tertunduk tidak berani menatap mata beliau. Beliau kembali duduk membelakangi kami, menghadap gambar wajah istrinya ketika masih muda dahulu. Terdengar lirih, ayah mertuaku menangis, meskipun terisak, namun jelas punggunggnya yang mulai bungkuk, naik turun menahan emosi.

Akhirnya, istriku kuajak untuk keluar. Dia masih menangis. Kami berjalan keluar, menuju mobil yang siap segera melaju kencang meninggalkan pagi yang sangat gerah ini. Sebelum mobil berjalan, istriku masih sempat membuka jendela dan menatap lekat pitu pagar rumah kedua orang tuanya. Seolah tergambar jelas punggung ayah dan ibunya yang tengah tersedu menahan tumpahan kesedihan dan kekecewaan dalam air mata.

Mobil pun berjalan. Meninggalkan beribu kenangan, menjemput persolan yang belum juga usai. Aku masih mencintai istriku, entah istriku, masihkah ia mencintaiku? Aku belum sempat menanyainya.

Jogja, 23-Juli-2008

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun