"Apakah ibu pernah menghianati Ayah?" Istriku mengulang pertanyaan kepada Ayah Mertua dengan nada yang hampir sama. Datar.
"Ada apa sebenarnya Nak? Apa yang telah terjadi?" Bapak mertuaku melihat kearahku. Aku mencoba bersikap dengan biasa. Aku seperti tidak sedang mendengarkan pertanyaannya.
"Mengapa Ayah tidak menjawab?"
"Tidak Anakku. Sepanjang hidup ayahmu ini. Ibumu adalah wanita paling setia yang ayah kenal."
"Apakah, Ayah pernah selingkuh?" Dia kembali bertanya. Aku semakin gusar. Tapi aku tetap mencoba tenang.
"Hmm. Tidak Anakku. Kesetiaan adalah harga mati dalam pernikahan kami." Kuperhatikan wajah istriku yang hampir tanpa ekspresi. Ia seperti orang asing saja. Baru ku sadari, wajahnya pucat dan tatapannya kosong. Ah aku salah mengiyakan ajakannya untuk berkunjung ke sini. Secara tidak langsung, dia seperti telah menempatkankku sebagai tertuduh.
"Jika ternyata ibu selingkuh, apakah Ayah akan memaafkannya?" Masih dengan nada yang datar, dia kembali bertanya. Ayah mertuaku semakin sering menatapku tak mengerti. Ada sorot mata menuduh dan curiga dalam dua matanya.
Aku sendiri bingung dengan sikap istriku itu. Pada awalnya aku kira dia akan menuduhku dengan meminjam kuasa ayahnya. Tapi pertanyaanya yang terakhir menggiringku pada ketidakmengertian.
Aku berdiri dari dudukku. Ku dekati istriku. Wajah ayunya, sangat mirip dengan ibunya. Tapi sayang, saat ini ia tampak sangat suram. Ku dekap pundaknya saat aku duduk di sampingnya.
"Anakku, ceritakanlah apa yang telah terjadi padamu." Suara Ayah mertua terasa berat. Sejenak tidak ada jawaban dari mulut istriku. Namun, kulihat segera matanya basah. Satu-satu bulir bening air matanya menetes. Tubuhnya terguncang. Ia menangis tergugu. Ia berpaling kepadaku dan mendekapku dalam tangisnya.
Aku dan Ayah mertuaku membiarkan dia menangis. Mungkin dengan begitu, sebagian beban yang ia tanggung bisa terkurangi. Sementara kutatap ayah mertuaku yang bingung, kemudian kulayangkan pandanganku ke luar jendela. Ada beribu Tanya, ada beribu sangka dan kekhawatiran yang menyumbat kepalaku, dan kulihat juga dari kedua mata ayah mertuaku.